Monday 29 December 2008

Pak Husin

Tubuhnya kurus dengan kulit gelap mengkilap karena keringat. Kalau sedang membersihkan rumput di sekitar musholla di perumahan kami, Pak Husin suka memakai jaket hitamnya yang sudah tidak memiliki resluiting. Hanya jaket (tanpa baju dalam) dan celana panjang yang juga berwarna hitam. Bisa dibayangkan panasnya.

“Saya memang suka memakai warna hitam,” ujar lelaki berusia 58 tahun yang sejak Januari lalu diserahi tugas sebagai marbot Musholla An-Nur di perumahan kami, menggantikan marbot lama – Pak Yono – yang tiba-tiba jatuh sakit dan tidak bisa menjalankan tugasnya mengurus musholla.

“Ketika muda, saya memanjangkan rambut, keluar main pakai celana, baju, dan jaket hitam. Rasanya keren, apalagi ditambah dengan kalung besar, seakan menjadi anak band,” cerita lelaki yang lahir di Petamburan dengan nama lengkap Husin Basri.

Kalau melihat sosok Pak Husin sekarang yang kerap berbaju koko dan berkopiah putih siap mengumandangkan azan setiap datang waktu sholat, kita mungkin tidak menduga hobynya nonton film.

“Saya paling suka film silat China,” cerita Pak Husin sambil menyebutkan Bruce Lee, Jet Lee dan Jacky Chen sebagai aktor idolanya. “Saya suka mereka karena kalau bertarung gak pakai alat, alias tangan kosong.”

Ketika diajak nonton DVD Mummy III, Pak Husin langsung berujar, “Ah … udah nonton tuch. Di TV. Udah lama.” Nampaknya untuk urusan film silat china, Pak Husin tidak pernah ketinggalan.

Pak Husin dan istrinya, Bu Rusmiati, tinggal di sebuah rumah yang terletak di samping perumahan kami. Rumah sederhana itu dibanguan di atas tanah sisa warisan mertuanya.

“Orang tua istri saya dulu memiliki tanah seluas sekitar 4000 m3. Tanah tersebut sudah dijual dan sebagiannya dibagi-bagikan kepada anak-anaknya. Istri saya mendapat sebidang tanah yang sekarang kami tempati bersama 3 anak kami. Dua anak yang sudah besar sudah tidak tinggal bersama kami.”

Pak Husin menghidupi keluarganya dengan bekerja serabutan sejak berhenti bekerja sebagai supervisor pada sebuah perusahaan cleaning service yang melayani maskapai penerbangan Garuda Indonesia ketika masih di Lanud Kamayoran serta PT Telkom di kawasan Kota Lama.

“Terlalu jauh kalau saya ikut pindah ke Cengkareng. Saya tinggal di Depok. Waktu itu transportasi tidak selancara yang sekarang. Kalau saya bertahan di cleaning service, mungkin sekarang saya sudah menduduki jabatan yang bagus seperti beberapa teman seangkatan saya,” tutur Pak Husin tidak hendak menyesali keputusannya berhenti bekerja dan memilih tinggal di rumah mengurusi anak-anaknya yang masih kecil.

Pak Husin memiliki satu kesenangan unik yaitu bila sedang punya duit, dia akan pergi ke warteg memesan makan dengan lauk sambal ikan tongkol dan emping mlinjo. “Saya suka sekali makanan ini. Rasanya nikmat sekali, karena cocok dengan selera makan saya.”

Mengenai pekerjaannya sebagai marbot sekarang, Pak Husin bercerita bahwa fikirannya menjadi lebih tenang. “Mungkin karena tidak pernah pernah meninggalkan sholat seperti waktu-waktu lalu.”

Pak Husin mengaku sangat menyukai pekerjaannya sekarang walaupun dia digaji seadanya, yaitu sebesar Rp. 250.000 per bulan ditambah insentif Rp.20.000 setiap selesai mengumpulkan infaq bulanan warga.

“Saya hanya punya satu keinginan, yaitu mengantar anak saya yang paling kecil menyelesaikan sekolahnya. Setelah itu, saya akan merasa tenang dan saya fikir saya masih perlu meningkatkan ibadah saya sebagai persiapan bila suatu saat dipanggil yang Maha Kuasa.”

No comments: