Sunday 7 June 2015

Bila Tak Ingin Hidup Menderita, Perhatikan Tiga Hal Ini

Ada beberapa hal yang harus dicermati bila tak ingin menderita dalam hidup. Apa arti tak menderita? Tentu hidup bahagia, tercukupi kebutuhan hidup, dan memiliki waktu untuk bersyukur pada Tuhan.

Apa saja hal-hal tersebut?

1. Menunda-nunda Pekerjaan
Ini musuh paling utama yang seharusnya dapat dikalahkan oleh siapapun yang tidak ingin menderita dalam hidup.

Bagi adik-adik pelajar, segeralah menyelesaikan PR sesampai di rumah. Ya .. pada hari PR diberikan. Tak perlu nunggu besok. Ini akan membuat hidup terbebas dari beban. Beberapa pelajar yang rajin malah memanfaatkan waktu istirahat di sekolah untuk mengerjakan PR. Mereka tergolong pelajar yang berbahagia. Di rumah mereka tak perlu lagi diganggu kecemasan PR belum selesai.

Salah satu hikmah sholat Isya awal waktu adalah tidur malam yang tenang. Bila belum sholat Isya, rasanya tidur penuh mimpi tak karuan. Bangun-bangun badan terasa tak segar. Coba saja dibuktikan.

Bagi mahasiswa, menunda menyelesikan tugas kuliah, apalagi skripsi (tak peduli alasan apapun, termasuk sibuk mengurus aktifitas lain), dapat membuat badan kurus dan jiwa tak tenang berkepanjangan.

Bagi mahasiswa S2 yang beban kuliah sudah selesai, sisa cuma thesis, bila menulis dan meneliti ditunda-tunda, maka siap siap saja merasa terganggu saat mengerjakan hal-hal lain yang menyenangkan (misal saat bekerja di tempat kerja, saat bersama teman menikmati hobbi, atau sekedar bersantai di rumah). Thesis ibarat beban yang terus menggayut fikiran. :D

2. Membiarkan Mengalir Seperti Air
Banyak orang bilang, mari kita biarkan hidup mengalir apa adanya. Ikut saja arah angin, ke kiri dan ke kanan. Maka hidup akan terlepas dari tekanan.

Itu mungkin benar bagi sebagian orang yang berprinsip hidup stel kendo (Bahasa Jawa yang berarti santai saja - tak usah terlau stres bila ada masalah). Tetapi tentu prinsip ini tak berlaku bagi orang-orang yang memiliki cita-cita yang belum kesampaian.

Misal, karyawan yang punya target menyelesaikan 5 proposal dalam 1 minggu, tentu tak dapat berharap air dan angin akan membantu menyelesaikan tugasnya. Bagi yang ingin menabung selama 1 tahun sehingga bisa mengumpulkan cukup duit untuk beli sepeda motor, tentu tak dapat berharap lembaran rupiah akan sampai karena diantar gelombang air atau ditiupkan angin.

Karyawan di atas perlu bekerja, menyelesaikan proposal. Kita harus menabung uang supaya terkumpul jumlah yang diperlukan untuk sebuah cita-cita. Tak bisa hanya leha-leha, lantas maksud dan tujuan akan tercapai dengan sendiri. Itu kata orang Inggris: nonsense!

3. Menjalankan Hidup Perlu Memiliki Tujuan
Bila tak ingin hidup menderita, tak ingin seperti bahtera yang terombang-ambing di lautan karena kehilangan arah menuju pelabuhan yang diinginkan, maka milikilah tujuan.

Tujuan berperan ibarat kompas bagi kapal. Ibarat titik penanda tempat dalam GPS bagi pengendara mobil. Ibarat kitab suci bagi pemeluk agama. Tujuan adalah pembimbing untuk mencapai yang diinginkan.

Apa saja yang bisa menjadi tujuan dalam hidup?

Bila ingin masuk surga dan terhindar dari neraka, maka jalani hidup sesuai dengan petunjuk agama. Masuk surga adalah tujuan hidup yang akan menjadi kompas bagi hidup yang dijalani.

Bila ingin sukses bisnis (tujuan), maka sikap tak kenal menyerah dalam mencoba berbagai formula dan ide-ide bisnis harus lekat pada diri. Ingat selalu tujuan tersebut. Tujuan itulah yang akan menjadi kompas dalam menapak aktifitas, menjalankan roda bisnis sampai sukses.

Bila ingin selesai S1 atau S2 tepat waktu, dan ini dijadikan sebagai tujuan, maka rajinlah belajar, rajinlah mengikuti kuliah, rajinlah menyelesaikan tugas kuliah, banyaklah baca buku, banyaklah bergaul dengan ahli ilmu, dll. Niscara tujuan akan tercapai.

Singkat kata: bila ingin hidup bahagia, tak menderita, maka 1) jangan menunda pekerjaan, 2) hidup harus punya rencana, dan 3) hidup harus punya tujuan, Setuju?

Thursday 28 May 2015

Bagaimana Cara Menulis?

Semalam ada teman tanya lewat WA (WhatsApp) buku pedoman apa yang cocok untuk mengajarkan menulis dalam Bahasa Inggris. Aku jawab tak bisa jawab karena aku tak punya pengalaman mengajar. Apalagi mengajar menulis dalam bahasa wong londo tersebut.

Cuma tiba-tiba aku memanjang-manjangkan jawaban dengan menjelaskan bahwa pada dasarnya menulis dalam bahasa apapun sama saja. Sama-sama memerlukan skill menulis, keterampilan menjalin kata demi kata untuk menyajikan ide. Nah .. itulah yang perlu diajarkan kepada anak didik. Tak peduli bahasa apapun yang dipakai.

(Aku belum cek WA lagi. Entah apa respon teman tersebut. Yang jelas tiba-tiba pula pagi ini aku pingin menulis tentang menulis. :D)

Skill menulis. Teori yang menjelaskan tentang keterampilan (atau lebih tepatnya: teknik) menulis dapat dibaca di banyak tempat. Termasuk di dalamnya bagaimana memulai tulisan, penggunaan dan pemilihan kata, teknik menyusun ide, teknik plot, teknik mengakhiri tulisan, dll. Ada banyak penjelasan tentang skill tadi. Silahkan cari di internet.

Tetapi, urusan skill mau tak mau harus menerima hukum alam: terampil karena banyak latihan. Hal apa saja yang dapat dilakukan supaya terampil menulis? Latihan, latihan dan latihan. :D

1) Latihan menulis apa saja, tak peduli panjang pendek, benar salah. Pokoknya menulis. Mulai dengan menuliskan perasaan, menuliskan deskripsi suatu benda, menuliskan alur cerita (semisal: bagaimana menuju kantor pos dari rumah sendiri.), dll.

2) Membaca banyak hal. Seseorang terkenal (aku lupa baca di mana) bilang: bacalah banyak buku, maka kata-kata akan lahir deras dari mulutmu. Tentu juga akan deras dari papan ketik atau pena yang kita pakai menulis.

3) Jangan takut salah. Menulislah. Sekali lagi menulislah. Lama-lama jari ketik (alat tulis) akan makin sinkron dengan otak (sumber ide).

4) Kalau punya teman, ajak obrol tentang tulisan orang maupun tulisan sendiri. Mintalah pendapatnya. Apakah tujuan penulisan kita sudah sesuai / dapat dirasakan oleh pembaca.

Itu saja kali .. :D

Monday 19 January 2015

DERU DEBU (Tentang Seorang Lelaki)

Seorang bapak muda hati-hati menaiki angkot yang kutumpangi. Badannya kurus. Pipinya bukan pipi orang yang berkecukupan makan. Pinggangnya tampak membayang ramping dari kaos putih merah berkerah yang ia kenakan. Sesosok anak perempuan, nampak ringan, terlelap dalam dekapannya. Sesaat kemudian, seorang perempuan ikut naik angkot. Istrinya. Membawa tas perlengkapan untuk si kecil. Mereka duduk berdampingan tak bersuara di bangku angkot di sisi pintu masuk. Walau di angkot hanya ada satu penumpang lain, duduk di hadapan mereka, aku yang di pojok belakang sopir, mencoba mengerutkan badan, memeluk ransel, berharap memberi ruang lebih pada mereka. Ah .. selega apakah sebuah angkot di senja yang mulai gelap?

Adzan magrib sudah lama berlalu. Ini adalah sebuah cerita silam. Di Parung Bingung, dalam angkot jurusan Parung - Depok. Aku sedang perjalanan pulang dari kerja di Bogor.

Aku tak sanggup melihat mata sang bapak. Mata nanar bersorot pendek, nampak sarat dengan beban yang membuat bibirnya tak dihinggapi senyum. Mau kemana mereka? Pulangkah? Dari mana? Apakah sedang mencari dokter untuk anaknya? Atau menjenguk saudara jauh? Aku hanya bisa menebak: kalaupun sedang perjalanan pulang, mereka akan sampai rumah paling cepat 1 jam lagi. Angin di luar menderu membawa butiran air hujan. Belum deras. tetapi sudah bikin khawatir. Mata nanar itu makin nanar saja. Semoga mereka membawa payung.

Yang ingin aku ceritakan di sini adalah dekapan hangat, pelukan erat sang bapak melindungi anaknya dari dingin yang menerabas pintu dan jendela angkot. Aku punya dua anak perempuan. Aku bisa merasakan apa yang dirasakan si bapak. Memberikan segala apa yang dipunya untuk buah hatinya. Menyalurkan sisa sisa hangat dada kerempengnya untuk si kecil. Tak peduli badan sendiri menggigil digigit angin. Bapak yang sayang anak. Sayang keluarga.

Kadang di jalan aku papasan dengan seorang ibu yang 'bekerja berat' sementara suaminya seperti tak peduli. Dengan satu anak dalam gendongan dan tangan kiri membawa tentengan, si ibu masih direpotkan memegang tangan satu anak kecilnya yang meronta ingin melepaskan diri. Sang suami tetap saja lenggang kangkung dengan rokok di tangan. Mungkin fikirnya tentengan dan anak adalah tugas istri. Yang aku lihat di angkot adalah hal sebaliknya. Seorang bapak, seorang suami, lelaki yang sayang pada anak dan istrinya, 

Kupalingkan wajah, menyembunyikan air mata yang menggenang. Tak sanggup aku berbuat apa apa untuk sekedar membantu mereka. (Kok gak terpikir ya mentraktir mereka ongkos angkot) :D ... Semoga asumsiku tentang keadaan mereka yang penuh keprihatinan salah ..

(Cerita ini didedikasikan untuk para lelaki, bapak yang sayang anak-anaknya, juga suami yang sayang pada istrinya, siapa lagi kalau bukan kita semua).