Monday 10 January 2011

Hidup, Rumah, dan Setelah Ini

Kemarin ketika ke airport, Naning tiba-tiba bertanya. "Punya feeling gak dimana kita akan menghabiskan masa tua?"

Naning akan ke Jakarta dan Bogor untuk acara kantornya. Ngobrol setengah jam di mobil, jarak rumah kami di Banyumanik dengan airport Ahmad Yani Semarang, adalah kesempatan emas. Tak ada interupsi Ifa dan Aya, anak-anak kami. Ha ha.

Aku tak langsung menjawab, tetapi berusaha menilik pikiran dan hati menemukan jawaban. Aku tak berhasil. Kerucut feeling itu tak aku rasakan. I don't have a strong feeling about a particular place. Saat ini kami tinggal di Semarang. Tapi kami punya rumah di Depok. Naning selalu punya keinginan tinggal di Jogja. Tetapi kemungkinan pekerjaan dapat saja melemparnya ke Surabaya atau tempat lain.

"Mungkin aku lebih suka tinggal di Depok. Di sana ada rumah kita. Hasil keringatmu kerja. Juga adik ada di sana (anak kami ke-3, anak laki mungil berusia 33 hari, dimakamkan di sana). Lagipula, kalau aku cari kerja, Jakarta kemungkinan bisa memberiku kesempatan. Kita juga kan punya keinginan mengelola beberapa kegiatan sosial. Rumah Depok cukup besar untuk perpustakaan anak-anak, sanggar musik dan gambar, atau kegiatan lain. Jakarta juga bisa berarti koneksi yang lebih dekat dengan teman-teman lama."

"Iya sih," jawab Naning. "Tapi untuk sementara, aku lebih suka anak-anak sekolah di luar Jakarta dulu. Jakarta terlalu berat untuk anak-anak. Ntar kalau mereka sudah lebih dewasa, kita bisa kuliahkan di sana."

Life, life, life. Our life.

We've been simply following where the wind blows.

Setelah menikah tahun 2000 di Surabaya, kami tinggal di Pacitan selama beberapa tahun. Sebelumnya Naning memang kerja di sana (total 9 tahun). Kemudian kami pindah ke Wonosari, lalu ke Jogja, sebelum ke Depok. Pekerjaan Naning melempar kami kesana kemari. Kami enjoy aja.

Punya anak membuat kami perlu memikirkan tempat menetap. Anak-anak perlu sekolah dan berteman. Depok diambil karena ada saudara di sana. Lagipula aku kerja di Bogor. Perlu waktu beberapa tahun untuk kami berani putuskan pindah ke Semarang, tempat kami sekarang. Pindah berarti aku berhenti kerja dan anak-anak pindah sekolah. Ternyata tidak terlalu susah. Anak-anak juga kelihatan enjoy.

Begitulah sekelumit cerita kami. Cerita yang kami sendiri tak tahu kapan berhenti atau dihentikan. Kami tak tahu kemana angin akan membawa kami setelah ini. Doa aja deh .. kemanapun kami ditiup, itu adalah tiupan sayang Yang Kuasa. Kami akan ikhlas menerimanya.

No comments: