Monday 16 April 2012

CAUTION: Instant Messages Kill Writers

Tulis status atau komen di Facebook tak perlu pakai mikir puyeng. Bandingkan bila nulis makalah, paper, atau skripsi. Peras otak deh. Di FB, asal njeplak juga boleh-boleh saja kok bila tak merasa perlu memikirkan reaksi pembaca. Bila tak punya ide, cukup copy paste status punya temen. Bila mau repot dikit, perlu bilang ‘Ijin copas yaaa..” Biasanya yang dimintai ijin akan membolehkan karena senang statusnya ada yang perhatikan.

Copy link juga asyik karena FB memudahkan segalanya. Judul tulisan/link akan tercetak tebal, ada teaser paragraf, dan thumbnail bisa dipilih-pilih. Link ke berita atau informasi keren dapat  bikin wall FB kita jadi keren juga. Semua di atas dilakukan tanpa perlu banyak mikir, kecuali (barangkali) memikirkan pulsa koneksi ke internet.

Ngetweet di Tweeter agak susah dikit. Ada batasan maksimal jumlah karakter. Ini perlu ekstra kreatifitas menggunakan kata-kata. Itu kalau mau repot. Yang gak repot, cukup nyeletuk satu dua kata, atau re-tweet punya orang.

Sekali lagi, tulis status dan komen di FB tidaklah susah. Nge-tweet juga gampang. Cukup pendek-pendek, klik, selesai. Permasalahannya adalah, apakah kondisi ‘gampang’ tak patut kita curigai sebagai pembunuh kreatifitas menulis bila suatu saat kita perlu nulis panjang? Seperti bila akan menjawab pertanyaan ujian essay di kampus? Atau tulis makalah, dan akhirnya skripsi?

Hmm .. biarlah pertanyaan ini dijawab melalui penelitian komunikasi oleh teman-teman dari jurusan komunikasi dengan spesialisasi media.

Coretan pendek ini buat sekedar menggelitik pikiran para pembaca untuk sedikit kritis pada fenomena instant messages semacam FB, Twitter, Yahoo Messanger, dll.

Pindah cerita.

Mengapa TV menarik? Karena penonton tak diharuskan memutar otak alias nonton TV gak perlu pake mikir berat. Cukup tekan tombol ON, duduk nyaman, mainin remote, pilih-pilih channel, ndlohom, cengar cengir, sesekali tawa ngakak, atau kadang sumpah serapah – semuanya dilakukan tanpa perlu energi otak terlalu banyak.

Ya iyalah .. memang salah satu kegunaan televisi adalah sarana hiburan buat jiwa dan raga yang telah seharian kerja. Tetapi tahukah kita, bahwa anak-anak kita kadang terlalu asyik mengkonsumsi acara televisi (banyak orang bilang ‘tak mutu’) serta menelan mentah-mentah apa yang mereka dengar dan lihat? Tanpa menggunakan otak mereka sebagai filter, atau barangkali karena otak mereka belum siap menjadi saringan buat diri mereka. Dan pada saat yang sama .. kita di manaaaaa? Kok tidak dampingi anak-anak nonton TV? Seperti yang disarankan pakar pendidik?

Ah, rupanya kita ada di sana. Di atas kasur empuk ruang tidur dengan AC ON menyebarkan hawa dingin penyaman raga. Sementara bibir kita senyam-senyum memandang layar BlackBerry, jari-jemari kita lincah  menekan tuts, kadang tanpa terlalu banyak berfikir tentang akibat dari kita bilang ini atau itu.

Ah, rupanya kita juga sedang asyik menikmati instant messages, kali ini pakai BB Messanger.

Lalu kapan nulis thesisnya kalau gini? Padahal nulis thesis perlu nulis panjang? Gak cukup satu dua komen yang kadang asal njeplak? AAARrrrrrgh … Mari tanya rumput yang bergoyang. Hihihihi.

Ketika Tak Ada Ide Mau Menulis Apa


Lama gak nulis. Memulai lagi terasa susaah banget. Sejam lalu, aku ada niat cerita tentang suatu teknik afirmasi positif (bagi diri pribadi) yang menggunakan kata I LOVE YOU untuk membangkitkan lagi rasa sayang (cinta) yang merupakan anugerah Tuhan kepada manusia, tetapi selala ini tertekan entah di alam yang mana karena sistem kehidupan dan keseharian kita tak memungkinkan cinta itu terasakan maksimal dan termanfaatkan dalam hidup kita.

Beberapa ide cerita sudah ada di benak. Terasa berputar-putar di kepala, menunggu pintu keluar yang tak jadi-jadi.  Memang, rangkaian kata pertama sudah muncul. Tapi tak sesuai keinginan. Edit sana edit sini, alhasil kalimat pertama tak pernah mewujud. Ide-ide yang sedari beterbangan di benak, sekarang mulai terasa melemah. Semoga tak lenyap saja.

Uugh ..

Muncul rasa iri pada diri. Beberapa tahun lalu, aku anggap diriku cuktup produktif menelurkan tulisan-tulisan pendek aneka topik untuk blog ini. Sekarang? Yanga da hanya rasa malu. Beberapa kali bikin resolusi awal tahun, ingin nulis apa adanya, setiap hari, tak kelakon juga. Ahh … (tutup muka deh).

Saat ini aku lagi ingat sebuah pelajaran nulis masa lalu, waktu semester awal kuliah di Jogja. Aku tak ingat dari mana sumbernya. Tetapi petunjuk itu masih aku ingat sampai sekarang. Kira-kira kata-katanya begini.

“Jangan berhenti menulis. Bahkan ketika kamu tak tahu lagi apa yang kamu ingin tulis, katakan itu dalam bentuk tulisan.”

Yang berikut ini adalah contoh tulisan yang berhasil diwujudkan (di pojok belakang ruang kuliah umum Wawasan Nusantara) dengan mengikuti petunjuk di atas: 

Aku gak tahu apa yang ingin aku tulis. Gak ada ide sama sekali. Otak terasa buntu. Ngantuk. Mana gurunya nyebelin. Dari tadi ngomong tak putus, berpura-pura yakin moral Pancasila dapat membuat Indonesia berubah dalam sekejap. Apa dia gak bosen ngomongin sesuatu yang ia tidak yakini. Kayak apa ya rasanya jadi si guru? Ah .. aku tak bisa nulis apa-apa.  Aku butuh suasana. Butuh pulpen beberapa warna. Yang aku punya ilang entah kemana. Mau beli, gak ada duit. Arrrgh.

Eits, bukankan satu paragraf (walau ngawur) sudah terwujud? Tadi katanya gak p unya ide, kok masih bisa bikin 1 paragraf begitu? Itulah yang dimaksud petunjuk menulis di atas. Tulis, tulis, dan tulis. Ini yang aku sedang lakukan sekarang.

Tak peduli isi tulisan gak jelas. Maksud dan tujuan gak jelas. Pilihan kata sekenanya. Mau setengah halaman atau 2 halaman penuh, aku gak peduli. Yang penting mewujud dulu. Minimal nambah koleksi posting blog tahun 2012 ini.

Moral of the story: jangan segan-segan, coretlah kertasmu semaumu, ketiklah komputermu, gerakkan jemarimu, latih agar otakmu bisa nyambung lagi dengan ujung jarimu.