Tuesday 29 September 2009

Drama Rumah Atas

Bangunan lantai dua belum juga kelar. Masih banyak yang diperlukan. Rasanya susah. Pertanyaan sama yang selalu muncul, "Dari mana dapat uang untuk beli material?"

Hari ini para tukang sudah kembali kerja. Ada Pak Agus, Arif, Riki, dan Nana, semua dari Garut. Hari ini pula aku mulai menghitung kebutuhan selanjutnya:

1. Kayu lisplang: 1.5 juta
2. Pintu 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi: 2 jt
3. Engsel jendela dan pintu-pintu: 1.5 juta
4. Cat tembok: 1.5 juta
5. Cat kusen jendela dan pintu: 1.5 juta
6. Pasir 1 truk: 1.5 juta
7. Keramik lantai ruang tengah dan 2 kamar: 5 juta
8. Keramik kamar mandi: 1.5 juta
9. Kloset, wastafel, perlengkapan keran kamar mandi: 3 juta
10. Ongkos para tukang sebulan: 7 juta

"Totalnya itung sendiri ya say," begitu bunyi SMS-ku ke istriku.

Naning menjawab singkat, "Hwoaaaa dan hiks."

Begitulah drama pekerjaan pembangunan lantai dua rumah kami yang sudah dimulai sebulan sebelum Ramadhan kemarin. Pekerjaan terus berlanjut dan nggak tahu kapan berhenti karena bangunan bawah sebenarnya juga masih belum beres atau dalam bahasa para tukang "belum rapi".

Tetapi, haruskah sampai rapi? Hmmm .. mungkin ya dan mungkin nggak. Tergantung ada duit atau nggak. Kalaupun semua sumber duit (termasuk hutangan) sudah mengering, gak rapipun pekerjaan akan dihentikan. Ketimbang malah jadi masalah di kemudian hari bukan?

Hari Bersejarah

Gak berencana menulis apa-apa tentang hal ini. Tetapi sayang juga kalau dilewatkan. Siapa tahu bisa jadi kenangan di masa yang akan datang. Kenangan akan hari ini, 29-09-2009, hari yang bersejarah bagiku.

After a quick telephone chat with my wife Naning yesterday, she texted a message, "He3x, we've made a big, serious, n critical decision. With relax mode ya say."

I went on drafting and sending an email to my supervisor, an email about me finally deciding to quit from work. With my current financial situation, life may not be easy anymore. But remembering my only reason, my two daughters - yang makin besar dan sudah pinter 'melawan', I think I am happy with this decision.

Monday 14 September 2009

Nur ... Kita Akan Berjumpa Lagi

Hari ini Nur pulang. 14 September 2009. Setelah hampir 5 tahun bekerja di keluarga kami. Dia akan menikah November nanti. Aku merasa kehilangan. Rasanya salah satu anggota keluarga baru saja pergi. Dadaku terasa sesak.

Walaupun aku menguatkan hati dengan mengingat-ingat ini adalah bagian dari rencanaku dan istriku Naning untuk membuat anak-anak mulai mandiri, untuk tidak selalu tergantung pada Nur, tak bisa kutolak rasa sedih ini.

Nur telah bersama kami dalam banyak peristiwa. Dari mulai menempati rumah kecil yang kami sewa, lalu beli tanah dan bangun rumah yang sekarang, menempatinya sejak sebagiannya masih berlantai tanah. Nur menemani aku, dan dua anakku, Ifa dan Aya, saat ibu mereka kerja di Aceh. Menemani kami ketika Kancha Aprilian, anak kami ketiga, lahir untuk kemudian dipanggil lagi oleh Yang Maha Kuasa. Nur telah menemani kami dalam banyak peristiwa.

Mataku berkaca saat bersamalan dengan Nur. Aku takut mengeluarkan suara, malu terdengar serak. Kulihat Nur mentupi matanya. Dia mencoba mengarahkan pandangan untuk yang terakhir kalinya, ke arah kamarnya.

Aku tahu dia menahan isak. Setahun lalu, ketika ia pulang mudik, ia menangis sesungukan di tempat menunggu bis, seakan tak mau berpisah dengan kami. Tak bisa kubayangkan rasa sedihnya kali ini. Ini adalah pulang mudik, tapi tidak untuk kembali lagi.

“Ah .. kamu kan bakal sering main ke sini … Sering-sering main ya …” kucoba berkata pelan, berusaha tegar. Kata-kata itu bukanlah untuk menghibur Nur, tapi sebenarnya untuk mengingatkanku bahwa Banjarnegara, asal di Nur, tak jauh dari Depok. Bahwa setiap saat Nur bisa datang kalau dia ingin menengok kami, atau bila kami ingin dia datang mengunjungi kami.

Datang ke Depok? Ke rumah ini? Mungkin tidak akan menjadi perkara mudah buat Nur karena November nanti, ia sudah menjadi istri Eko, bujangan Temanggung yang dikenalnya tak sampai setahun lalu. Dari Nur aku dengar Eko memintanya untuk berhenti bekerja setelah menikah nanti. Bagaimanapun juga, tentu itu hal yang sangat mudah dimengerti. Bagaimana mungkin suami istri, penganten baru, hidup berpisah?

Keputusan pulang dan menikah merupakan satu hal yang akan aku kenang dari Nur. Walau jarang ngobrol mendalam dengannya, aku tahu dia sangat berani dengan keputusan ini. Eko belum punya pekerjaan tetap, begitu Nur bercerita suatu ketika. Dan Nur belum tahu ia akan kerja apa untuk kehidupannya kelak.

“Tapi tak tahulah nanti,” begitu kata Nur.

Nur Laela, itulah nama lengkap Nur. Saat ini usia hampir 21 tahun. Aku ingat sorotan matanya, mata cemas, mata seorang anak kecil, melayangkan pandangan sekilas, kepadaku yang duduk di belakang kemudi mobil Panther kami, 5 tahun lalu, malam-malam berhujan, ketika kami menjemputnya, di rumah kakaknya di Banjarnegara.

Nur Laela, hanya tamat SMP, seorang piatu, ibu meninggal dan bapak kawin lagi, bersedia kerja bantu kami di rumah. Ah .. aku masih ingat sorotan mata cemasnya. Dan waktu itu, ingin kuingatkan padanya, jangan kawatir, keluarga kami bukan keluarga ndoro seperti dalam sinetron. Kami sama saja denganmu, sama-sama berasal dari desa, kebetulan saja terlempar ke Jakarta untuk mengadu nasib, dan kebetulan pula kami merasa perlu seseorang di rumah menjaga anak-anak dan mengurus rumah, selagi kami kerja.

Ah itu masa lalu. Tapi aku juga heran, betapa sorot mata Nur malam itu tak pernah lenyap dari ingatanku yang pendek. Betapa 5 tahun terasa hanya seperti kemarin saja.

Kulihat Nur menuju pintu depan. Dia menatap teras kami yang tak rapi. Menyapu halaman depan hanya untuk merasakan kesedihan kian dalam. Aku bisa mendengar isak tertahan. Aku di belakangnya. Ikut-ikutan memandang sekeliling. Sebentar lagi, rumah ini akan kehilangan seorang anggotanya. Ironis, ketika rumah ini hampir jadi, dan ketika ia siap dinikmati, salah satu penghuninya pergi.

Nur pulang. Aku sekeluarga sudah tahu sejak 6 bulan lalu. Tak sempat perpisahan secara semestinya. Tak kusesali tak mendapatkan kesempatan itu. Aku bekali Nur sedikit duit tambahan dan beberapa pakaian baru. Juga sarung untuk calon suaminya. Nur tidak jauh kok. Dia hanya belasan jam dari Depok. Kita akan bertemu lagi. Om Tyo yang akan mengantarnya ke tempat bis di Margonda sana sudah menyalakan motor.

Keberaniannya memutuskan menikah dan berhenti kerja akan tetap kukenang. Melepaskan pekerjaan dan ikut suami bukan hal mudah bagi banyak perempuan. Nur sudah membuat keputusan. Bagaimanapun, mungkin ia juga jenuh setelah sekian lama hidup bersama kami, mengurus kami, aku, Naning, Ifa dan Aya.

Yang aku bayangkan sekarang adalah bagaimana Ifa dan aya mengelola rasa kehilangan mereka. Seminggu terakhir sebelum Nur pulang, Aya selalu tidur di kamar Nur. Kadang Aya bermanja lebih. Mungkin itu caranya untuk mengantisipasi kepulangan Nur. Saat Nur pulang, Aya sedang main di rumah tetangga. Mungkin dia tidak sempat mendapat ciuman selamat tinggal dari Nur. Tapi gak apa-apa. Bila tidak ada aral melintang, kami rencana datang ke acara pernikahan Nur nani. Aku fikir, aku masih ingat simpang jalan menuju desanya. Toh aku masih punya nomor HP-nya.

Bentar dulu... HP-ku berdering. Dari Naning. Dia mengabarkan sudah berada di tempat Nur tunggu bis. Tiba-tiba semua ambrol, tak kuasa lagi aku menahan sesak di dada, aku menangis ...

“Bapak nangis ya ...?” begitu tanya Naning tak percaya. “Berapa ember air matanya?” sesaat mencandaiku lalu terdiam begitu mendengar tangisku tak dibuat-buat.

Di sela isak tertahan, aku cerita aku sedang tulis cerita tentang Nur.

“Sampaikan maafku ke Nur ya .. kalau-kalau ada yang salah .. aku tadi gak sempat minta maaf, tak kuasa ngobrol dengannya berlama-lama.”

Di sela linangan air mata, aku ingat sedang puasa .. aku sebaiknya tak menangis .. nanti batal puasaku ... . Mungkin aku sudahi saja tulisan ini biar aku tak tambah sedih. Tadinya kau berharap dengan menuliskan perasaan, aku akan terbantu, tapi aku salah. Aku tahu Nur dapat merasakan perasaaanku ini, aku tahu dia merasakan kesedihanku. Aku sedang melihatnya sesungukan menunggu bis ... ditemani Tyo dan Naning. Selamat jalan Nur, bila ada apa-apa .. jangan segan bilang ya ... Insya Alloh kami selalu ada buatmu. Selamat jalan, tapi ingat, kita akan bertemu lagi.

Tuesday 1 September 2009

Buang Air, Minum Air, Botol Air

Perjalanan ke luar negeri dengan menggunakan pesawat terbang, entah atas biaya kantor atau pribadi, bisa terasa lebih nyaman bila beberapa hal berikut dicermati. Bagi sebagian orang, hal-hal tersebut mungkin sepele, namun tetap berpotensi mengurangi kenyamanan perjalanan bila tidak dikelola dengan baik. Mari simak ...

Masalah buang air kecil, terutama bagi lelaki muslim yang terbiasa menggunakan air untuk bersuci, sering jadi perkara besar bila urinoir (tempat pipis) yang tersedia di airport menggunakan sistem sensor. Air penguras hanya mengalir sesaat setelah pengguna beranjak dari depan urinoir. Padahal air diperlukan segera setelah selesai mengosongkan kandung kemih.

Saran: Selalu bawa botol air mineral 600 ml atau tissue sebelum pipis. Dengan demikian anda tidak perlu menipu sensor dengan pura-pura beranjak dari urinoir, memirinkan badan dengan gerakan melenggok yang aneh supaya sensor tak terhalang badan, lalu cepat-cepat mengambil air yang mengucur hanya dalam hitungan detik. Repot bukan?

Air dalam kemasan tanggung ini juga berguna bila hendak buang air besar karena biasanya di toilet hanya tissue yang tersedia. Bila perlu lebih banyak air, bawa saja beberapa botol. Kemasan 1 literan tidak efektif karena bikin susah saat menuang air.

Tambahan: Kalau tidak suka mengeluarkan duit setara 1 dolar Amerika untuk air mineral 600 ml, bawa saja botol plastik dalam tas tentengan. Tapi jangan diisi air dulu karena hampir semua penerbangan tidak membolehkan penumpang membawa bahan cair lebih dari 100 ml. Botol plastik ini berguna untuk mengambil air minum dari tap air yang tersedia di beberapa airport besar. Gak perlu beli air minum bukan?

Selain urusan minum air dan buang air, hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan oleh lelaki (dan juga perempuan) muslim adalah masalah sholat. Jangan karena sholat yang tidak sempat ditunaikan, anda akan mengalami perasalan bersalah di sepanjang sisa perjalanan. Perkara yang satu ini sebenarnya cukup mudah. Dalam hal sholat, Islam memberi banyak kemudahan pada pemeluknya. Misal para musafir dibolehkan melakukan jama' atau qashar. Jika tidak ada air, cukup dengan tayammum. Tetapi dimana sholatnya? Itupun tidak menjadi hal karena di setiap airport pasti ada tempat kosong (di belakang papan reklame, di koridor yang tidak dipakai, dll.) dimana sajadah bisa digelar. Jangan lupa bawa kompas untuk memperkirakan arah kiblat.

Airport Suvarnabhumi di Bangkok punya ruangan khusus yang di lantai 3 yang berfungsi khusus tempat sholat (Muslim Praying Room - Floor 3). Walaupun ada peringatan dilarang tidur dalam musholla, kalo terpaksa tetap masih bisa dijadikan tempat tiduran. :D

Untuk urusan 'pelit sedikit' selama perjalanan mungkin memang perlu selalu diingat supaya duit yang bisa dihemat nantinya dapat dipakai untuk beli oleh-oleh keluarga atau kerabat di rumah.

Salah satu cara berhemat adalah dengan membawa makanan kecil dari rumah. Kadang dalam perjalanan anda terpaksa harus transit dalam waktu yang cukup lama. Anda tentu bisa memperkirakan berapa jam harus menunggu pesawat berikut. Ketimbang perut lapar dan setelah makan malah tambah nyeri bila harus mengingat harga makanan di airport, lebih baik bawa sale pisang kering, biskuit, atau beberapa jenis makanan lain. Bisa dibeli di convenience stores samping rumah.

Nah itu beberapa hal yang bisa ditulis sekarang. Ada beberapa tips lain, pendek aja ya:

1. Selalu gunakan troley. Biarpun tentengan ringan, kalau harus dibawa kesana kemari selama menunggu pesawat (misal 3 jam atau lebih) pasti lama-lama akan terasa berat. Aku pernah lihat pemuda berparas India dengan backpack dipunggung sementara tangan kiri membawa tentengan kardus dan kanan satu kantong plastik entah berisi apa. Kelihatan sekali dia kesusahan. Coba pakai troley, gak perlu sakit pinggang.

2. Kalau mau, pilih tas tentengan yang ada rodanya. Banyak kok yang jenis ini di pasar tas. Jadi anda gak perlu angkat-angkat, tinggal geret beres dech. Tenaga bisa dihemat banyak.

3. Terkait dengan hemat tenaga, gunakan ban berjalan otomatis. Apalagi kalau harus mengejar penerbangan berikutnya begitu anda turun dari pesawat, ban berjalan menjadikan langkah anda 2 atau 3 kali lebih panjang.

4. Siapkan tas kecil yang bisa diselempang berisi paspor, tiket, boarding pas, dokumen untuk aplikasi visa, duit kecil, dan barang berharga lain yang setiap saat perlu dikeluarkan. Paling penting, jangan lupa satu atau dua bolpoin untuk menulis berbagai formulir visa atau kepabeanan.

Hal lain, terutama terkait dengan laptop, wifi, kamera, handphone, colokan listrik, adapter, charger, kabel, dll, ntar aja ya kalo ada kesempatan.

Oleh-Oleh Buat Keluarga

* BTW.. jam berapa nich? lagi di hotel?
- jam 7 - di hotel. gile di sini barang2 mahal banget

* Of course dear ... namanya aja europe .. lagian, per diem nya paling mahal kayaknya
- well, tapi jauh lebih mahal dari belanda, swiss gitu loh

* he he he… solusi: dont buy things. aku temukan satu tulisan anak Indonesia. di buku tamu di sebuah gerai aksesories di Nairobi. bunyinya kira kira gini: 'Uedaaaann!! larang temen... regane bikin modar! akeh nang pasar tanah abang!!!)
- maksudnya? ga bisa jawa nih

*oh ..Gilaaa!.. mahal banget! harganya bikin puyeng! beli di pasar tanah abang aja .. ada banyak kok
- maksudnya oleh2nya banyak di tanah abang?

*ya . pernak pernih dan aksesories dan kain pashmina dll yang dijual di sana banyak yang mirip di Indonesia, entah di tanah abang, di blok m, dll ... jadi ... jangan tertarik membeli .. karena sebenarnya banyak barang yang sama (atau minimal senilai) ada di indonesia
- tul juga

*kalo gak di jakarta, mungkin di bukit tinggi, atau di makassar, atau di jogja, dan tentunya BALLLLIIII ... come to Bali , and you can get ten times as much barang as you get here . .kali gitu pesennya … he he he tapi tentunya banyak barang yang betul betul khas swisss donk …misal jam swiis hihiihihi
- keju yang rasanya amburadul

*ha ha hah a .. dont ever try! ketika di nairobi, aku komplain ke istriku .. banyak aksesories penghias rumah bagus bagus loh, tapi gak bisa beli .. jawabannya .. dont worry .. ntar kalo punya duit . kita bisa beli di jepara ato di bali ato di jogja .. the message: save your per diem untuk dipake di indonesia ...
- good point

*kupikir bener .. temen temen bule kita mungkin suka banget di indonesia .. setelah lama dihajar harga harga selangit di negaranya, nampaknya jakarta is a shopping heaven loh ... paling tidak .. duitnya dipake di duty free di cengkareng aja .. barang barangnya mirip (kalo gak mo bilang sama) .. parfum dll dll . tapi harganya .. masih harga tanah air
- harusnya HQ di indonesia kali ya