Monday 10 January 2011

Kita Semua Kan Kembali

Nurul menyalamiku lama. Dari caranya menggenggam tanganku, tidak ingin segera dilepaskan, aku merasa ia sedang mencari tempat pegangan. Matanya merah. Sudah tak berair. Mungkin habis terkuras sejak kemarin sore pertama kali ia mendapat kabar bapaknya meninggal dunia.

Ia berbisik lirih, "Belum sempat menyenangkan Bapak ..."

Mendengar kata-kata itu, aku merasa mataku menggenang. Saved by a friend! Pak De Pul, seorang teman klub mobil Blazer, juga temannya Nurul, datang menghampiri. Malu donk kalau terlihat menangis. Tapi di dalam hati, aku ingat peristiwa hampir 10 tahun lalu ketika mendengar Bapakku telah berpulang. Aku juga kepikiran hal yang sama.

Tak ada kesempatan melankolis. Beberapa teman lain bergabung. Ada Pak Miko dan istri, juga anak mereka Naura. Lalu Pak Beggy yang sibuk dengan HT untuk koordinasi dengan teman-teman Blazer yang sedang parkir di jalan raya depan rumah duka.

Bapaknya Nurul meninggal dunia pada usia 70an tahun. Beberapa tahun dalam masa hidupnya dilewati dalam rawatan intensif keluarga.

"Bolak-balik terserang stroke ringan. Bolak balik ke rumah sakit," cerita Nurul. Secara mental ia sebenarnya sudah siap akan datangnya berita duka.

"Sebelum ini, aku siap 24 jam stand by. Gak pernah sekalipun aku meninggalkan HP jauh dariku. Tapi kemarin itu, HP ada mobil. Aku sedang isi acara di Merapi, di Jogja. Aku baru ngeh Bapak sudah tak ada, setelah lebih 2 jam."

Innalillahiwainnaailaihiroojiuun. Semua yang bernyawa pasti akan kembali kepada Sang Pemberi Hidup.

Menuju parkiran selepas pemakaman, dengan guyon aku tunjukkan ke Nurul sebuah nisan yang kami lintasi. Sebuah nama indah milik perempuan muda usia 24 tahun menancap di atas gundukan tanah makam yang kelihatan belum lama dibangun.

"Perempuan bernama indah, perempuan muda, mungkin dia cantik, ia tak juga bisa menolak maut," kataku diiyakan Nurul.

Beberap hari yang lalu, aku lihat status FB seorang teman yang mengabarkan kematian temannya. Juga seorang perempuan muda yang sedang dalam masa menikmati kemudaan dengan sekolah, bekerja dan berteman.

"Usia kita adalah usia-usia rawan," kembali aku katakan ke Nurul. "Kita sangat dekat dengan berita kematian. Entah kematian orang tua kita, teman dan kerabat mereka. Saudara kita. Teman seusia kita, adik dan kakak. Atau kita sendiri. Usia rawan. Beda dengan usia tujuh belas dua puluh ketika kita belum begitu paham arti kosakata 'meninggal.'

Nurul hanya mengangguk. Ia masih sedang membayangkan masa-masa ketika Bapaknya masih ada.

Jangan khawatir teman, kita masih punya ibu atau saudara orang tua kita, saudara dan teman-teman kita, adik kakak keponakan. Semuanya masih ada untuk kita bahagiakan.

**Teriring doa untuk almarhum .. Kiranya Yang Maha Kuasa memberi tempat terbaik. Amiin ...

No comments: