Friday 12 November 2010

Ingin Awet Muda? Singkirkan HP!

Ah .. we are getting older…no longer young …
But why letting ourselves killed?

Pulsa
Mbah Min, penjual nasi goreng bakmi jowo dekat rumahku, punya alasan mengapa ia tak punya HP.

“Boros,” ujarnya singkat saat kami ngobrol di depan counter pulsa Mas Hafidz, perempatan Cemara, Perumnas Banyumanik, Semarang. Jam 11 malam, beberapa waktu lalu.

“Kalau beli pulsa, 20 ribu gak sampe seminggu. Biasanya habis buat teman.”

Pulsa, teman-teman, dan Mbah Min yang kini berusia 73 tahun. Istri sudah dipanggil Yang Kuasa duluan. Aku berpikir cepat, memikirkan kemungkinan hubungan.

“Bukannya bisa minta pulsa sama teman,’ tanyaku.

“Wah, malah mereka yang minta pulsa,” tukas lelaki asal Cilacap itu terkekeh.

Mbah Min. Tak menampakkan wajah layu berkeriput seperti kebanyakan kakek-kakek seusianya. Lahir 13 Juni 1938. Datang merantau ke Semarang di usia 20 tahun, pertama-tama bekerja di pelabuhan Tanjung Mas membongkar vespa ndhog dari kapal yang baru tiba dari Itali. Mbah Min tahu gestok (Gestapu 1965). Masuk ke daerah Banyumanik tahun 1979, ketika Perumnas di daerah Semarang Atas tersebut mulai dibangun, ketika harga pembebasan lahan hanya Rp. 700 per meter, ketika cicilan bulanan rumah dipatok Rp. 8.000 untuk tipe 30 dan Rp. 12.000 untuk tipe yang lebih besar. Kini setiap sore sampai malam, Mbah Min sibuk dengan wajan besarnya, menyiapkan pesanan pelanggan. Mengalami rupa-rupa Semarang sejak 1958 sampai sekarang. Merasakan rupa-rupa nilai uang. Menganggap HP sebagai pemborosan.

Ilmuwan Gendeng
Dengan alasan mengantuk, aku pamit pulang. Bukan bantal guling yang aku tuju, tetapi layar komputer untuk cek Yahoo Mail, buka Facebook, dan baca website Liverpool untuk menyesali hasil seri pertandingan malam sebelumnya lawan Arsenal.

Tak lupa aku klik The New York Time Reader, mengecek menu gratis Most E-mailed, menemukan sebuah cerita pendek tentang lima ilmuwan psikologi Amerika yang berkelana naik perahu dan berkemah di Glen Canyon, Utah, tempat dimana sinyal HP tidak ada. Sengaja mereka tak membawa laptop. Tidak ada email. Tidak ada koneksi dengan dunia luar. Gendeng!

“As they head down the tight curves the San Juan has carved from ancient sandstone, the travelers will, not surprisingly, unwind, sleep better and lose the nagging feeling to check for a phone in the pocket.”

Unwind.
Sleep better.
Lose the nagging feeling to check for a phone in the pocket.

Aku tak melanjutkan membaca. Jadi, tak tahu akhir tulisan itu. Tapi aku ingat Mbah Min. Mungkinkah alasan tidak memiliki HP lebih dari sekedar menghindari pemborosan?

Terngiang ucapan Mbah Min ketika aku tanya resep awet muda.

“Netral,” katanya sambil mengetuk-ngetuk pelipis kanan dengan telunjuk. “Tidak memaksa memiliki apa yang tidak bisa dimiliki.”

Apakah Mbah Min sedang mengungkapkan sebuah filosofi hidup yang dalam bahasa Jawa disebut ‘nrimo?’ ... Aku tak bisa pastikan. Tadi aku tak tanyakan hal itu.

The Nagging Feeling
Renungan: adakah kenalan kita yang tidak memiliki HP? Teman kantor, teman baru ketemu di seminar, tukang sayur, abang becak, ojek langganan? Seberapa banyak orang yang kita lihat di pinggir jalan, halte bus, stasiun kereta, pasar, masjid, atau di mana saja (you name it!), yang tidak sedang memegang atau memainkan HP?

Renungan lagi: apakah kita termasuk yang tidak mematikan HP ketika akan tidur? Dan ketika bangun langsung memeriksa HP mengecek pesan masuk? Apakah kita termasuk yang merasa ‘hampa’ ketika tak membawa HP di saku? Yang merasa perlu mengutuk diri sebagai orang pelupa dengan sesal berkepanjangan karena HP tertinggal di rumah? .. apakah .. apakah ..?"

Lagi: apakah kita termasuk yang gak tahu arti the nagging feeling? Ada baiknya segera buka kamus … hehehe ...

Bagaimana dengan cek email? Buka Facebook? Twitter? Cek portal berita online kesukaan? Atau buka website lain yang bila tak kita lakukan sehari saja rasanya sudah ketinggalan zaman setahun, merasa ada yang tertinggal, belum terpenuhi, ada yang kurang, kosong?

Aku teringat lagi pada Mbah Min. Barangkali, selain menghindari pemborosan, resep awet mudanya adalah kemampuan membebaskan diri dari the nagging feeling, yang bagi kebanyakan kita datang tidak hanya dari dering telpon genggam, tapi juga buzz di Yahoo Messanger, suara ding BlackBerry Messanger, Facebook, Twitter, atau kotak email.

Ada baiknya bertanya pada diri: sudahkah kita menata pola konsumsi sehingga terhindar dari the nagging feeling lain dalam bentuk lebih ekstrim (sehingga namanya berganti the knocking bahkan devastating feeling) seperti ketukan pintu debt collector, tagihan koran telat 2 bulan, rekening listrik dan telpon yang membengkak, rengekan anak minta beli mainan mahal, atau hal-hal lain yang menghendaki pemaksaan tindakan di luar batas filosofi nrimo?

Kalau jawabannya belum, ada baiknya mempertimbangkan berkunjung ke warung Mbah Min, sudut perempatan depan Masjid Muhajirin, Banyumanik. Sambil menikmati resep mi jowo andalannya, barangkali ada resep awet muda lain yang bisa diperoleh.