Thursday 20 December 2012

SADARI: Manusia Tak Punya Waktu Banyak


Dengan jumlah rata-rata tidur 8 jam per hari plus 4 jam obrol gombal gambul tak berarti (kopdar, nonton TV, Twitter-an, FB-an, SMS-an, dll), maka manusia sebenarnya hanya punya waktu 'jaga' separo usianya.

Separo usia masih belum net.

Perlu dikurangi masa 'belum berfikir' (sejak SD sampai tamat perguruan tinggi). Rincian: 6 tahun SD (berarti 3 tahun), 6 tahun SMP+SMA (berarti 3 tahun), dan kuliah 5 tahun (berarti 2,5 tahun). Dengan demikian, total usia produktif untuk bekerja masih dikurangi masa bersekolah 8.5 tahun.

Ilustrasi:
Manusia berusia 60 tahun

Dikurangi:
Tidur dan gombal gambul 30 tahun.
Sekolah 8.5 tahun
Pensiun 5 tahun (patokan 55 tahun) berarti ada 5 tahun tak produktif (misal dipakai untuk urus diri sendiri atau urus orang tua)

Total waktu yang hilang: 30+8.5+5 = 43.5 tahun.
Usia produktif: 60 - 43.5 tahun = 16.5 tahun.

Pertanyaan:
Seberapa banyak orang yang bisa memanfaatkan waktu 16.5 tahun untuk meraih cita-citanya? Misal merintis dan memiliki perusahaan industri besar, menjadi rektor universitas, menjadi pemimpin perusahaan media, menjadi menteri, bupati, atau bahkan presiden, atau menjadi pemain biola atau pemain bola masyhur?

Jawaban:
Tak banyak.

Maka dari itu, mari maksimalkan pemanfaatan usia dengan:

(1) Kurangi tidur - toh SEPERTINYA orang yang tidur 8 jam tak beda kesehatannya dengan yang cuma 5 jam sehari semalam. Barangkali ada yang pernah dengar kisah imam besar dalam Islam yang hanya tidur 3 jam semalam dan sukses menjadi tokoh terkemuka dalam khasanah ilmu.

(2) Efisienkan waktu dengan belajar efektif dan produktif. Cari teman dan lingkungan yang inspiratif untuk kemajuan. Jangan siakan waktu terlalu banyak di depan TV, main BBM atau FB obrol yang tak perlu. Baca buku, itu lebih baik.

(Inspired by Joko Budi - Semarang)

Sunday 27 May 2012

Think Fresh Go Shopping

Aku tidak bisa menemukan siapa pencipta frase bagus yang aku jadikan judul tulisan ini. Sudah coba beberapa string keyword di Google, tapi malah nemu ini: http://wiki.answers.com/Q/List_out_tag_line_of_companies  kumpulan tagline keren puluhan perusahaan dan produk terkenal di sekitar kita. Bagus jadi referensi atau sekalian buat 'dijiplak,' hehehe.

Seingatku, Think Fresh Go Shopping digunakan oleh City Bank ketika menjual produk kartu kredit sebelum era Easy Pay dan Cicilan 0% mendominasi. Aku coba cari sekilas di website City Bank, gak juga nemu.

Ah sudahlah, siapapun pencipta kata-kata itu, aku pikir ia berhak mendapat pujian. Pujian karena apa yang dikatakannya benar. Bila anda suntuk, bosan, galau, pergilah ke pasar. Berbelanjalah atau sekedar jalan-jalan window shopping, maka pikiran dan jiwa anda akan segar kembali.

Sekurangnya kebenaran itu yang aku pribadi sering rasakan dan sering alami.

Bila suntuk di rumah, bosen tak ada kegiatan yang membuat riang, aku suka main ke pasar. Yaaa .. pasar tradisional dekat rumah. Jalan kaki dan mampir menikmati jajanan pasar seperti gorengan tempe atau pisang goreng, juga kelepon, cenil, dan ketan urap bergula. Hmm .. enaaak. Prosesi perjalanan aneka jajanan ndeso dari mulut ke perut itu lalu ditutup dengan segelas teh manis. Wow ... Dunia menjelma indah dan rasa syukur akan muncul. Coba saja kalau gak percaya. Hehehe.

Selain untuk sekedar isi perut sarapan pagi, jalan-jalan ke pasar bakal bikin fresh karena terbawa semangat  kesibukan pasar yang penuh energi positif.

Dengarkan dialog penjual sayur dengan pembeli yang menawar harga tomat. Pembeli mengeluhkan kenaikan harga. Penjual mengaminkan walau tak hendak menurunkan harga. Dengarkan godaan guyon lelaki penjual tempe pada ibu muda penjual buah di sebelahnya. Tawa berderai mereka terdengar sesekali. Dengarkan rumpian simbah penjual kayu bakar dengan si ibu penjual tape singkong. Dengarkan serunya obrolan mereka tentang cucu simbah yang akan masuk SMP tahun ajaran baru. Obrol tentang uang pangkal. Seragam dan sepatu. Lalu beralih ke topik susahnya cari kerjaan buat bapak si cucu sementara ibunya yang buruh cuci tak juga mendapatkan tambahan rejeki. Dengarkan pula sautan penjual sayur seberang gang menimpali obrolan mereka di tengah kesibukan melayani langganan.

Pssssst. Ini rahasianya: mendengar aneka 'masalah' yang dilontarkan para makhluk penghuni pasar tersebut membuat galauku (baca: masalahku) menguap tanpa kusadari.

Kalau sudah jam buka (biasanya selepas jam 10 pagi), jalan jalan ke pusat perbelanjaan modern adalah bukti lain kebenaran Think Fresh Go Shopping. Belanja barang baru, sekedar kaos kaki atau celana dalam berbahan katun diskonan (50% bukankah sangat menarik?), adalah obat stress. Proses pilih-pilih warna dan model adalah proses menenggelamkan diri dalam dialog diam-diam yang juga memakan energi dan konsentrasi tinggi. Proses yang membuat lupa galau di hati.

Bonus: mendapatkan senyum manis si mbak cashier yang mungkin merasa lucu dan aneh, berguman dalam hati, "Ngapain sih si Om ini beli celana dalam sampai 20 biji?"

Dalam hati, aku menjawab lewat senyum di bibir, "Buat cadangan Mbaaak!" - maksudku buat dipakai 2 taoon. Lagian kapan lagi bisa beli bahan bagus begini dengan harga di bawah harga pasar, di saat istri lagi mbolehin beli-beli. Manfaatkaaan!

Hmm .. Ada banyak aspek lain dari jalan-jalan ke pasar, ke pusat perbelanjaan, ke pasar loak, atau tempat beli-beli lainnya, yang kalo diceritakan di sini akan panjang banget.

Yang jelas aku percaya kebenaran ungkapan "berbelanja bisa usir galau". Itu pula yang barangkali membuat istriku Naning suka beli-beli walau kadang lebih dari yang ia atau kami butuhkan.

Kadang ia beli baju batik dua, walau sebenarnya perlu satu saja. Kadang beli gorengan Rp. 10.000, walau sebenarnya dengan Rp. 2.000 keinginan makan gorengan sudah terpenuhi. Kalau pas lagi ikut acara touring mobil ke tempat jauh bersama teman-teman klub blazer, kadang ia beli jajan dan minum lebih dari yang dibutuhkan. Makanan dan minuman yang dibawa dari rumah menjadi tak termakan, bahkan terbawa kembali ke rumah 2 hari sekembali touring. Sia-sia? Pemborosan? Yaa .... itu pasti.

Tetapi harga pemborosan itu (pasnya berapa, kapan-kapan aku hitungkan dech, hehe) mungkin sepadan dengan freshness  atau kesegaran jiwa yang ia peroleh dengan berbelanja (boros) sesekali. Harga pemborosan itu barangkali tak beda dengan harga yang harus ia bayar bila ingin pijat, atau manicure pedicure, atau creambath, atau facial, yang kadang jumlahnya beratus-ratus ribu rupiah.

Bila ber-spa-ria atau berendam jacuzzi untuk mengusir galau memperoleh kesegaran jiwa terasa mahal, maka cobalah jalan-jalan ke pasar atau mall. Think fresh go shopping! Hayooo ... Berangkaaat! Cepetaaaan ..!!! Pasarnya keburu digusurrrrrr ...

Saturday 26 May 2012

Doa Untuk Pemberani Tulen

Takut disebabkan dua hal. Pertama karena salah. Kedua karena tak menguasai permasalahan.

Sebagian dari kita kerap mengalami rasa takut karena alasan pertama. Takut ketahuan karena di tempat kerja pernah curi kertas atau spidol. Takut diomeli pasangan karena punya tabungan tersembunyi gak bilang-bilang, takut bertemu seseorang karena pernah janji tapi tak menepati. Ada banyak contoh rasa takut karena memang kita salah. Takut ketahuan ninggalin sholat atau puasa, juga termasuk takut jenis ini.

Kalau  takut karena tak menguasai permasalahan bisa dilihat dari ketidakberanian berkomentar di dalam kelas, segan dimintai pendapat dalam meeting, atau tak berani mengajukan pertanyaan dalam forum. Biasanya lalu pilih duduk di tempat tak terlihat, di pojok belakang ruang seminar.

Takut memberi komentar di Facebook atau di Twitter tentang suatu topik juga termasuk takut jenis ini. Kalau tak paham masalah, kan gak enak juga kalau asal komentar. Tentu saja ada yang tak takut (atau tak peduli) sama sekali. Main komentar sekenanya. Biasanya yang beginian lantas dilabeli asal njeplak. Hihihihi.

Lawan dari takut adalah berani. Kita mengenal pepatah berani karena benar. Tetapi atribut yang lain adalah berani karena memang menguasai permasalahan.

Dituduh mencuri duit, padahal tidak melakukan, lalu berapi-api membela diri, ini adalah contoh sederhana berani karena benar. Bila dihentikan polantas dan dituduh melanggar aturan lalu lintas, ada yang dengan penuh keberanian mendebat karena merasa tidak melakukan pelanggaran apa-apa. Ini adalah orang berani karena benar. Kadang kita dengar cerita adanya segelintir polantas yang seperti sengaja cari-cari kesalahan pengguna jalan.

Contoh berani karena menguasai permasalahan diperlihatkan oleh orang-orang tertentu saja. Dosen atau profesor yang menguasai bidang ilmunya adalah contoh yang paling jelas. Pedagang yang berani mengambil keputusan bisnis juga termasuk pemberani. Nelayan yang berani melaut di tengah terjangan ombak, adalah pemberani karena tahu kapan ombak (walaupun besar) menjadi sahabat mereka.

*

Secara khusus, menurutku ... pemberani tulen termasuk para aktifis pembela hak azasi manusia, pembela petani, pembela buruh, pembela kaum minoritas tertindas, juga pembela pelestarian lingkungan. Mereka ini BERANI mengorbankan waktu, tenaga, bahkan BERKORBAN JIWA demi memperjuangkan apa yang mereka PAHAMI sebagai sesuatu yang wajib untuk diperjuangkan.

Selain sebagai PEMBERANI TULEN, mereka juga punya NYALI besar, sesuatu yang tak sembarang orang punya. Nyali yang tidak diperoleh dari bangku pendidikan. Nyali yang tak bisa dibeli. Nyali hasil tempaan pengalaman hidup panjang dan berliku. Nyali yang diperkuat rasa yakin akan makna JIHAD dari apa yang dilakukannya.

Dalam blog sederhana ini, aku ingin memanjatkan doa, bagi para teman aktifis pemberani tulen, semoga kalian, orang-orang berani, orang-orang yang paham, orang-orang bernyali, mendapatkan bantuan Yang Kuasa dalam menjalankan tugas kemanusiaan kalian, mewakili kami-kami yang penakut, yang tak paham, dan lebih sering menjadi PENGECUT (tak bernyali) untuk ikut langsung bertempur di medan juang.

Friday 25 May 2012

Tak Ada Judul (beneran)

Jangan kira orang gila hanya bisa bilang ya kalau coba dibaikin. Beberapa kali pemberian (yang aku anggap baik) berupa makanan atau duit buat beli makanan mereka tolak mentah-mentah.

Kejadian paling baru adalah lebih sebulan lalu di sekitar Karangrejo - Banyumanik, Semarang. Seorang  laki-laki 'gila' berwajah datar tak berekspresi menolak duit yang aku kasi. Laki-laki itu berambut kemerahan, kruil-kruil dan kelihatan kotor. Dia  hanya mengenakan celana kolor warna coklat menghitam penuh debu - seperti lama tak pernah dicuci. Kulit punggung telanjangnya tampak belepotan pasir. Barangkali, dia tidur tak pakai alas. Di pinggir jalan, di sembarang tempat, dimana tubuhnya tak kuat lagi menahan kantuk.

Hampir saban pagi, ketika antar anak-anak sekolah, lelaki itu terlihat berjalan pelan, tengok kiri dan kanan  seperti sedang mencari sesuatu. Kadang aku (dan anak-anak) lihat dia baru kembali dari tong sampah dengan  bungkusan kresek hitam terbuka sambil mulut mengunyah. Jelas sekali, dia baru saja menemukan sisa makanan (buangan) untuk mengisi perut tipisnya. Dia pasti lapar.

Pagi itu, setelah drop anak-anak di sekolahnya, aku bertemu lelaki itu lagi. Aku lewati begitu saja, tapi kemudian berubah pikiran. Aku ingin memberinya duit, buat beli makanan. Aku ingat di saku masih ada duit. Ketimbang menyesal tak jadi memberi, aku segera balikkan motor. Ternyata, dia sudah menghilang, mungkin masuk salah satu gang. Perumahan di Banyumanik (daerah Merbau) penuh gang kecil pendek-pendek. Orang mudah menghilang tanpa jejak.

Teringat penyesalan karena pernah suatu ketika keinginan memberi tak kesampaian, aku cari dia. Beruntung, sosoknya segera terlihat, berjalan melewati sebuah tenda makanan dengan ibu penjual pecel dan aneka sarapan pagi. Pas banget. Dia dekat dengan warung. Aku hampiri si lelaki, kasi duit, dan membalikkan motor berniat pergi secepat mungkin.

Belum sampai motor berbalik arah, dudut mataku melihat si lelaki sudah berjalan ke arah warung. Aku bahagia. Ini berarti dia pingin beli makan. Begitu pikirku. Tetapi, dia nampak buru-buru dan hanya menyerahkan duit, dan pergi begitu saja. Duit diletakkan di pojok meja jualan. Si ibu penjual sampai bingung dan berusaha memanggil. Tak mempan. Si lelaki terus berjalan, tak menengok. Aku merasa tak enak. Cuma bisa bilang ke si ibu penjual, "Kasi dia makan," lalu kabur juga. Entah bagaimana nasib duit itu. Entah bagaimana pula nasib perut si lelaki 'penolak' pemberian itu. Tuhan Maha Adil. Pasti ada jalan baginya untuk menemukan kehidupan.

Kejadian lain adalah di depan ruko, seberang jalan Hotel Wahid, Salatiga - tempat aku menginap karena ada suatu acara, kalau tak salah awal 2012. Pagi-pagi aku meresapi nikmatnya terang mentari pagi dan udara dingin Kota Salatiga ditemani dua gelas teh hangat dan gorengan pisang. Aku puas-puasin minum dan makan gorengan, karena memang enaaak. Sarapan murah meriaah. Hehehe.

Ketika mau kembali ke hotel, aku lihat seorang perempuan 'gila' duduk di pembatas tengah jalan. Pembatas terbuat dari beton, kalau tak salah ingat, semacam pot kotak besar, ditanami bunga-bunga. Si perempuan duduk di salah satu celah. Aku hampiri dan aku kasi duit. Dia geleng dan tak mau menerima.

Karena kupikir dia perlu makanan, aku minta penjual gorengan untuk bungkus beberapa pisang goreng dan tempe. Aku angsurkan ke si perempuan. Dia tetap menolak dan bahkan beranjak pergi. Aku bingung. "Ya sudahlah," pikirku sambil kembali ke hotel.

Begitu ceritanya. Ternyata orang 'gila' tidak selalu mau menerima pemberian. Entah bagaimana mekanisme mereka melanjutkan hidup, aku tak pernah tahu. Yang jelas, untuk bertahan hidup, mereka perlu makan dan minum. Kepikiran juga sii. Tapi sekali lagi, Tuhan Maha Tahu apa yang mestinya Dia lakukan untuk makhluk ciptaanNya.

Curhat Tentang Jiwa Tak Senyum

Wajah adalah gambaran jiwa. Bila terlihat teduh, halus dan tenang, bisa dipastikan pemilik sang wajah adalah orang bahagia. Sebaliknya, bila terlihat lelah, muram, redup, bahkan bibir jarang senyum, maka mari kita doakan, semoga sang pemilik wajah suatu saat nanti akan bisa merasakan bahagia. Kasihan kalau terus menerus bermuram durja.

Catatan: Seseorang kelihatan bahagia bukan berarti tak pernah tak bahagia lho. Begitu pula yang berwajah tak bahagia, tak mesti 24 jam menderita. Ini adalah bicara tentang kecenderungan, frekuensi, dan mana yang dominan. Selama masih sebagai manusia di alam dunia, maka hidup selalu akan ditingkahi terang dan gelap. Itu adalah keniscayaan. Mana yang dominan, itulah yang aku sebut di atas, (dominan) bahagia dan (dominan) tak bahagia.

Mengapa aku tulis ini, karena aku merasakan sendiri wajahku sudah lama (dominan) mengeras. Merasa (dominan) kurang senyum. Mata nyalang karena kecemasan dan ketakutan. Merasa tak menentu oleh berbagai hal dalam hidup. Usaha yang belum lancar. Masalah finansial (baca: hutang kok yaaa nggak ada habisnyaaa). Perbuatan yang barangkali lebih banyak bersifat yang tak diridhoi Yang Kuasa. Takut mati tak siap. Berbagai janji yang belum bisa dipenuhi. Cemas akan apa yang akan terjadi. Dan masih banyak hal lain.

Memang benar, senyum riang dan tawa berderai tak jarang juga aku rasakan. Jiwa bebas lepas adalah warna dominan bila sedang bersama teman-teman touring ke suatu tempat. Atau nonton film bersama Naning (my wife), melupakan dunia nyata di luar bioskop, walau sejam dua jam. Melihat kegembiraan anak-anak main bersama teman-temannya. Atau mendapatkan rejeki tak terduga. Dapat tidur yang nyenyak dan dalam (deep sleep). Merasa bugar dan sehat setelah main futsal. Menikmati jalan ke pantai atau mendapatkan kesenangan dengan membaca buku. Banyak juga. Tetapi sekali lagi, aku masih merasa, wajahku masih (dominan) keras dan muram.

Ada sesuatu di dalam sana, yang perlu aku urus. Sekali lagi, wajah adalah gambaran jiwa. Bila wajahku masih saja muram, mendung, keras, dan tak banyak senyum, adakah ini berarti jiwaku sedang bernuansa gelap atau sumber terangnya meredup? Naudzubillahimindzalik - semoga ini tak terjadi padaku.

So what??!!! aku harus berkemas.

Masya Alloh, sebenarnya obatnya gak susah kok. Pernah aku rasakan dulu (tetapi akhir-akhir ini sudah tak lagi - hiks malu mengakui). Rajin ambil air whudlu, tunaikan dhuha, rawatib coba disempatkan, yang wajib ditunaikan di awal waktu, upayakan jamaah di masjid, buka kitab suci, dan kalau bisa mulai Senin Kamis.

Subhanalloh .. obatnya begitu dekat .. begitu mudah. Tak perlu biaya. Membuat jiwa sehat ternyata tak perlu biaya. Cuma perlu tekad dan tak cuma tobat sambal (menyitir kata-kata almarhum Ustadz Zainuddin M.Z.)

Bisakah? oh .. Ya Allooh. Kupanjatkan doa .. beri aku ingatan akan hal-hal ini. Supaya gak lupa terussss ... Amiin ...





Monday 16 April 2012

CAUTION: Instant Messages Kill Writers

Tulis status atau komen di Facebook tak perlu pakai mikir puyeng. Bandingkan bila nulis makalah, paper, atau skripsi. Peras otak deh. Di FB, asal njeplak juga boleh-boleh saja kok bila tak merasa perlu memikirkan reaksi pembaca. Bila tak punya ide, cukup copy paste status punya temen. Bila mau repot dikit, perlu bilang ‘Ijin copas yaaa..” Biasanya yang dimintai ijin akan membolehkan karena senang statusnya ada yang perhatikan.

Copy link juga asyik karena FB memudahkan segalanya. Judul tulisan/link akan tercetak tebal, ada teaser paragraf, dan thumbnail bisa dipilih-pilih. Link ke berita atau informasi keren dapat  bikin wall FB kita jadi keren juga. Semua di atas dilakukan tanpa perlu banyak mikir, kecuali (barangkali) memikirkan pulsa koneksi ke internet.

Ngetweet di Tweeter agak susah dikit. Ada batasan maksimal jumlah karakter. Ini perlu ekstra kreatifitas menggunakan kata-kata. Itu kalau mau repot. Yang gak repot, cukup nyeletuk satu dua kata, atau re-tweet punya orang.

Sekali lagi, tulis status dan komen di FB tidaklah susah. Nge-tweet juga gampang. Cukup pendek-pendek, klik, selesai. Permasalahannya adalah, apakah kondisi ‘gampang’ tak patut kita curigai sebagai pembunuh kreatifitas menulis bila suatu saat kita perlu nulis panjang? Seperti bila akan menjawab pertanyaan ujian essay di kampus? Atau tulis makalah, dan akhirnya skripsi?

Hmm .. biarlah pertanyaan ini dijawab melalui penelitian komunikasi oleh teman-teman dari jurusan komunikasi dengan spesialisasi media.

Coretan pendek ini buat sekedar menggelitik pikiran para pembaca untuk sedikit kritis pada fenomena instant messages semacam FB, Twitter, Yahoo Messanger, dll.

Pindah cerita.

Mengapa TV menarik? Karena penonton tak diharuskan memutar otak alias nonton TV gak perlu pake mikir berat. Cukup tekan tombol ON, duduk nyaman, mainin remote, pilih-pilih channel, ndlohom, cengar cengir, sesekali tawa ngakak, atau kadang sumpah serapah – semuanya dilakukan tanpa perlu energi otak terlalu banyak.

Ya iyalah .. memang salah satu kegunaan televisi adalah sarana hiburan buat jiwa dan raga yang telah seharian kerja. Tetapi tahukah kita, bahwa anak-anak kita kadang terlalu asyik mengkonsumsi acara televisi (banyak orang bilang ‘tak mutu’) serta menelan mentah-mentah apa yang mereka dengar dan lihat? Tanpa menggunakan otak mereka sebagai filter, atau barangkali karena otak mereka belum siap menjadi saringan buat diri mereka. Dan pada saat yang sama .. kita di manaaaaa? Kok tidak dampingi anak-anak nonton TV? Seperti yang disarankan pakar pendidik?

Ah, rupanya kita ada di sana. Di atas kasur empuk ruang tidur dengan AC ON menyebarkan hawa dingin penyaman raga. Sementara bibir kita senyam-senyum memandang layar BlackBerry, jari-jemari kita lincah  menekan tuts, kadang tanpa terlalu banyak berfikir tentang akibat dari kita bilang ini atau itu.

Ah, rupanya kita juga sedang asyik menikmati instant messages, kali ini pakai BB Messanger.

Lalu kapan nulis thesisnya kalau gini? Padahal nulis thesis perlu nulis panjang? Gak cukup satu dua komen yang kadang asal njeplak? AAARrrrrrgh … Mari tanya rumput yang bergoyang. Hihihihi.

Ketika Tak Ada Ide Mau Menulis Apa


Lama gak nulis. Memulai lagi terasa susaah banget. Sejam lalu, aku ada niat cerita tentang suatu teknik afirmasi positif (bagi diri pribadi) yang menggunakan kata I LOVE YOU untuk membangkitkan lagi rasa sayang (cinta) yang merupakan anugerah Tuhan kepada manusia, tetapi selala ini tertekan entah di alam yang mana karena sistem kehidupan dan keseharian kita tak memungkinkan cinta itu terasakan maksimal dan termanfaatkan dalam hidup kita.

Beberapa ide cerita sudah ada di benak. Terasa berputar-putar di kepala, menunggu pintu keluar yang tak jadi-jadi.  Memang, rangkaian kata pertama sudah muncul. Tapi tak sesuai keinginan. Edit sana edit sini, alhasil kalimat pertama tak pernah mewujud. Ide-ide yang sedari beterbangan di benak, sekarang mulai terasa melemah. Semoga tak lenyap saja.

Uugh ..

Muncul rasa iri pada diri. Beberapa tahun lalu, aku anggap diriku cuktup produktif menelurkan tulisan-tulisan pendek aneka topik untuk blog ini. Sekarang? Yanga da hanya rasa malu. Beberapa kali bikin resolusi awal tahun, ingin nulis apa adanya, setiap hari, tak kelakon juga. Ahh … (tutup muka deh).

Saat ini aku lagi ingat sebuah pelajaran nulis masa lalu, waktu semester awal kuliah di Jogja. Aku tak ingat dari mana sumbernya. Tetapi petunjuk itu masih aku ingat sampai sekarang. Kira-kira kata-katanya begini.

“Jangan berhenti menulis. Bahkan ketika kamu tak tahu lagi apa yang kamu ingin tulis, katakan itu dalam bentuk tulisan.”

Yang berikut ini adalah contoh tulisan yang berhasil diwujudkan (di pojok belakang ruang kuliah umum Wawasan Nusantara) dengan mengikuti petunjuk di atas: 

Aku gak tahu apa yang ingin aku tulis. Gak ada ide sama sekali. Otak terasa buntu. Ngantuk. Mana gurunya nyebelin. Dari tadi ngomong tak putus, berpura-pura yakin moral Pancasila dapat membuat Indonesia berubah dalam sekejap. Apa dia gak bosen ngomongin sesuatu yang ia tidak yakini. Kayak apa ya rasanya jadi si guru? Ah .. aku tak bisa nulis apa-apa.  Aku butuh suasana. Butuh pulpen beberapa warna. Yang aku punya ilang entah kemana. Mau beli, gak ada duit. Arrrgh.

Eits, bukankan satu paragraf (walau ngawur) sudah terwujud? Tadi katanya gak p unya ide, kok masih bisa bikin 1 paragraf begitu? Itulah yang dimaksud petunjuk menulis di atas. Tulis, tulis, dan tulis. Ini yang aku sedang lakukan sekarang.

Tak peduli isi tulisan gak jelas. Maksud dan tujuan gak jelas. Pilihan kata sekenanya. Mau setengah halaman atau 2 halaman penuh, aku gak peduli. Yang penting mewujud dulu. Minimal nambah koleksi posting blog tahun 2012 ini.

Moral of the story: jangan segan-segan, coretlah kertasmu semaumu, ketiklah komputermu, gerakkan jemarimu, latih agar otakmu bisa nyambung lagi dengan ujung jarimu.

Friday 3 February 2012

Bosan Sebagai Turunan Sifat Fana

Beberapa hari ini aku terusik sebuah pertanyaan: hal apa di dalam hidup ini yang tidak membosankan. Rasa-rasanya jawaban pertanyaan tersebut sudah cukup jelas. Tak ada. Selain karena dunia ini diciptakan dengan sifat fana alias tak kekal, kelakuan segala rupa yang ada di muka bumi dan luar angkasa (dunia) mestinyapun mengikuti sifat dasar itu.

Tetapi, ada rasa tak rela bila harus menerima jawaban itu. Masak siii ... tidak ada yang tak membosankan? Susah memang mencari contoh. Seorang teman menyebut making love adalah hal yang tidak membosankan baginya. Tetapi seorang teman lain mengatakan sebaliknya.

Akhir suka ria sebuah pesta sering digambarkan dengan istilah: after the party - ada nada putus asa dan nelangsa yang tersirat dari ungkapan itu. Selesai pesta, bosan.

Bosan dan bosan .. seringkali melanda hubungan suami istri. Hubungan keluarga. Pertemanan. Kerja dan kegiatan hobby sekalipun. Semua kena penyakit bosan.

Berdoa? Sholat? Ngaji? Jangan kira tak lekang dengan godaan bosan ini. Coba saja buktikan sendiri. Tetapi, Masya Alloh .. apakah urusan akhirat ini juga harus menyerah pada kebosanan? Sounds bad to me. Masalahnya .. ini urusan agamaaaa. Dan agama menjanjikan kedamaian dan kekekalan ...

... ntar dilanjutin deh ... mo segera keluar ...