Thursday 1 September 2011

Ketupat Basi dan Libasan Waktu

Tahun 2011 (1432 H) ini, ada dua versi tanggal lebaran kaum muslim Indonesia. Kelompok Muhammadiyah memilih tanggal 30 Agustus, sementara pemerintah menetapkan tanggal 31. Tidak ada yang khusus tentang perbedaan ini karena fenomena yang sama pernah terjadi beberapa kali pada tahun-tahun sebelumnya.

Masyarakat menerima atau (mungkin tepatnya: menghibur diri) dengan berkata berulang-ulang 'perbedaan itu indah,' 'perbedaan itu indah,' mencoba menerima kenyataan dengan bijak sembari membentengi diri dari pertanyaan-pertanyaan logika benar salah terkait kapan tepatnya 1 Syawal dirayakan.

(Umat muslim percaya haram hukumnya berpuasa pada tanggal 1 Syawal, hari mereka merayakan Iedul Fithri. Siapa SEBENARNYA yang salah? Apakah kaum Muhammadiyah yang kemudian dianggap 'tidak berpuasa' pada hari terakhir bulan Ramadhan? Ataukah kelompok lain yang 'tetap berpuasa' pada tanggal 30 Agustus - hari yang diyakini kaum Muhammadiyah sebagai 1 Syawal?)

Kenyataannya, banyak yang seakan lupa dengan pertanyaan-pertanyaan di atas. Ataukah mereka tidak peduli, merasa hal tersebut tak penting, atau karena alasan syar'i tertentu, sebenarnya hal tersebut tak penting atau sudah terjelaskan?

Aku tak tahu. Yang pasti, tanggal 30 dan 31 Agustus terlewati dengan aman tenteram walau menyisakan beberapa kerepotan teknis menyangkut persiapan memeriahkan lebaran seperti pengaturan ulang acara takbir keliling, juga pembatalan catering acara halal-bil-halal.

Bagi sebagian orang, masalah ketupat basi atau keharusan untuk sering-sering menyalakan kompor menghangatkan opor ayam bukanlah perkara besar. Hal lain yang justru lebih penting untuk direnungkan adalah hakikat benar salah dalam hal pelaksanaan syariat agama yang dalam hal ini adalah perayaan 1 Syawal.

Kalau ada baik, maka ada buruk. Tapi mungkin juga ada banyak hal di antara keduanya. Masing-masing dapat dibedakan berdasarkan kadar kombinasi baik dan buruknya. Ada benar dan ada juga salah. Mungkin juga ada yang setengah salah dan setengah benar. Juga ada yang cenderung benar (berarti kemungkinan salah lebih kecil), dan ada yang cenderung salah, sesuatu yang salah walau tidak betul-betul salah.

Tetapi dengan logika hitam putih, tanggal 1 Syawal mestinya hanya 1 versi. Tidak 2 versi seperti yang terjadi di sini. Bagaimana mungkin ada dua hari dengan tanggal yang sama? Logika seperti apa itu? Salah satu mesti benar. Selain itu pasti salah.

Mungkinkah Indonesia punya 2 hari kemerdekaan? Sebagian masyarakat Indonesia merayakan hari pertama dan sebagian lagi merayakan hari kedua? Bukankah tiap-tiap kita manusia dilahirkan pada SATU hari tertentu saja, bukan lahir (dalam) 2 hari atau memiliki 2 tanggal lahir?

Ah .. pusing aku memikirkan hal itu.

(Dalam hati sebenarnya aku yakin dalam pelajaran agama Islam hal ini bisa dijelaskan. Cuma aku tidak tahu banyak tentang ilmu agamaku ini .. hehe).

Pertanyaan yang muncul di kepalaku adalah: bagaimana cara Tuhan melihat hal ini, melihat perbedaan cara manusia memaknai sesuatu hal? Bagaimana Tuhan membuat keputusan siapa yang benar dan siapa yang salah? Bagaimana Tuhan menentukan siapa yang berdosa atau yang berpahala?

Aku duga, Tuhan memiliki satu rumus tertentu, memiliki sofware tertentu (manusia belum mampu menebaknya) untuk menemukan jawaban dari pertanyaanku tadi. Aku tidak akan desak Tuhan untuk menjelaskan ini. Aku juga tidak akan paksa diriku untuk segera ubek-ubek buku mencari jawaban. Aku akan tunggu saja hidayah dari Tuhan yang akan membuka pintu pengetahuan sedikit saja bagiku untuk menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas.

Tetapi ada satu hal lain yang mestinya tak boleh luput untuk kita renungkan: apakah benar bagaimanapun salahnya seorang anak manusia ataupun sebagian besar umat menjalankan hidupnya, Tuhan seakan tidak peduli. Buktinya? Tidak ada penjelasan ... (haruskah menunggu hari akhir yang dijanjikan? ouchhh ... )

Tanggal 30 dan 31 Agustus sudah berlalu. Sekarang sudah tanggal 1 September. Hingar suara takbir tak terdengar sudah. Kalaupun masih tersisa, hanya dalam bentuk dengungan lirih dalam hati sebagian umat. Kesalahan sudah diperbuat. Kebaikan juga sudah ditunaikan. Semua adalah hari kemarin. Sudah berlalu. Tiap-tiap manusia sudah sibuk menyongsong hari baru. Waktu melibas tak terasa. Yang bijak adalah tak melihat tanggal 30 dan 31 lagi. Sudah tak perlu. Di depan ada tangagl 2, 3, 4, September dst., hari-hari baru bagi manusia (seperti kata seorang temen baik) untuk memilih menjalankannya dengan baik atau buruk, tergantung pilihannya sendiri.

Thursday 25 August 2011

Please Respect Others (Nasehat Buat Diri Sendiri)

Kenny Dalglish, Manager Liverpool Football Club, setelah kemenangan 3-1 atas Exeter dalam babak penyisihan Carling Cup 2011 (24/08) mengatakan:

"I think the one thing we have learned at this club since I've been here is that you have to be respectful and to be respectful when you've won as well."

Membukukan rekor kemenangan ke-200 selama menjadi manajer the Reds, pelatih berusia 60 tahun yang dikenal dengan sebutan King Kenny ini, layak dianggap memiliki otoritas memberi nasehat bagi kita semua. Nasehat tentang sebuah kebaikan yang sering terabaikan: menghormati orang lain.

Semalam, Liverpool FC datang ke Exeter dengan membawa pemain-pemain utama. Selama ini Carling Cup dianggap sebagai kejuaraan kelas bawah. Lokal. Tidak bergengsi. Banyak klub besar mengirim pemain lapis ke-2 bahkan ke-3 untuk memberi kesempatan pemain muda menghirup aroma kompetisi. Bagi mereka kalah tidak terlalu masalah, toh ada Champions League, ajang kompetisi di tingkat Eropa yang tentunya jauh lebih bergengsi (banyak duit lagee). Bagi King Kenny, semestinya tidak boleh begitu:

"We said before the game we'd make changes. But we also said it shouldn't be taken in any way shape or form as a sign of being disrespectful towards Exeter or the Carling Cup. We are Liverpool Football Club and we will try to win every game that we've got to play."

Dari Liverpool terbang ke Banyumanik ... cerita tentang diri ...

Saya sendiri, sadar maupun tak sadar, sering bersikap dan berperilaku tak hormat pada banyak orang yang saya temui dalam hidup ini. Pada istri, anak-anak, teman-teman mereka, teman-teman saya sendiri, dan orang-orang lain.

Tak hormat dimulai dari menganggap orang lain bodoh, hanya saya yang pintar. Menganggap orang lain tak pakai otak. Melakukan hal-hal tak masuk akal, tak taat aturan, atau tak peduli orang lain. Tak mau ngantri. Gak mau sabar. Dan saya bukan termasuk golongan mereka itu (lupa bahwa hal-hal seperti itu juga saya lakukan). Saya merasa banyak pengalaman hidup. Sempat sekolah. Lebih paham tentang kehidupan. Orang lain saya anggap gak pernah mikir.

Cara memandang orang lain seperti itu kemudian menurunkan perilaku tak terpuji - tak hormat. Kalau datang ke undangan teman, pakaian seadanya. Cara berbicara merendahkan orang. Tak sopan. Merasa diri lakon utama, pusat perhatian. Bisa seenaknya perintah orang. Kelembutan dan kasih ajaran santun terhadap sesama seakan sudah lenyap dari ingatan.

... dan masih banyak lagi ...

Penutup: teman-teman, saudaraku, istri dan anak-anakku, siapa saja, please bukakan aku pintu maaf atas perilaku tak hormatku selama ini ... (bernaung di bawah lindungan Iedul Fithri 1432 Hijriyah, aku ingin minta maaf yang dalam, berikan jalan bagi penghapusan sedikit saja kotor dosa di jiwaku yaa) ... makasiiih ...

Thursday 18 August 2011

Surrounded by Angels

Dapat aku katakan, perjalanan hidupku selama ini lebih banyak diwarnai pertemanan dengan kaum hawa. Dalam kelompok belajar waktu SMP, dari 5 anggotanya, yang laki-laki cuma aku. Di SPG aku lebih banyak berteman dengan teman-teman perempuan. Bagaimana tidak, persentase perempuan masuk SPG lebih banyak ketimbang laki-laki. Bahasa Jawa-nya, cah lanang keren dheweee .. hehehe.

SPG adalah Sekolah Pendidikan Guru, sekolah setingkat SMA yang tamatannya punya wewenang (dulu) mengajar di sekolah dasar. Kini SPG sudah tiada lagi. Aku adalah tamatan terakhir, sebelum SPG dirubah menjadi PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar).

Di perguruan tinggi, di IKIP Yogyakarta (anehnya, aku juga tamatan terakhir - sebelum perguruan tinggi pencetak guru ini dirubah jadi UNY - Universitas Negeri Yogyakarta), aku juga lebih banyak berteman dengan kaum ibuku ini.

Usai menikah (tentu saja dengan salah satu anggota klub hawa) aku dikaruniai 2 hawa kecil: Syarrifa (sekarang kelas 5 SD) dan Ayasha (kelas 4). Dimana-mana dan kemana-mana dalam 11 tahun ini, tentu saja bersama mereka.

Well, maksudku menulis posting ini sebenarnya bukan bercerita tentang hal di atas (lalu kenapa ditulissss!!!??), tetapi mau bercerita tentang sebuah kebahagiaan yang baru saja aku rasakan .. bertemu (atau tepatnya dipertemukan di dunia maya) dengan seorang lagi kaum hawa yang adalah adik kelasku di IKIP, Heriyati Hademat (kayaknya dulu gak pakai Hademat dech).

Heriyati adalah penulis buku. Sekarang sudah menghasilkan 5 buku referensi plus 2 novel. Buku-bukunya diterbitkan Bentang, Diva, Penerbit Jabal Rohmat, dan Republika. Saat ini dia sedang menulis satu lagi buku untuk Bentang dan sedang mencoba menembus Mizan.

Eits, Mizan? Dari Heriyati pula aku diingatkan pada seorang (lagi-lagi) perempuan, Esti Budihabsari (kayaknya adik kelas juga dech), salah satu editor di penerbit buku Bandung ini.

Wow .. bagaimana aku tak bahagia? Dipertemukan Tuhan malam ini dengan dua hawa yang pintar-pintar, yang selalu 'bergelut' dengan buku dan tulisan .. dua hal yang menjadi passionku selama ini ....

Udah ah ... gak usah dipanjang-panjangin ... ntar aja kalau ada kesempatan lain .. tetapi let me tell you, being there with angles will make you angles. With writers? I hope the effect will be the same! Mauuuuuu ..


Wednesday 15 June 2011

Maret, April, Mei, Juni 2011

Aku menduga kepindahan ke Semarang bulan Juli 2010 lalu akan memberiku banyak kesempatan menulis.

Di awal memang ya, ada beberapa tulisan yang berhasil aku buat. Total 16 buah. Tetapi setelah itu, oh, tak kuasa menahan rasa pedih untuk menjelaskannya. (Gak ada yang perlu dijelaskan kok) hehehe ... cuma mau bilang ... NOL BESAR!!!!

Di tahun 2011 pun demikian. Maret hanya 3 tulisan. Februari hanya 1. Januari masih lumayan, 4. April sampai Juni .. Gak ada sama sekali.

Dimana passion itu? Dimana rasa antusias itu?

Gak tahu aku.

Tak hendak membuat excuse, ternyata kelonggaran hidup tidak lantas berarti baik bagi kerja menulis. Aku bisa katakan, kehidupan di Semarang memberikan kelonggaran untuk berkarya. Ada banyak waktu sejak bangun tidur jam 4 sampai jam 6 (anak-anak bangun). Bantu anak-anak siap sekolah (bikin atau beli sarapan plus antar tak sampai 1 jam). Jam 7 ke atas (sampai jam 12.30 saat jemput .. aku mestinya bebas. Sampai sore jagain anak-anak. Hari dikombinasikan dengan antar jemput istri kerja di Jalan Pemuda. Lalu kuliah malam sampai jam 9.30. Sebenarnya kalau mau, masih ada waktu sepulang kuliah buat nulis.

Tetapi mengapa hasilnya tidak banyak tulisan mampu aku buat?

Ada 2 hal:

1. Aku tidak ada rencana menulis apa, tidak ada target, selama ini mengandalkan angin lalu. Sebuah hal yang mematikan dalam berkarya.

2. Otakku kosong. Dia tidak aku beri kesempatan untuk diisi cukup banyak ilmu dan (apalgi) kesempatan bermain main dalam perenungan.

Hasil kedua hal itu .. NOL BESAR! Mungkin memang aku harus belajar dari mesin peras. Untuk membuat pati parutan singkong keluar, perlu alat pres. Aku perlu diperas .. biar tak leha-leha .. dan bisa hasilkan tulisan lagi.

Ugh ... malu .. tapi gapapa .. masih ada hari esok ...

Friday 11 March 2011

Jauh Tapi Dekat, Dekat Tapi Jauh

Sore menjelang Magrib.

Seorang teman memintaku segera mengakhiri obrolan.

"Lagi nemenin anak-anak belajar bukan? Tutup saja telponnya. Lain kali kita bisa lanjut ngobrol. Lagipula ini tidak baik. Nanti anak-anakmu belajar kurang menghargai orang lain.”

Dengan enggan aku mematikan HP dan mulai menjawab satu dua pertanyaan Aya (anakku kelas 3 SD) yang sedang latihan penyelesaian soal-soal matematika.

Malam sepulang kuliah.

Aku perlu waktu sekitar 5 jam untuk mulai memahami nasehat teman tadi. Banyak dari kita lupa jebakan HP: yang jauh terasa dekat, yang dekat jadi jauh. Kenyataan era digital.

Kadang kita lupa bahwa kita sedang bersama orang tersayang kita. Anak, suami, atau istri yang menghendaki perhatian penuh. Kita terlalu asyik bermain BBM atau SMS dengan teman atau kolega kerja yang berada entah di mana. Yang saat ini berada dalam radius satu meja dengan kita cukup maklum saja.

Kalau pernah memperhatikan acara bincang-bincang di radio ketika pesawat televisi masih belum popluer, ada semacam aturan tak tertulis yang membolehkan penyiar (pewawancara) menghentikan obrolan bila ada dering telpon masuk.

Sang penyiar terlebih dahulu minta izin kepada narasumber, “Maaf kita terima telpon dulu .. HALO?”

Menghentikan perbincangan untuk menerima telepon dalam konteks di atas punya alasan yang cukup masuk akal. Ketika sistem telepon masih analog, menelepon tidaklah segampang dan semurah sekarang. Selain itu, susah nyambungnya. Karenanya dapat dipahami bila prioritas diberikan pada penelepon jarak jauh.

Barangkali, kenangan jadul tersebut sedemikian kuat menorehkan bekas dalam kenangan kita sehingga tanpa sadar kita masih terapkan hingga sekarang. Kita selalu merasa perlu memberi prioritas menjawab SMS atau BBM, melupakan teman dekat atau pasangan yang berada kurang satu meter di samping kita.

Alasan mudah dibuat, urus pekerjaan inilah .. urus kerjaan itulah .. ada banyak cara untuk menjustifikasi pentingnya meneruskan baca dan kirim SMS atau BBM dan meminta yang ada di dekat untuk menunggu (kadang lamaaa).

Ada sesuatu yang terlupa di zaman digital yang gegap gempita dengan aneka pilihan gadget perampas perhatian kita. Blackberry di tangan kiri. Di kanan ada telepon GSM. Di dalam tas tangan ada telepon CDMA. Di meja ada laptop dengan jendela Facebook dan Yahoo Messanger yang selalu terbuka. Ada juga email. Semua mempersyaratkan jawaban segera.

Banyak dari kita lupa anjuran untuk berusaha metatap mata lawan bicara ketika sedang ngobrol, memperhatikan dengan sungguh-sungguh, mendengar dengan baik, dan memberi tanggapan dengan sepenuh hati.

Kadang pikiran kita entah di mana .. melayang mengikuti angin .. berharap hempasannya membawa jiwa dan pikiran kita terbawa masuk ke jiwa lawan bicara di seberang sana.

Tidak ada yang salah dengan itu, cuma kalau anak kita, suami kia, atau istri kita merasa terlupakan ketika jiwa kita sedang asyik berjalan jalan di jalur BBM atau YM, lalu tiba tiba kita menderita sakit gagap tiba-tiba ketika dimintai menanggapi sesuatu?

Barangkali kita lupa .. dalam komunikasi ada istilah menghargai lawan bicara. Bisakah disebut menghargai bila kita bisa menjawab AH UH YAA .. HMM .. HO OH .. ketika ditanya? Sementara jari-jari kita tetap lincah menari di keyboard dan pandangan mata terfokus ke layar Blackberry?

Monday 7 March 2011

Absen Posting dan Jantung Koroner

One posting a month. This is the very best that I can think of now. Not because of having no time for writing (itu siih bukan aku kaleeee), rather it is because of no ideas to write. This is me now! And .. this is bad!!! Very bad!!!

Sebegitu lama aku menyesali diri (tepatnya mengutuk diri) atas ketidakmampuan menulis dan menulis ... sesuatu yang selalu aku jadikan resolusi tahun baru tetapi tanpa malu-malu selalu aku langgar. ...

Selama itupun aku tidak beranjak dari hanya sekedar 1 posting sebulan. Berat di hati .. tetapi hari ini aku menyadari satu hal ... biarkan mengalir seperti air ... "aku ikuti arus aja .." itu tulisan SMS seorang teman baik, mampu membantuku mengingat salah satu filosopi dasar dalam hidup - let it be .. let it go.

"Itu yang membuat aku santai dalam hadapi masalah-masalahku," kata temanku lagi, dalam satu SMS lain.

Beberapa kali aku disambangi sebuah kesadaran sederhana tentang KENYATAAN. Kenyataan bahwa manusia lahir, tumbuh, menjadi tua, lalu meninggal dan perlahan terlupa, hanya seperti debu di atas tembok ... terhapus angin begitu saja, lalu hilang. Tak peduli seseorang miskin atau banyak duit. Tak beda.

Pernah aku merasa tak rela (tepatnya takut) dengan banyak sekali perubahan-perubahan dalam hidup. Ada banyak pertanyaan besar tentang kemampuanku menghadapi tanggungjawab baru yang disodorkan tiap jenjang kehidupan seiring bertambahnya (atau berkurangnya) umur.

Kadang aku merasa begitu tak mampu .. begitu lemah, tak kuat ..

Tetapi anehnya ... ada juga saat-saat dimana aku bisa merasa begitu optimis (misal habis nonton Liverpool membantai MU) .. hidup santai saja ... tak berpikir terlalu keras .. tak perlu terus menerus merenung mengernyitkan dahi menekan jantung dengan timpaan kegalauan ..

Toh yang dipikirin, yang diketawai, yang disanjung, yang diumpat - waktu dan perubahan itu - teteeeep saja berjalan tak peduli. Ditimpuki batu saja mereka tak peduli.

Ah .. mengapa memilih mengernyitkan dahi ketika ada pilihan senyum dan merasa longgar dengan hidup ini? Mengapa harus terbawa dengan keniscayaan waktu dan segenap perubahan itu?

Mengapa tak senyum dan santai saja menerima semua tanggungjawab, semua beban, semua keharusan? Santai dan rileks menghadapi semua?

Yaa .. mari tegakkan badan .. pasang muka santai .. kembangkan senyum .. dan rasakan kelonggaran memenuhi rongga dada.

Jadi ... kalau berhasil nulis cuma 1 posting sebulan, bahkan 1 dalam setahun .. itu semua harus diterima dengan seyum ... lebih baik ketimbang bermuram ...

Kalau dengan senyum, walau nggak dapet tulisannya, minimal dapet meringankan gejala jantung koroner. Betul gak! hehehehe ..

Liverpool, YNWA, Tugas Kuliah

Seperti ada halangan besar yang tersingkirkan, tepatnya hancur tak bersisa, membuat langkahku terasa ringan, ringan sekali.

Semalam, on the way home dari nobar - nonton bareng pertandingan Liverpool-MU, aku bersenandung gembira mengingat-ingat momen manis gol demi gol disarangkan Kuyt ke gawang van Der Sar yang malang.

Tanpa kuduga, ada aliran energi maha besar perlahan mengisi kisi-kisi otakku yang beberapa hari ini terasa begitu tumpul dan bodoh, aliran hangat yang mengikis rasa malas dan kejumudan.

Ahaaii .. kau tak mengerti arti sebuah kemenangan sebelum kau raih ia dengan teriakan sepenuh jiwa tak peduli tenggorokan serak akibat sorak sorai terbawa suasana ramai di Terracota - tempat nonton bareng keluarga the BigReds - Semarang.

Kemenangan yang begitu manis, apalagi lawan musuh bebuyutan, si Setan Merah - MU.

Aku masih ingat kata Darren Fletcher, gelandang MU, di website the Red Devils sehari menjelang pertandingan bersejarah 5 Februari 2011 ini.

"Pemain Liverpool akan bermain kesetanan karena walaupun ini bukan untuk titel EPL musim ini, mereka akan melakukan apapun untuk menghambat MU melampuai 18 kali memegang trofi EPL."

(Maaf kutipan yang asli gak bisa diakses lagi di dari website MU. Jadi .. dibikin dhewe wae .. hahaha, tapi kira kira maksud Fletcher begitu kok .. )

Fletcher memang benar. Apapun .. asal untuk bikin MU bersedih hati .. the Reds .. dan the BigReds (atau Liverpudlian) akan lakukan segala upaya.

Apapun, maaf ya para fans MU, kemenangan semalam adalah pembawa berkah bagi para penyuka the Reds.

Jam 11 malam, sepulang dari nobar, aku gak merasa capek. Aku teruskan bermain komputer, mengetik tugas kuliah - hal yang tidak bisa aku lakukan beberapa hari sebelumnya berhubung otak jumud dan beku. Kemenangan itu seperti membuka tabir penghalang di jiwa .. pembawa terang bagi hati yang gelap.

Hasilnya? 2 tugas ujian tengah semester rampuuung .. hehehehe.

Makasih ya Kyut, Suarez, Gerrard, Johnson, dan semua pemain. Tak lupa untuk King Kenny .. dan semua fans the Reds di seluruh dunia .. yang telah bersama dalam suka dan duka (dan lebih lebih semalam ..) bersama dalam kemenangan yang pastinya bikin MUers (orang luar negeri sebut MANUres) bikin gak bisa tidur 2 minggu .. karena sebelumnya mereka juga tersungkur di hadapan Chelsea .. hehehe

Wednesday 23 February 2011

Snipping Tool - Windows 7

Ini adalah alat paling luar biasa yang pernah aku temukan di Windows 7. Walau diketawain Syarrifa, anakku kelas 4 SD, yang sudah lebih dulu tahu alat ini, aku tak peduli.

Yang penting hari ini aku ingin bilang, "Thanks so much Microsoft for inventing such a very very useful little tool for us!"

Mudah digunakan. Untuk 'memotong' apa saja yang tampil di layar komputer, untuk dijadikan file image JPG berukuran kecil, siap ditempel di Word, di email, atau apa saja yang kita inginkan.

Tak perlu kawatir konversi file. Copy paste semudah di Word.

Makasi sekali lagi to Microsoft ...

Monday 10 January 2011

Mudahnya Kirim Dokumen dan Barang

Urusan kirim-mengirim sesuatu tidak pernah semudah sekarang. Siapkan dokumen atau paket yang akan dikirim, kurir seakan berlomba menjemput bola datang ke rumah. Bayar langsung dan dapatkan nomor resi. Buka internet, lacak kiriman tanpa repot telpon sana telpon sini.

TIKI dan JNE adalah dua nama yang kita sudah kenal. Pengalaman mereka selama ini merupakan jaminan. Lagipula, dengan outlet penerimaan kiriman yang makin tersebar luas, rasanya tak ada kerepotan lagi. Dalam beberapa bulan terakhir, aku sering pakai JNE untuk kirim HT dari Semarang untuk direparasi di Jakarta. HT tak kunjung sembuh, kunjungan ke JNE juga tak rampung-rampung. Yang aku tahu, untuk sekitar Banyumanik, JNE ada di dekat Pasar Jati dan di Studio Foto Walet, Jl. Setiabudi. Harga murah, barang sampai keesokan hari.

Pernah coba kirim dokumen atau paket pakai jasa travel atau bis? Ini juga pilihan yang menarik. Barusan aku kembali dari agen Cipaganti di ujung tol Banyumanik (depan Swalayan Ada). Bayar 40 ribu, dokumen dijamin sampai jam 2 siang di Jogja. Terhitung lama karena Cipaganti harus lewat Solo antar penumpang. Gak masalah, tidak terburu-buru. Aku diberi nomor HP sopir yang membawa dokumen untuk kepastian keamanan kiriman. Penerima tinggal datang ke pool Cipaganti di Jalan Magelang KM 6 Jogja untuk ambil.

Di sini ada juga Bis Nusantara yang siap membantu mengirimkan paket atau dokumen dari Semarang ke Jogja. Kiriman sampai, ambil di pool. Murah meriah. Dulu ketika kuliah di Jogja, aku juga sering kirim barang pakai bis. Adalah Safari Dharma Raya jurusan Jogja - Lombok yang sering aku pakai. Gak pernah ada keluhan. Sebuah TV Toshiba yang aku kirim dari Jogja sebagai hadiah buat Ibu di Lombok sana ternyata sampai sekarang masih fungsi normal. Sudah lebih 10 tahun!

Kantor Pos juga tidak kalah bagusnya sekarang. Adikku biasa pakai jasa BUMN ini untuk kirim ikan asin dan terasi dari Lombok. Dua hari sampai. Nyaman.

Kayaknya sekarang kita gak perlu repot buat kirim kirim sesuatu. Semua jenis layanan ada, siap membantu meringankan urusan dengan biaya yang tak mahal.

Hidup, Rumah, dan Setelah Ini

Kemarin ketika ke airport, Naning tiba-tiba bertanya. "Punya feeling gak dimana kita akan menghabiskan masa tua?"

Naning akan ke Jakarta dan Bogor untuk acara kantornya. Ngobrol setengah jam di mobil, jarak rumah kami di Banyumanik dengan airport Ahmad Yani Semarang, adalah kesempatan emas. Tak ada interupsi Ifa dan Aya, anak-anak kami. Ha ha.

Aku tak langsung menjawab, tetapi berusaha menilik pikiran dan hati menemukan jawaban. Aku tak berhasil. Kerucut feeling itu tak aku rasakan. I don't have a strong feeling about a particular place. Saat ini kami tinggal di Semarang. Tapi kami punya rumah di Depok. Naning selalu punya keinginan tinggal di Jogja. Tetapi kemungkinan pekerjaan dapat saja melemparnya ke Surabaya atau tempat lain.

"Mungkin aku lebih suka tinggal di Depok. Di sana ada rumah kita. Hasil keringatmu kerja. Juga adik ada di sana (anak kami ke-3, anak laki mungil berusia 33 hari, dimakamkan di sana). Lagipula, kalau aku cari kerja, Jakarta kemungkinan bisa memberiku kesempatan. Kita juga kan punya keinginan mengelola beberapa kegiatan sosial. Rumah Depok cukup besar untuk perpustakaan anak-anak, sanggar musik dan gambar, atau kegiatan lain. Jakarta juga bisa berarti koneksi yang lebih dekat dengan teman-teman lama."

"Iya sih," jawab Naning. "Tapi untuk sementara, aku lebih suka anak-anak sekolah di luar Jakarta dulu. Jakarta terlalu berat untuk anak-anak. Ntar kalau mereka sudah lebih dewasa, kita bisa kuliahkan di sana."

Life, life, life. Our life.

We've been simply following where the wind blows.

Setelah menikah tahun 2000 di Surabaya, kami tinggal di Pacitan selama beberapa tahun. Sebelumnya Naning memang kerja di sana (total 9 tahun). Kemudian kami pindah ke Wonosari, lalu ke Jogja, sebelum ke Depok. Pekerjaan Naning melempar kami kesana kemari. Kami enjoy aja.

Punya anak membuat kami perlu memikirkan tempat menetap. Anak-anak perlu sekolah dan berteman. Depok diambil karena ada saudara di sana. Lagipula aku kerja di Bogor. Perlu waktu beberapa tahun untuk kami berani putuskan pindah ke Semarang, tempat kami sekarang. Pindah berarti aku berhenti kerja dan anak-anak pindah sekolah. Ternyata tidak terlalu susah. Anak-anak juga kelihatan enjoy.

Begitulah sekelumit cerita kami. Cerita yang kami sendiri tak tahu kapan berhenti atau dihentikan. Kami tak tahu kemana angin akan membawa kami setelah ini. Doa aja deh .. kemanapun kami ditiup, itu adalah tiupan sayang Yang Kuasa. Kami akan ikhlas menerimanya.

Kita Semua Kan Kembali

Nurul menyalamiku lama. Dari caranya menggenggam tanganku, tidak ingin segera dilepaskan, aku merasa ia sedang mencari tempat pegangan. Matanya merah. Sudah tak berair. Mungkin habis terkuras sejak kemarin sore pertama kali ia mendapat kabar bapaknya meninggal dunia.

Ia berbisik lirih, "Belum sempat menyenangkan Bapak ..."

Mendengar kata-kata itu, aku merasa mataku menggenang. Saved by a friend! Pak De Pul, seorang teman klub mobil Blazer, juga temannya Nurul, datang menghampiri. Malu donk kalau terlihat menangis. Tapi di dalam hati, aku ingat peristiwa hampir 10 tahun lalu ketika mendengar Bapakku telah berpulang. Aku juga kepikiran hal yang sama.

Tak ada kesempatan melankolis. Beberapa teman lain bergabung. Ada Pak Miko dan istri, juga anak mereka Naura. Lalu Pak Beggy yang sibuk dengan HT untuk koordinasi dengan teman-teman Blazer yang sedang parkir di jalan raya depan rumah duka.

Bapaknya Nurul meninggal dunia pada usia 70an tahun. Beberapa tahun dalam masa hidupnya dilewati dalam rawatan intensif keluarga.

"Bolak-balik terserang stroke ringan. Bolak balik ke rumah sakit," cerita Nurul. Secara mental ia sebenarnya sudah siap akan datangnya berita duka.

"Sebelum ini, aku siap 24 jam stand by. Gak pernah sekalipun aku meninggalkan HP jauh dariku. Tapi kemarin itu, HP ada mobil. Aku sedang isi acara di Merapi, di Jogja. Aku baru ngeh Bapak sudah tak ada, setelah lebih 2 jam."

Innalillahiwainnaailaihiroojiuun. Semua yang bernyawa pasti akan kembali kepada Sang Pemberi Hidup.

Menuju parkiran selepas pemakaman, dengan guyon aku tunjukkan ke Nurul sebuah nisan yang kami lintasi. Sebuah nama indah milik perempuan muda usia 24 tahun menancap di atas gundukan tanah makam yang kelihatan belum lama dibangun.

"Perempuan bernama indah, perempuan muda, mungkin dia cantik, ia tak juga bisa menolak maut," kataku diiyakan Nurul.

Beberap hari yang lalu, aku lihat status FB seorang teman yang mengabarkan kematian temannya. Juga seorang perempuan muda yang sedang dalam masa menikmati kemudaan dengan sekolah, bekerja dan berteman.

"Usia kita adalah usia-usia rawan," kembali aku katakan ke Nurul. "Kita sangat dekat dengan berita kematian. Entah kematian orang tua kita, teman dan kerabat mereka. Saudara kita. Teman seusia kita, adik dan kakak. Atau kita sendiri. Usia rawan. Beda dengan usia tujuh belas dua puluh ketika kita belum begitu paham arti kosakata 'meninggal.'

Nurul hanya mengangguk. Ia masih sedang membayangkan masa-masa ketika Bapaknya masih ada.

Jangan khawatir teman, kita masih punya ibu atau saudara orang tua kita, saudara dan teman-teman kita, adik kakak keponakan. Semuanya masih ada untuk kita bahagiakan.

**Teriring doa untuk almarhum .. Kiranya Yang Maha Kuasa memberi tempat terbaik. Amiin ...

Harapan Tahun Baru 2011

Hari ini tidak bisa lagi dikatakan awal tahun baru. Sudah lewat 10 hari. Tetapi masih belum terlalu telat untuk buat sebuah new year resolution. Kali ini masih tak jauh beda dengan yang dulu dulu .. ingin nulis lebih banyak.

Yang sekarang, aku perlu selalu ingatkan diri untuk menulis tanpa beban. Tanpa merasa tulisan akan dibaca orang dan berharap bakal diberi pujian. Sekedar nulis. Tentang apa saja. Tentang semua hal. Tak peduli besar kecil. Penting gak penting. Panjang atau pendek. Yang penting nulis.

Itulah yang harus aku lakukan. Sekedar menuangkan pikiran. Biar gak mengganjal di sudut pikiran. Mengeluarkan apa-apa yang ada di benak seperti ini dapat juga sebagai usaha mengumpulkan koleksi pengingat peristiwa yang telah lalu. Peristiwa di dalam benak dan peristiwa di luar benak. Semuanya.

Ada rasa senang membaca tulisan 2 atau 3 tahun lalu. Luar biasa. Rekaman peristiwa lama seperti terputar ulang. Sebagai sebuah rekreasi jiwa. Aku membayangkan, lima atau enam, tujuh tahun ke depan, tulisan ini juga akan membuatku tersenyum. Insya Alloh.