Tuesday 25 March 2014

25 Maret 2014

Kemarin Aya ulang tahun ke 12. Titia bikinkan kue ulang tahun dengan lilin angka 1 dan 2. Lilin yang tak sempat dinyalakan. Aya buru-buru harus berangkat sekolah. Tetapi sempat doa bersama, dengan senyum senyum, hehehe, sementara Aya merengut tak begitu antusias dengan aktifitas 'perayaan' ultah. :D

Ada Ifa, juga kelihatan tak sabar mau berangkat sekolah. Ada Titia. Tentu aku sebagai pemimpin doa. Semoga Aya sehat dan selalu rajin belajar. Aamiin. Lagian ngapain sih acara tiup lilin jam 6.30 pagi, saat mau berangkat sekolah?

Hari ini tanggal 25 Maret. Aya ultah 24 Maret bukan alasan utama menulis halaman blog ini. Tetapi aku merasa perlu sekedar bikin coretan sedikit, sekedar mencatat bahwa hari ini aku ada tekad (yang tak begitu kuat) untuk mulai menulis proposal thesis yang sudah lama terbengkalai.

Semoga minggu depan, atau minimal akhir minggu pertama April 2014 aku sudah tersenyum karena dokumen setebal 50-60 halaman sudah terprint, berbentuk fisik, siap diajukan ke dosen pembimbing untuk minta saran sebelum diajukan untuk ujian Reading Course, satu langkah penting sebelum ujian proposal thesis. Semoga lancar. Aamiin.

Pekerjaan Budaya Tugas Semua Orang

Pekerjaan budaya adalah pekerjaan yang normalnya dilakukan selepas terpenuhinya kebutuhan pokok, sandang, pangan, dan papan. Terpenuhi artinya cukup. Tak berlebihan. Setelah kebutuhan fisik itu terpenuhi, barulah pekerjaan budaya dapat dilakukan.

Pekerjaan budaya sejatinya adalah kebutuhan untuk aktualisasi (dalam hirarki kebutuhan Abraham Maslow). Bentuknya macam-macam seperti membantu orang lain supaya dapat hidup layak, membaca buku sesuai bidang, menulis buku, mengajarkan ilmu, dll. Ada banyak jenis pekerjaan budaya yang semuanya bermuara pada kelanjutan manusia sebagai penghuni dan pemimpin di bumi.

Bagi sebagian besar orang, pekerjaan budaya tak bisa dilakukan sebelum kebutuhan dasarnya terpenuhi. Tetapi ada juga orang-orang tertentu, yang karena kebutuhan dasarnya terambil paksa (dirampas) sehingga tak terpenuhi, tetap dapat mengerjakan pekerjaan budaya. Misal Pramoedya Ananta Toer di Boven Digul dan para penulis, sejarawan, dokter, guru, dll. yang tetap dapat berkarya walau sandang, pangan, dan papan boleh dibilang kurang.

Ingat, tesis dalam paragraf pertama berlaku bagi sebagian besar orang saja. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa banyak yang sukses melakukan pekerjaan budaya walau kebutuhan dasar belum terpenuhi.

Tak apa. Yang penting misi tulisan pendek ini adalah mengingatkan pembaca tentang peran manusia dalam juga melakukan tugas-tugas budaya, supaya energi serta pikiran tak hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang disebut banyak orang sebagai kebutuhan perut dan bawah perut saja. Sudah saatnya kita mulai berfikir dan mengarahkan energi dan kesempatan untuk mewujudkan kebutuhan dada (spiritual) dan otak (logika) demi kelangsungan hidup manusia di bumi.

Sukses itu Mudah

Dengan asumsi Tuhan beri kesempatan umur 60 tahun bagi setiap anak manusia untuk hidup dan berkarya (bukan cuma 10 tahun lho), maka sebenarnya itu adalah waktu yang cukup buat bikin hidup 'sukses'.

Sukses adalah hidup berkecukupan sandang, pangan dan papan (ingat lho: bukan berkelebihan) . Lalu bisa bantu saudara, teman,dan orang lain untuk juga ikut sukses. Juga punya kesempatan untuk kegiatan yang bermanfaat kelanjutan sejarah manusia (budaya). Plus tentunya bagi yang percaya Tuhan, bisa tenang menjalankan perintah Tuhan. Mudah bukan?

Caranya: giat belajar, kerja keras, manfaatkan waktu, tak menunda-nunda tugas, selalu positif, dan bagi yang beragama, baca dan jadikan kitab suci sebagai pedoman.

Sayangnya, kondisi masing-masing (ada yang difable, ada yang sakit-sakitan, ada yang secara fisik dan mental 'kurang') bikin proses menuju sukses tadi menjadi berbeda jalannya (bukan lebih gampang atau lebih sulit lho - cuma berbeda).

Lalu ada pula kondisi-konsidi eksternal yang juga mempengaruhi proses menuju sukses tadi. Misal kondisi sosial, politik, bencana alam, banyak tidaknya teman, riwayat pertemanan, kondisi keluarga, dan hal-hal lain di luar diri individu.

Maka dari itu, pendidikan atau proses tumbuh kembang harus memberi kesempatan bagi setiap anak manusia untuk dapat berproses menuju sukses menyesuaikan dengan kondisi fisik dan mental masing-masing, plus adanya upaya fasilitasi orang dewasa dan institusi (negara maupun masyarakat) untuk membantu supaya kondisi ekternal tak terlalu mengganggu, bahkan dijadikan pendukung.

Kesempatan usia 60 tahun dapat dibagi sbb:
1) mendapatkan pengasuhan dini yang baik (sampai usia sekolah - kira kira usia 7 tahun)
2) mendapatkan sekolah di tempat yang bikin berkembang, berwawasan luas, dan kesempatan berteman banyak dan sibuk berkegiatan positif (12 tahun sekolah dasar dan menengah)
3) berkesempatan kuliah di tempat yang bikin senang dan kreatifitas terpupuk dan terfasilitasi (kira-kira 4 tahun)
4) mendapatkan kesempatan kerja atau bikin usaha mandiri selama sekitar 5-7 tahun sukses deh .. :D

Diperlukan waktu total 23 tahun dari lahir danmenamatkan sekolah, lalu 7 tahun untuk berkarya menyiapkan pondasi sukses.

Pada usia 30 tahun sudah bisa mencukupi sendiri kebutuhan hidup, tak memberatkan orang lain, bisa mandiri dan juga dapat membantu orang lain. Enak bener hehehe. Lalu ada 10 tahun ke depan untuk memapankan kesuksesan sehingga pada usia 40 tahun ++ sudah tak mikir makan. Sudah sibuk urus hobi dan membantu orang lain serta mengerjakan tugas-tugas kemanusiaan dan kebudayaan serta berbakti pada Tuhan. Usia 60 tahun dimatikan sama Tuhan sudah nggak penasaran lagi ... :D

Catatan #1: ada anak manusia yang tak punya kesempatan untuk sekolah bahkan sekedar hidup layak oleh karena kemiskinan atau faktor lain. Di sini diperlukan bantuan pihak lain, individu, kelompok, atau negara agar ia mendapatkan kesempatan sama untuk sekolah dan hidup layak.

Catatan #2: sekali lagi, sukses adalah hidup berkecukupan, sandang, pangan, dan papan serta dapat beraktualisasi diri dan sempat menjalankan kehidupan spiritual. kalau sekedar itu, mestinya banyak orang yang akan mampu, Insya Allah. Cuma ada pula faktor godaan berupa hawa nafsu (syaiton mungkin juga berperan) dan keserakahan bikin ingin berlebihan sehingga hak-hak orang lain terambil. Ini yang bikin sukses bagi semua menjadi tak tercapai ...

Monday 24 March 2014

Lapangkan Jiwa dengan Jalan Kaki, Naik Sepeda, Telusuri Rel, atau Naik Perahu

Aku suka jalan kaki. Selain bikin sehat badan, juga bikin pikiran lapang. Bagaimana bisa?

Dengan jalan kaki, terutama blusukan keliling kampung, kita bisa saksikan ragam manusia, ragam wajah, ragam cara hidup, ragam cat rumah, ragam pagar, ragam pintu gerbang, ragam jendela, ragam halaman dan pepohonan yang tumbuh di dalamnya, dan rupa-rupa hal yang mungkin tak terbayangkan sebelumnya. Bukankan menyaksikan dunia beragam bisa bikin pikiran tak sempit?

Aku ingin punya sepeda lipat yang bisa aku masukkan ke dalam mobil bila sedang keluar kota.

Pasti akan ada waktu untuk sekedar blusukan sejam dua jam naik sepeda keliling kampung di sekitar hotel, rumah saudara, atau rumah teman tempat menginap. Pasti pemandangan kampung di sini beda dengan pemandangan kampung tempat tinggal kita sehari hari.

Kalau tak punya sepeda, jalan kaki tetap bisa dilakukan. Tetapi dengan sepeda, jangkauan bisa lebih luas. Dan ini berarti lebih banyak lagi pemandangan yang dapat dilihat. Makin banyak yang dilihat, makin luas pula pikiran. Begitu bukan? Hehehe.

Urusan pemandangan berbeda, demi memperluas pikiran atau melapangkan jiwa, aku selalu berkinginan suatu saat bisa jalan kaki telusuri rel kereta. Memandang jalanan dari mobil berbeda dengan dari atas kereta. Apalagi kalau jalan di sepanjang jalur kereta. Akan banyak didapat pemandangan 'back street' dalam arti sebenar-benarnya. Pemandangan dari arah belakang.

Contoh: bayangkan sebuah jalan bernama Jend. Sudirman di sebuah kota. Pemandangan yang tersaji dari arah jalan, depan toko atau rumah di pinggir jalan, pasti terlihat 'biasa' - dan akan berbeda bila rumah atau toko yang sama dilihat dari belakang.

Pemandangan sepanjang rel kereta termasuk dalam 'back street' - akan banyak hal terungkap dengan melihat manusia, rumah, aktifitas dari belakang 'back street' tadi. Coba deh kalau tak percaya.

Naik perahu? Buat perluas pandangan? Tentu saja ini juga hal menarik untuk dilakukan. Naik perahu di sini adalah menyusuri sungai besar atau menyususi bibir pantai. Ini agak mahal dan butuh keterampilan mengemudikan perahu tentunya. Bisa dilakukan berombongan buat penghematan bila harus sewa perahu atau beli bahan bakarnya.

Tetapi pasti menarik sekali dapat menyaksikan pemandangan pinggir kiri dan kanan sungai atau pinggir pantai dari arah pantai. Biasanya kan dari arah sebaliknya (memandang sungai atau memandang lautan). Kali ini lakukan kegiatan memandang daratan lewat air. Jamin deh bisa memperluas pandangan, melapangkan jiwa, mengusir pikiran cupet, sempit, dan mengusir jutek. :D Kapan?

Sunday 23 March 2014

Tiga Modal Dasar Menulis

Menulis itu mudah bila kita paham apa yang akan kita tulis, punya bahan untuk ditulis. Bila tidak punya, lalu mau nulis apaaaa? Hehehe.

Bahan itu berarti apapun yang diserap panca indera, yang dibaca, yang didengar, yang dicecapi, yang dibaui, yang dirasakan, dan juga apapun yang merupakan hasil analisis semua bahan yang diperoleh tadi.

Kata Kunci #1 Punya Bahan
-------------------------------------------------------

Punya bahan banyak tetapi konstruksi ide tak ada, maka tulisanpun sulit mewujud. Diperlukan mind map / peta pikiran tentang apa yang dipunyai tadi.

Peta tersebut dimulai dengan ide pokok tentang apa yang akan ditulis, misal tentang CSR (Corporate Social Responsibility) yang kemudian dibuatkan cabang pikiran menjadi (misalnya): pengertian CSR, praktek CSR selama ini, manfaat CSR, masa depan CSR, dll.

Cabang besar di atas lalu dibuatkan cabang kecil atau ranting. Misal: Manfaat CSR bisa menjadi (1) bagi pemerintah, (2) bagi perusahaan, dan (3) bagi masyarakat.

Bila konstruksi pikiran ini sudah terpetakan, maka menulis akan menjadi sesuatu yang menyenangkan karena ada pedoman yang akan membimbing proses penulisan (dan juga sebagai pedoman dalam pengumpulan bahan tambahan. Proses menulis tak terbatas menuangkan ide, tetapi juga pengayaan ide dengan hal-hal baru yang sebelumnya tak terpikir/tak ada.)

Kata Kunci #2 Konstruksi Ide Tulisan
-------------------------------------------------------

Bila sudah punya bahan, bahkan sudah terpetakan dalam peta ide (mind map), yang dilakukan selanjutnya adalah proses menulis. Proses menulis adalah upaya menjalin bahan-bahan yang dimiliki menjadi kalimat, paragraf, halaman demi halaman, dan selesai dalam satu judul.

Untuk bisa melakukan hal ini, tentu penulis perlu memiliki keterampilan menulis. Keterampilan menjalin ide, pokok pikiran, contoh pendukung, hasil analisis, dll. menjadi bacaan indah penyampai makna yang efektif dan sekaligus efisien.

Untuk yang terakhir ini, penulis harus rajin-rajin berlatih menulis, melatih jari jemari mengetik apa-apa yang terbetik di fikiran, menyusun menjadi bacaan yang tak bikin pembaca menguap.

Oh ya, salah satu yang sangat mendasar untuk diingat oleh siapapun yang sedang membangun keterampilan dalam menulis adalah tentang mechanics atau aturan bahasa seperti penggunaan huruf besar, tanda titik koma, kata sambung dll. Selalu periksa ketikan jangan sampai ada thypos atau salah ketik - hal-hal kecil yang dapat merusak nuansa. :D

Kata Kunci #3 Terampil Menulis
-------------------------------------------------------

Itulah 3 hal yang menurutku diperlukan oleh siapapun yang tertarik membuat karya tulisan.

Tentu ada banyak hal-hal lain semisal kesehatan (kalau sakit keras kan tak bisa nulis), mood yang bagus, alat menulis yang cocok (ada lho yang tak bisa mengeluarkan idenya bila pakai komputer dan tetap setia menggunakan mesin ketik lama - katanya suara cetok cetok mesin ketik bisa bikin otak encer), suasana tempat menulis (misal di gunung nan sepi bisa bikin lebih produktif dibanding di tempat ramai), dan lain-lain.

Terakhir: mari mulai dengan mengetik satu huruf, satu paragraf, satu halaman. Semua karya tulis penulis besar dunia pasti dimulai dengan ketikan atau coretan pertama. Kalau tak dimulai, lupakan saja ide menjadi penulis yang punya karya. Mudah bukan?

TIPS: teringat Cik Gu Andreas Harsono yang bilang (kira-kira begini): kalau sebuah tulisan sudah selesai, bacalah dengan keras. Uji dengan lidah apakah tulisan itu enak dibaca. Uji dengan telinga apakah tulisan itu enak didengar. Bila lidah dan telinga nyaman dengannya, tulisan sudah layak diterbitkan (walau hanya untuk kalangan sendiri juga tak apa-apa hehehe).

Pensil Pendek Lebih Panjang dari Ingatan Manusia

Berkelana membaca ulang beberapa postingan lama, aku dikagetkan kenyataan bahwa banyak dari apa yang aku tulis tak lagi aku ingat.

Sebut saja tulisan tentang Intramuros dalam halaman blog ini http://aunulfauzi.blogspot.com/2009/07/intramuros-manila.html coretan tertanggal Juli 2009 - sekitar 5 tahun lalu.

Aku tentu ingat bahwa aku pernah ke tempat terkenal di Manila itu. Aku juga ingat mampir makan siang di sebuah cafe di dalamnya. Aku ingat aku ke sini diantar sopir kantor kami (dari Los Banos). Aku ingat merasa bebas berjalan ke sana kemari karena Pak Sopir tidak ikut. Sebagai orang lokal dan sudah sering antar tamu ke sini, beliau mungkin sudah bosan kalau ikut blusukan menjelajahi koleksi sejarah masa lalu Filipina yang tersimpan dalam Intramuros. Aku ingat banyak hal. Tetapi sepertinya lebih banyak lagi yang aku lupa.

Pertama-tama tentu janjiku dalam salah satu paragraf tulisan itu untuk memberikan deskripsi singkat tentang 27 lokasi dalam kompleks bersejarah itu. Aku tak lakukan apa apa untuk memenuhi janji itu. Aku sama sekali tak ingat aku pernah berjanji. :D Tetapi bukti tertulis menyatakan aku berjanji. Nah loh.

Lalu nama-nama itu. Port Santiago sampai Plaza San Lusi Complex, tempat apa pula itu. Pasti waktu aku sedang berada di Intramuros, semua jelas dan aku bisa cerita banyak hal tentang masing-masing tempat itu.

Kenapa waktu ingatan masih fresh, aku tak segera menulis tentang semua itu? Hiks ...

Sekarang aku tak ingat lagi apakah aku mampir ke Intramuros dalam perjalanan pulang kembali ke Indonesia ataukah memang secara khusus datang dari Los Banos ke Manila sebagai sebuah kunjungan wisata (dalam dinas) .. :) Tak bisa aku ingat.

Apa lagi yaa yang tak aku ingat? Tentu aku lupa apa yang aku TIDAK ingat. Pertanyaan tak bener nih . Hehehe.

Dari nulis ini semua, aku teringat sebuah pepatah (katanya dari Cina) yang aku jadikan judul tulisan ini, tentang perlunya segera menuliskan segala sesuatu supaya tak lupa. Ide, janji, rencana, hutang, piutang, resep, atau apa saja yang pasti menyenangkan bila kita tak sampai lupakan.

Tips: sediakan buku kecil. Harus kecil. Supaya bisa masuk dalam tas. Bawa kemana mana, tulis apapun di dalamnya. Jangan sampai hilang. Karena ingatan anda ada di sana. Kalau buku itu hilang, maka anda termasuk hilang ingatan.

Tuesday 11 March 2014

Kebelet 365 Kali dalam Setahun?

Belakangan, aku hanya menulis bila sedang merasa ada 'urgent feeling to write' yang mirip kebelet ke kamar mandi. Bila tekanan itu datang, aku akan segera duduk depan komputer, ngetik, beres. Tak butuh waktu lama. Setelah itu lega. Seperti juga aktifitas di kamar mandi, kalau sudah selesai ya selesai. Dipaksa keluar juga gak akan ada yang keluar.

Mengandalkan datangnya kebelet tentu bukan cara yang bagus untuk meningkatkan produktifitas menulis. Kalau kebelet kamar mandi, normalnya terjadi 1 kali dalam  24 jam. Dalam setahun ada sekitar 365 kali ke kamar mandi. Lumayan banyak kalau itu adalah judul tulisan.

Tetapi untuk kebelet menulis, ternyata faktor pemicunya kadang tak ada. Tak lagi sering bepergian. Atau hanya berkutat dengan hal-hal yang sudah pernah dilakukan. Tak ada yang baru. Tak ada topik baru. Tak membaca buku. Tak ketemu teman diskusi yang bisa menstimulir otak. Sibuk dengan hal-hal yang tak pakai otak. Walhasil kebelet dalam arti urgent feeling to write tadi tidaklah terjadi sesering kebelet ke kamar mandi. Ah.

Kejumudan. Itu kata yang sering dipakai untuk menggambarkan kemunduran berfikir. Aku mempersonifikasi kata JUMUD sebagai sesuatu yang mandeg, bergerak sangat lamban bahkan cenderung diam, buntu, dan itu-itu saja. Tak ada jalan keluar. Ia tak jumud hanya bila diledakkan. Ketika ledakan terjadi, kerangkeng kebuntuan fikiran menjadi seakan lepas. jadi ringan.

Aku butuh ledakan.

Meledakkan diri sendiri bisa dilakukan dengan melakukan hal-hal yang tak pernah dilakukan. Jalan-jalan ke tempat-tempat asing. Yang penting bergerak. Karena kejumudan adalah kondisi tak bergerak. Menghilangkannya tentu dengan bergerak, walau sekedar bergeser, ataupun beringsut.

Aku butuh bergerak. Bergeser, atau beringsut.

Yah .. inilah hasilnya. Tulisan tentang jumud jumud dan jumud. Sekedar menggerakkan jari.

(Teringat ketika kuliah dulu di Jogja, bila tak tahu mau menulis apa, aku akan tulis .. 'aku tak tahu apa yang bisa aku tulis, oleh karenanya aku menulis apa yang bisa aku tulis yaitu menulis tentang ketidakbisaanku menulis' .. begitu berulang ulang sampai 'ajaib-nya' tiba tiba muncul satu dua ide menulis yang kemudian aku bisa lanjutkan - bila mau).

Ah, mungkin otak juga butuh digoyang-goyang dikit. Semacam dipancing. Dengan pancingan yang paling membosankan sekalipun, dan ia akan sedikit beringsut, bergeser, bergerak dan lalu bergerak. Barnagkali yang kita perlukan adalah sedikit menyentilnya? Sentilan yang direspon dengan ingsutan lemah, permulaan dari semua gerakan besar?

Nah ... mari menulis apapun yang ingin jari ketikkan. Tak punya makna sekalipun, tak apalah. Asal beringsut. Dan yang penting 1 judul blog sudah selesai. Tak ada maknanya. Tak apa-apa. Alhamdulillah. :D

TAMBAHAN:
Apakah males menulis ini ada kaitannya dengan kesibukan kerja 'fisik' yang tak banyak memerlukan kontemplasi? Yang tak menyisakan kesempatan untuk merenung, menghayal, dan bermimpi? Bisa jadi ya. karena aku ingat ketika masih ikut kuliah kelas komunikasi - otak terstimulir dan kalau ada wahana menulis, pasti ada banyak yang tercipta .. Oh iya, in ipenting .. wahana adalah faktor kedua. Bila ada wahana yang friendly, mudah dipakai, tak bikin bingung, tulisan juga bakal mengalir. (Aku inget semasa kuliah komunikasi, aku ciptakan blog buat nulis pelajaran - lumayan produktif, tapi semenjak tak ada lagi kelas, berhenti total. Bener kan?) Bener .. kita butuh stimulir dan wahana ... ini penting .. catat!!