Saturday 27 December 2008

My Chevrolet Blazer (1)

“Selamat pagi pak, apakah blazernya sudah laku?” tanyaku begitu mendengar suara seseorang menjawab dering telponku. Minggu 14 Desember, jam 8 pagi. Aku sedang bermalas-malasan di bangku panjang teras belakang rumah.

Mengusir kantuk yang mulai datang lagi, iseng aku telpon sebuah nomor seluler yang aku dapatkan dari koran, nomor telepon seorang pengiklan yang ingin menjual sebuah mobil Chevrolet Blazer tahun 2006. “Kondisi bagus,” demikian iklan tersebut tertulis.

Sejak bangun sekitar jam 3 dini hari tadi, aku tidak bisa tidur lagi. Sudah beberapa bulan terakhir aku terbiasa masuk kamar tidur sekitar jam 8 malam, mengantar anak-anak tidur. Biasanya aku ikut ketiduran dan akan terbangun tengah malam. Anehnya, aku seringkali terbangun pada jam yang sama, yaitu pukul 00.08. Aku pastikan ini karena setiap terjaga aku langsung mengecek jam. Barangkali sekedar kebetulan, tapi kata orang itulah body clock.

Setelah bangkit dari tempat tidur, biasanya aku menuju jendela, memeriksa gerendel dan mengintip ke luar berharap menangkap sosok mencurigakan mengendap-endap dalam kegelapan malam. Kalau sedang ada perasaan ‘gak enak’, akan kunyalakan lampu ruang tamu, pura-pura batuk beberapa kali seakan mengirim pesan kepada tamu tak diundang (kalau ada) bahwa pemilik rumah sudah terjaga dan tidak ingin diganggu.

Rutinitas berlanjut dengan mondar-mandir antara dapur, ruang tengah, depan laptop, lalu ke teras belakang, atau ke kamar periksa Ifa dan Aya yang masih nyenyak. Tak ada kegiatan yang berarti. Tidak ada TV yang menyiarkan Liga Inggris. Juga no body to talk with! Biasalah .. for the last three years .. been only me and the girls!

Berbaring atau duduk-duduk menunggu terang di bangku panjang teras belakang memang menjadi pilihan favorit. Tentunya ditemani teman setia - kopi dan rokok. Beberapa jam sebelumnya, penyelamatku tiba. Suara bundelan koran terhempas di lantai teras depan terdengar merdu menjanjikan harapan. Siapakah yang tidak tertarik sekedar melihat halaman depan koran hari ini? Serasa menjadi yang paling beruntung sebagai orang pertama yang akan membaca koran, aku bergegas membuka pintu dan memungut koran yang masih terlipat rapi - kerapian yang kadang membuatku heran. Bukankah bundelan koran biasanya di lempar begitu saja? Sesaat kemudian aku tenggelam dalam kesibukan membolak balik koran.

Sinar matahari sudah mulai menerobos celah daun pisang dan melinjo yang tumbuh dekat tembok samping. Terasa silau karena atap teras belakang memang cukup tinggi memungkinkan sinar matahari pagi bebas menyorot.

Semua tulisan di Kompas sudah habis aku lihat sekilas. Selain tulisan Samuel Mulia, iklan lowongan kerja, dan halaman karikatur – terutama si Kribo – gak ada lagi yang menarik. Surat Pembaca hari ini juga berisi isu yang sudah garing: protes seorang pembaca tentang cara debt collector menagih tunggakan kartu kredit.

Setelah membaca halaman Sosok dan Tokoh, aku merasa sangat bosan. Harum hangat kopi sudah tak tersisa. Lidahku terasa manis. Asap rokok sudah tidak enak lagi. Saat putus asa mulai menghampiri, pandanganku tertumbuk gulungan koran Poskota. Setiap minggu, Poskota juga dikirim oleh tukang koran langgananku. Kuraih Poskota dan mulai membaca.

Selain kolom cerita Nah Ini Dia yang berisi cerita seputar seks dan juga kolom konsultasi seks, apalagi yang menarik di Poskota? Adaaaa .. iklan mobil. Sangat menarik untuk memeriksa harga pasaran kendaraan dan terutama sebagai sumber berkhayal, memimpikan dapat membeli salah satu mobil yang diiklankan.

Menghayal seperti itu sering aku lakukan karena aku percaya, suatu saat khayalan itu akan berujung kenyataan. Mobil pertamaku, sebuah Panther Hi Sporty, juga berawal dari khayalan Poskota. Begitu pula mobil Aerio yang aku pakai sekarang (sudah terjual saat tulisan ini dibuat). Dan mungkinkah sebuah Chevrolet Blazer juga akan menjadi kenyataan?

“Belum!” jawab laki-laki di ujung telpon.

“Warnanya apa? Tahun berapa? Harga?,” tanyaku beruntun.

“Warna silver, tahun 2006, harga dibuka 105jt!”

“Hmm .. lumayan,” gumanku dalam hati. Beberapa waktu lalu, sebuah Chevrolet Blazer tahun 2006 ditawarkan sekitar 118 jt. Seminggu kemudian ada yang menawarkan 115 jt. Aku fikir 105jt adalah harga yang fantastis. “Aku mauuu,” teriakku dalam hati.

“Tapi maaf pak, saya sebenarnya sedang tidak punya duit. Tapi kalau saya tuker tambah dengar Suzuki Aerio, apakah bisa?” iseng aku tawarkan kemungkinan yang tiba tiba muncul di kepala karena ketika telpon pandanganku tertumbuk bagian depan mobil Aerio yang menyembul di garasi.

“Hmm .. ntar saya tanyakan ke teman saya,” jawab lelaki yang belakangan aku tahu bernama Yoga, seorang sales representative Sun Motor, dealer resmi Chevrolet di Jalan Panjang, Kebon Jeruk. "Dia main Suzuki, kali aja mau."

Pembicaraan aku tutup, tak berharap ada kelanjutan. Namanya saja iseng.

Lanjut baca di sini:

3 comments:

Kudanil Lentur said...

Mas Aunul Fauzi bagus nih tulisannya .... impianku juga Blazer tapi takut dgn rumor2nya jadinya aku beli aerio dehh..jadi ingat masa2 pergolakan batin dulu hehe..sharing dong skrg gmana blazernya?

Aunul Fauzi said...

Halo Mbak Lusita ... Aku udah lama gak liat tulisan ini. Maaf komennya jadi telat banget dijawab ... Hampir 3 tahuun nunggu. Hahahaha. Tentang blazer, no problem at all. sangat puas dan sampai sekarang pakai. Dulu beli pas KM 75 ribu. Sekarang sudah KM 180an ribu KM.

belalang cerewet said...

wkwkwkw, bagian yang berharap menangkap orang mengendap-endap itu sumpah lucu pol, haha.

Salam kenal Mas dari Bogor :D