Thursday 26 December 2013

Ide Tulisan: Mau Menulis Apa?

Ada banyak ide yang ingin aku tuangkan jadi tulisan. Tulisan blog atau artikel ke koran (buat nyari honor) atau dalam bentuk buku tebal.

Untuk blog, aku ingin tulis jawaban pertanyaan ini: 'What do I think of a profession?' tentang bagaimana aku memandang sebuah profesi.

Misal: lawyer. Jenis kelaminnya pria. Pelakunya kalau tak banyak bacaan, minimal wanian (bahasa Jawa: pembrani), pintar bersilat lidah (tentu dengan dasar-dasar yang memang legal atau ada, dan juga perlente. Ini kok jadi personifikasi temenku yang lawyer ya .. hehehe .. doi suka pakai hem bergaris, lengan panjang, dan di pergelangan tangan kiri melingkar gelang batu (yang diragukan keaslian batunya) dibeli pas waktu ke Sangiran .. wkwkwkwk ...

Bagaimana tentang profesi tukang rumput? Yang ngangon kambing atau sapi? Makelar tiket? Pengoprek coding komputer? Tukang angkot? Guru? Pegawai Bappeda? Ahli batu mulia? Penjual gorengan? Mbak penjaga toko mas? dll dll.

Semuanya punya 'jenis kelamin' - stereotyping yang ingin aku tuliskan plus semua yang pernah aku lihat dan rasakan terkait suatu profesi. Seru deh kayaknya.

Lalu untuk blog, yang juga ingin aku tulis adalah tentang The Color of City in My Mind - tentang warna kota di benakku. Tak peduli apakah kota tersebut pernah aku kunjungi atau belum.

Misal Surabaya. Aku lihat berwarna putih tapi abu-abu. Bandung Hijau kecoklatan, ada merahnya. Lalu Palembang kuning. Canberra putih tertata. Mumbay, warna warni, tak teratur namun exotic. Helsinki, hitam mengkilat. Mataram, tak jelas. Banjarmasin, ada banyak benda tajam di sekelilingnya. Bandar Sri Begawan, punya banyak sungai berkelok dengan perahu berlayar tinggi (lah ini kan bukan warna) - yaa ... kota ini di benakku berwarna hijau dan putih lembut. Begitu seterusnya.

Untuk artikel koran, aku pingin nulis tentang berbagai fenomena di masyarakat, kejadian unik di sekeliling, lalu aku kasi moral of the story sedikit saja. Tak perlu banyak. Kalau banyak, sayang, honornya tak banyak, masak nulis semua siih. Satu moral, satu tulisan, satu honor. :D

Untuk buku? Sekurangnya saat ini aku punya 2 ide: 1) CSR dengan MindMap - rencana aku mau kerjakan bersama teman yang ahli MindMap, dan 2) HR Management dan segala seluk beluknya - berbentuk satu seri buku. Ini juga sama satu teman yang ahli dan praktisi Human Resources.

Ada banyak ide lain yang pernah masuk di fikiran. Tetapi karena aku tidak aku rekam (tulis atau foto), hanya mengandalkan ingatan, maka ternyata ide-ide itu hilang. Harapannya akan muncul lagi suatu saat bila ada yang mentriggernya.

Begitulah sekelumit tulisan ngawur menjelang subuh yang sebentar lagi datang ..

Tuesday 3 December 2013

Orang Gila Jalanan. Apa Yang Bisa Kita Lakukan Untuk Bantu Mereka?

Sampai saat ini aku belum tahu jawaban judul tulisan pendek ini. Pikirku, bantuan tersebut seharusnya bersifat 'long term', model lembaga swadaya masyarakat, ada fokus dan program, punya maksud dan tujuan yang jelas, ada tujuan akhir, long term goals, dll. Mungkinkah?

Lalu apa tujuan membantu orang gila jalanan? Supaya apa? Bikin mereka sembuh atau kembali ke keluarganya yang akan merawat, dll? Ahh. Aku belum bisa temukan jawaban.

Apa pula tujuan membantu mereka? Sekedar amal? Berderma? Untuk 'perubahan'? Gak tahulah.

Saat ini yang bisa aku (atau pembaca) lakukan cuma prihatin. Lalu sesekali hampiri orang gila yang kebetulan papasan di jalan atau yang kelihatan sedang berteduh. Kasi duit atau makanan. Bisa dipastikan wajahnya akan tetap tanpa ekspresi saat menerima apa yang diberi.

Tapi tak semua mau menerima lho. Ada yang menolak, dan malah menjauh. Tujuan kasi-kasi cuma sederhana. Biar si orang gila bisa makan sesuatu. Isi perut. Atau kalau pegang duit, bisa beli makanan (bila mereka paham duit, dan paham duit bisa ditukar makanan).

Orang gila jalanan. Mengenaskan sekali melihat mereka. Badan setengah telanjang. Pakaian compang camping. Warnanya jauh lebih buruk dari kain pel atau keset. Rambut awut-awutan. Berjalan entah kemana. Muka tanpa ekspresi. Tak hirau dengan bunyi motor mobil menderu di jalanan ramai.

Kenapa yaa mereka ada di jalanan. Tak adakah yang urus? Kemana keluarganya?

Ada juga yang telanjang bulat. Risih juga melihat mereka. Sebagian besar kulitnya menghitam, penuh daki, tentu tak pernah mandi. Juga mungkin karena tidur di sembarang tempat. Emperan toko mungkin lebih baik, lantainya sering disapu. Tapi kadang mereka terlihat tidur di trotoar. Berselimut debu.

Ada yang tua. Ada yang masih muda. Ada yang laki-laki. Ada juga yang perempuan. Tak tergambarkan perasaan melihat mereka telanjang.

Sebagian besar tak mengganggu orang (dalam arti membuat onar atau bikin takut). Hanya satu dua saja yang kelihatan mengkhawtirkan bila kita dekati.

Apa yaa yang bisa dilakukan untuk membantu mereka?

Sekedar kasi makan? Supaya mereka bisa bertahan hidup?

Aku  pernah lihat di Nairobi - Kenya, seorang bapak-bapak tua berkulit putih bercelana pendek berbaju kotak kotak dan memakai topi, memanggul karung (aku duga berisi makanan), membagikan roti untuk para gelandangan kulit hitam di sebuah ruas jalan. Waktu itu udara sedang dingin-dinginnya. Para gelandangan terlihat tiduran berselimut tebal di bawah pohon-pohon pinggir jalan, dan ketika melihat di bapak tua datang, mereka bergerak menyongsong roti yang diulurkan. Mulia sekali si Bapak Bertopi.

Tapi ini untuk gelandangan. Bagaimana dengan orang gila? Apakah model ini bisa ditiru? Setiap hari mengumpulkan roti atau makanan siap makan untuk dibagikan kepada orang gila yang ditemui di pinggir jalan?

Gelandangan mungkin menarik untuk dibantu, karena mereka memang mungkin hidup susah, sedang tak punya apa apa buat makan hari itu. Mereka masih 'waras'. Bila sudah makan barangkali mereka lalu bisa berfikir cari kesibukan (kerja) untuk menyambung hidup.

Tetapi kalau orang gila? Dikasi makan? Lalu setelah makan mereka tetaaap saja berjalan telanjang tanpa ekspresi, dengan tatapannya yang kosong. BUKAN menerawang lho, karena menerawang adalah aktifitas otak yang dilakukan dengan kesadaran, bukan sesuatu yang dimiliki orang gila.

Kasi makan terus? Supaya mereka bertahan hidup? Begitukah seterusnya?

Apakah membuat mereka bisa makan punya perbedaan dengan tak menghiraukan mereka sama sekali. Membuat mereka tetap hidup atau membiarkan mereka mati saja? Mungkin tak ada pengaruhnya. Tak akan bikin mereka sembuh dari gilanya. Tak akan bisa merubah hidup mereka.

Barangkali membiarkan mereka mati, diambil nyawanya oleh yang membuat mereka - Tuhan kita, adalah tindakan lebih bijak. Biarkan mereka hilang karena kena penyakit mematikan, atau keprosok lubang, tak ada yang menolong berhari-hari - lalu mereka mati?

Ataukah berharap atau membiarkan aparatus pemerintah menggaruk mereka untuk dibuang di hutan-hutan sepi, mengenyahkan mereka dari peradaban, biar tak mengganggu pemandangan? (Cara ini adalah cerita angin - kali tak benar. Tapi banyak juga lho orang gila di pinggir hutan Alas Roban (perbatasan Kendal - Batang, Jawa Tengah). Apakah mereka 'buangan' tadi? Tak tahulah.

Maaf banget. Ini ditulis terutama karena prihatin saja. Juga tak berangkat dari kepahaman akan peran Dinas Sosial negara atau Rumah Sakit Jiwa dalam mengurus makhluk Tuhan berjenis orang gila jalanan.

Begitulah kawan. Kali ada pembaca yang punya solusi?

Salam Peduli

Monday 25 November 2013

Cinta Pada Pandangan Pertama

Supaya membaca buku jadi terasa lebih bermakna, jangan lupa siapkan pensil/ballpoint. Untuk apa? Mencatat refleksi pertama yang muncul saat membaca atau sehabis membaca suatu judul, suatu kalimat, paragraf, artikel, atau buku.

Ingat. Refleksi (atau reaksi fikiran) pertama. Itulah yang dituliskan. Yang gak pakai pertimbangan macam-macam. Apa yang kadang disebut njeplak (bahasa jawa = asal komentar terhadap sesuatu yang dilihat, saat itu juga, tak pakai mikir). Atau komen (terkait status di FB atau media sosial lainnya). Toh komennya buat kita sendiri kok. Bukan untuk dibaca orang lain.

Reaksi fikiran pertama adalah arti judul posting ini. Cinta yang muncul pada pandangan kedua akan beda lho. Mungkin akan lebih baik atau lebih sempurna. Tetapi cinta pada pandangan pertama itu cuma muncul sekali. Terjadi sekali saja saat pandangan jatuh. Sifatnya unik dan tak berulang. Catatan: di sini tak dikenal adanya refleksi salah atau benar, keliru atau serampangan, kurang lengkap atau ngawur. Tak ada. Yang ada adalah refleksi pertama. Sesuatu yang sangat berharga.

Mencatat bisa langsung di buku yang sedang di baca, di pinggir teks yang kosong, di halaman yang kebetulan kosong, di mana saja di dalam buku tersebut, atau bisa juga di buku lain. Tetapi di buku lain tidak disarankan karena refleksi berarti terpisah dari buku. Resiko hilang atau bikin repot kasi penjelasan untuk dapat mengingat lengkap konteks mengapa catatan (refleksi) muncul dan ditulislan.

Melihat judul bagus, lalu kagum dengannya, segera tuliskan kekaguman itu. Bilapun tak suka dengan judul itu, katakanlah. Tulislah mengapa tak suka. Itulah refleksi.

Membaca satu parafgraf, lalu punya pikiran kritis, pertanyaan, kesimpulan, atau pendapat lain, atau apa saja, jangan lupa segera ditulis. Yaa .... intinya adalah SEGERA dituliskan. sebab kalau tidak, refleksi atas apa yang dibaca bisa hilang atau berubah saat pindah ke paragraf lain, halaman lain, judul lain, atau buku lain.

Selesai membaca suatu artikel lepas, atau satu artikel yang merupakan bagian dari suatu buku, biasanya kita punya pendapat, tanggapan atau pertanyaan (atau apa saja namanya) terkait artikel tersebut. Tuliskan segera.

Tak perlu panjang panjang. Cukup ringkas dan pakai simbol juga tak apa. Maklum space yang tersedia di pinggiran artikel kadang tak banyak.

Berikut contoh yang aku bikin saat baca buku Brand Gardener (Handoko Hendroyono).


Membaca sampai hal 61. I love this. Buku ini menarik dilihat dari judul dan disain cover - tetapi isinya belum terlihat brilliant.

Di halaman 35, akhir Story 1: Aku menulis gini:

The idea is OK but may not be applicable in this 'pragmatic' era. 
Question: Are you brave enough as a manager or a staff to make a breakthrough? If yes, ways should be defined.

Di Halaman 40, semacam kesimpulan saja, aku tulis:
----
Keep writing stories in your blog / website / Twitter.
It sells!
----
Human interest stories (and pictures).

Begitulah .. Nulisnya (tentu yang terbaca), dan pendek-pendek. Bisa juga satu dua kata. Tak ada masalah. Semaunya kita saja.

Ada beberapa keuntungan bila membaca dan langsung buat coret-coretan refleksi:
1) Sebagai bukti bahwa kita sudah membaca paragraf / artikel yang bersangkutan
2) Sebagai catatan berharga ide-ide cemerlang yang timbul karena terinspirasi bacaan yang kita baca
3) Sebagai bahan pengingat di kemudian hari tentang isi paragraf, artikel, atau isi buku. Bila tertarik dengan pemikiran kita sendiri (dari melihat apa yang tercoret-coret), kita bisa explore lebih dalam, baca ulang artikel, dan formulasikan ide menjadi sesuatu yang lebih lengkap - misal tulisan baru atau tulisan sanggahan, dll.

Demikianlah sekelumit tentang aksi baca dan coret-coret.

Nah. Sebagai praktek, Anda bisa langsung tuliskan (di bagian komentar) refleksi atau reaksi fikiran anda sehabis membaca tulisan ini. Barangkali ada yang menulis begini:

Judulnya tak sesuai dengan isi tulisan.
atau:
Penulisnya sedang tak punya kerjaan, asal nulis saja, tapi lumayan .. :D

Hehehe ... Salam ...
Sampai jumpa di episode 'Menulis Apa yang Terlintas' selanjutnya ...

Friday 18 October 2013

Not A Dream but How to Realize Your Dream (Pesan Buat Generasi Muda)

Aku putuskan untuk sementara tak melanjutkan tulisan tentang mimpi-mimpi kehidupan yang sempat sampai 4 judul. http://aunulfauzi.blogspot.com/2013/09/mimpiku-sebelum-tak-lagi-bisa-bermimpi-4.html

Bermimpi atau tepatnya menuliskan mimpi ternyata butuh usaha. Butuh energi (buat menghayal), dan tentu tenaga ngetik disertai tetek bengek mood dan kondisi lingkungan pendukung, hal-hal yang aku rasa aku lagi tak punya.

Kali ini aku ingin menulis formulasi pendek untuk menjadi sukses. Sukses di usia 30 tahun. Artinya, pada usia itu, sudah bisa bebas menikmati hobby. Kerja tak ada bedanya dengan hobby, bukan lagi merupakan tekanan. Jalan jalan sudah pasti. Dan tentu menikmati dunia dan menyiapkan diri menyongsong the after life. :)

Tulisan ini khusus aku peruntukkan bagi anak-anak (generasi muda) yang masih duduk di bangku kelas 6 SD sampai awal SMA. Kalau kelas 5 ke bawah, masih terlalu awal untuk diajak bersusah memikirkan tentang masa depan, tentang kesuksesan, dan sejenisnya. Biarlah mereka isi waktu dengan gembira ria bermain semaunya. Kalau akhir SMA atau sudah kuliah? Hmm ..  Agaknya mereka sudah punya formulasi sukses sendiri deh. Kalau direcoki dengan apa yang akan aku tulis di bawah ini, kuatirnya bakal bikin susah. :D

Begini ..

Pertama, perlu disepakati dulu apakah yang dimaksud dengan sukses? Bagiku sukses adalah memiliki kehidupan yang tenang (karena tak terganggu urusan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan - sandang, pangan, papan - artinya, kebutuhan dasar sudah terpenuhi, plus tentunya melakukan apa apa yang disukai) dan bermanfaat (artinya diri sendiri tak bikin repot orang lain serta mampu memberi kontribusi pada kehidupan, manusia dan alam).

Seseorang berpredikat sukses (tak peduli usia berapa - tapi harapannya nggak tua-tua amat ah) berarti memiliki hidup yang memberinya ketenangan dan dapat menawarkan manfaat bagi dunia dan isinya.

Selanjutnya, kesuksesan SUDAH MULAI dapat dinikmati seseorang pada usia sekitar 30 tahun. Ini menurut hitungan 'ngawurku': usia 7 tahun masuk SD, usia 13 tahun masuk SMP, tamat SMA usia 19 tahun, dan tamat S1 usia 24 tahun. Bekerja memantapkan kesuksesan sekitar 6 tahun sehingga pada usia 30 tahun sudah benar benar SUKSES. :D

Catatan: orang lain boleh tak setuju dengan apa yang tertulis di atas dan di bawah. Kalau ada tambahan, bolehlah ditambahin .. Thanks .. . :)

Bagaimana formulasi sukses?

Untuk sukses seseorang perlu punya yang berikut:
1) Memiliki sikap mandiri
2) Memiliki wawasan luas
3) Memiliki banyak teman
4) Rajin berdoa.

Mari kita bahas satu per satu.

1) Memiliki sikap mandiri
Mandiri adalah sifat dasar. Sifat-sifat baik lain seperti kerja keras, tak mudah menyerah, disiplin, santun, dll akan ikut dengan sendirinya bila seorang anak (generasi muda) sudah memupuk kemandirian sejak kecil. Saat SD sudah terbiasa urus diri sendiri, siapkan pakaian sekolah, peralatan sekolah, belajar menabung, belajar puasa, dan tak suka merengek bila orang-tua belum mampu penuhi kebutuhannya. Bila kurang secara ekonomi, dia mulai belajar memenuhi kebutuhannya. Misal: dengan kreatif menciptakan karya untuk dijual kepada teman, belajar dagang kecil-kecilan (keuntungan untuk beli buku sendiri, bila ada sisa ditabung buat masa depan).

Ketika SD dan SMA kemandirian sudah jauh lebih maju dan ditingkatkan dengan upaya menuju kemandirian psikologis dan ekonomi. Kemandirian psikologis ditandai dengan sikap selalu baik sangka pada apapun yang ada di sekitar mereka. Suka senyum dan peduli pada sesama. Kemandirian ekonomis: misal memanfaatkan peluang bisnis bila ada. Contoh: magang di kios fotokopi, ikut bantu cuci piring di warung, jualan koran, dan apa saja yang penting halal (banyak lho kesempatan bagi anak-anak muda untuk bekerja paruh waktu supaya bisa kumpulin uang buat ditabung).

Menabung mulai usia 13 tahun (sejak tamat SD) sampai usia 30 tahun (saat mulai SUKSES) = menabung selama 17 tahun. Bila menabung seribu rupiah per hari (jumlahnya meningkat 50% per tahun) maka tabungan menjadi: 1 milyar lebih - cukup buat jadi BANK PRIBADI untuk segala keperluan. Tak perlu pinjam duit di leasing kalau mau beli motor. Pinjam pada diri saja. Kan dapet bunga juga (bungain sendiri - hehehehe).

Perhitungannya seperti berikut (ini belum memperhitungakan bunga deposito bila duit disimpan di bank).


Pesan kepada orang tua: bikin anak mampu mandiri, mengandalkan diri sendiri. Menyayangi itu sudah pasti, tetapi hindarkan memanjakan anak. Jangan lupa ajari menabung. :D

2) Memiliki wawasan luas.
Ini bisa dicapai dengan rajin baca buku. Dimulai dengan menyukai buku-buku bergambar, cerpen, novel, lalu meningkat pada ilmu pengetahuan yang lebih kompleks bahkan sampai filsafat. Ini bisa dilatihkan sejak kecil sampai anak-anak besar. Sejak SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi sampai tamat, terus sampai ajal menjemput. Oh iya, kurangi waktu nonton TV (apalagi di zaman sekarang saat materi TV lokal kebanyakan kurang berkualitas). Main PS dan games tentu boleh - itu juga untuk perluas wawasan - tetapi ingatkan anak anak bahwa dunia tak sebatas layar laptop atau android.

Wawasan luas juga dapat diperoleh dengan memperbanyak pengalaman. Misal pengalaman organisasi sekolah, kegiatan di kampung, ikut perjalanan dengan orang tua, bertemu dan berguru pada semua orang. Bebaskan generasi muda untuk eksplorasi dunia sesuai bakat dan minatnya. Jangan sedikit-sedikit dilarang. Orang tua cukup memastikan anak-anak aman.

Pesan kepada orang tua: ajari anak mencintai buku, dan hargai bila mereka bertanya, jangan pernah bikin mereka takut berpendapat.

3) Memiliki banyak teman
Ini terkait dengan relasi (positif) dan networking. Kesempatan bisa muncul dari sekitar kita bila kita punya banyak teman / saudara.

Bila seorang anak diajarkan berpikiran positif terhadap siapapun yang ada di sekitarnya, lalu mereka tak segan berteman dengan siapa saja, maka sukses sudah menanti. Dalam agama kita dikenalkan dengan himbauan bersilaturahmi untuk memudahkan jalan rizki. 

Pesan kepada orang tua: ajari anak bagaimana menjadi pendengar dan pengamat yang baik, jadi orang yang baik hati dan suka menolong. Ini semua adalah bekal supaya punya teman yang banyak.

4) Rajin berdoa
Sifat jujur (sesuatu yang dibutuhkan untuk mencapai sukses) sudah termasuk di sini. Orang yang rajin berdoa (menghiba pada Tuhan adalah orang-orang yang tak bisa bohong). Perilaku berdoa identik dengan sifat yang condong pada moralitas agama - hal yang mendasar bagi pembangunan rohani yang kuat.

Pesan kepada orang tua: tak usah suruh (apalagi paksa) anak-anak rajin sembahyang, cukup rajinlah ke masjid, bacakan kitab suci, dan bertingkah yang baik, maka anak-anak akan mengikuti. Tauladan adalah guru terbaik.

Tak hendak memperpanjang - kalau kepanjangan nanti malah ndak dibaca - kesimpulan adalah sbb:

Mandiri + Wawasan Luas + Banyak Teman + Rajin Doa = SUKSES

Sikap dan sifat tersebut di atas perlu dipupuk sejak anak dalam kandungan, lahir dan berusia balita sampai hampir tamat SD.

Sikap dan sifat tersebut akan mulai dipahami lebih baik oleh anak-anak usia kelas 6 SD (belum ada penelitian tentang ini, mengapa usia kelas 6? perasaan saja ... hehe). Hendaknya terus dipupuk dan dikembangkan terus saat sekolah menengah sampai perguruan tinggi, bahkan sampai mulai bekerja (yang serius - entah jadi pegawai atau wirausaha) dan tetap berlanjut sampai betul-betul SUKSES dan hidup menikmati kesuksesan ...

Sooooo, hidup tenang dan hidup bermanfaat - itulah arti SUKSES.

Bagaimana itu bisa diraih?
(a) Tenang (kebutuhan dasar terpenuhi, merasa cukup dengan apa yang dimiliki, sedikit atau banyak, tak rakus, tak berlebihan): sudah mulai nabung dan berhemat sejak kecil, sudah terbiasa produktif mencari kebutuhan hidup diri sendiri.
(b) Bermanfaat (mau berbagi rizki, peduli pada sesama, peduli pada dunia, dan peduli hari akhir).: sudah terbiasa bantu orang lain, juga peduli pada lingkungan.

Sudah .. itu saja, sudah sukses kok ... :D

CATATAN AKHIR:
Semoga tulisan singkat ini bermanfaat bagi para orang tua dalam membantu anak-anak mereka menjadi orang-orang sukses di usia 30 tahun.

Saturday 7 September 2013

Mimpiku Sebelum Tak Lagi Bisa Bermimpi (4)

Ah, masih banyak mimpi yang bisa dipaparkan tentang rumah di atas bukit ini. Mungkin perlahan-lahan mimpi ini akan berkembang (dalam bentuk mimpi atau sudah relaisasi), terutama terkait pembangunan fisik rumah dan keselurauhan lahan, yang tentu akan berubah, bertambah, atau menyesuaikan dengan keinginan, kemampuan, perkembangan zaman, dll.

Yang jelas, kalau suatu saat rumah masa tua ini jadi, aku membayangkan akan sering bangun pagi, pagi sekali, untuk sholat malam bermunajat di hadapan Alloh Maha Suci. Lalu sambil menunggu subuh menjelang aku bisa putar radio mencari suara-suara dari kejauhan - gelombang AM maupun SW. Bila waktu subuh sudah dekat, aku akan jalan kaki ke masjid terdekat tempat sholat subuh berjamaah, tentu bersama istri tersayang.

Oh iya, terkait jalan kaki ke masjid buat jamaah, ada beberapa keuntungan didapat. (1) Olah raga jalan kaki, sehat badan, dapat udara segar, dan pepohonan dan tetumbuhan pinggir jalan akan jadi saksi niat berangkat sholat kelak di kemudian hari. Lalu (2) menikmati sujud bersama teman-teman atau tetangga kampung, (3) silaturahmi dipererat dengan saling tegur sapa antar jaamah, menanyakan kabar dan rencana aktifitas hari itu, (4) dan masih banyak keuntungan lain. Keuntungan-keuntungan ini sendiri adalah bagian dari mimpi-mimpiku.

Pulang dari masjid, kesibukan rutin dimulai dengan memberi makan ternak, ayam, atau beri rumput buat kambing. Rehat sejenak sambil ngopi dan makan pisang goreng sebelum mulai aktifitas-aktifitas lain yang menyenangkan: siram tanaman, menyiangi bila perlu, tanam pohon baru, keliling tanah perdikan mengamati situasi sampai menjelang waktu dhuha, bersujud lagi memohon ridlo Alloh di musholla kecil dekat penampunagn air. Oh iya. Kayaknya perlu musholla kecil tempat sholat dan baca Qur'an. Bila capek, balai-balai di musholla siap menampung badang menikmati semilir angin menjelang waktu makan siang.

Bila sedang tak repot, sholat zhuhur dapat dilakukan di masjid. Jamaah. Kalau tidak, cukup di musholla rumah. Bila tak ada halangan, kegiatan dilanjut aktifitas lain di seputaran kampung atau ke kota terdekat kunjungi saudara dan teman.

Waktu sore barangkali adalah waktu terbaik di puncak bukit ini. Memandang keluasan segara penjuru, mengikuti jejak cahaya langit perlahan meredup, menjadi sakti rona merah lembayung perlahan hilang dikuasai gelap awal malam - yang proses ini sendiri merupakan peringatan bahwa sesudah siang akan ada malam, bahwa suatu saat nanti hidup akan berakhir, dan oleh karenanya saat hidup sekarang perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan bekerja dan berdoa, persiapan hidup sesudah mati.

Malam akan datang. Dan malam dapat bisa sepi, bisa pula tidak. Sepi bila tak ada aktifitas kegiatan fisik bersama teman-teman dari kampung yang kebetulan dilakukan di rumah. Sepi bila tak ada acara nonton bareng Liverpool main. Sepi bila tak ada kerabat yang sedang berkunjung atau menginap. Tapi sepi seperti itu tak akan pernah benar-benar sepi karena rumah akan selalu terhubung dengan dunia luar lewat internet dan berbagai media sosial yang ada. Moga dapet sinyal. :)

Begitu kira-kira impian tentang aktifitas keseharian hidup mimpi. Belum detail, tulisnya cepat-cepat. Tetapi sudah cukup beri bayangan seperti apa kehidupan 'menyendiri' di rumah bukit. (TO BE CONTINUED)

Mimpiku Sebelum Tak Lagi Bisa Bermimpi (3)

Masih banyak yang aku mimpikan tentang rumah di tanah perdikan di bukit ini. Bagaimana dengan sistem dukungan perbekalan, transportasi dan keamanan?

Untuk perbekalan, Insya Alloh tak susah. Asal duit dicukupkan Yang Maha Kuasa, maka urusan beras dan teman-temannya tak akan masalah.

Tanah ini, di bagian bawah, berbatasan dengan sebuah kampung kecil. Ada puluhan rumah penduduk yang sudah lama menetap di sini. Pasti ada warung-warung kelontong.

Maju dikit, ada jalan lintas yang menghubungkan Lombok Timur dengan Lombok Utara. Jalan aspal hotmix yang sangat halus. Tak akan susah cari garam dan gula. Toh sudah ada singkong, ubi, dan pisang. Barangkali minyak kelapa tak perlu beli karena aku bisa bikin sendiri dari buah kelapa yang nantinya banyak tumbuh di dalam tanah perdikan.

Transportasi? Nah ini yang asyik. Aku memimpikan punya sekurangnya 2 mobil jenis jeep. Satu chevrolet blazer tentunya dan 1 pick up untuk angkut-angkut perbekalan. Chevrolet blazer sudah punya. Yang sekarang dipiara saja baik-baik biar nanti bisa menemani di dunia mimpi. Kalo masalah pick up, mudah. Ada duit bisa beli, yang seken sekalipun tak masalah.

Aku berfikir akan ada jalan tembus dari jalan hotmix langsung ke depan rumah. Turun naikkan penumpang dan barang jadi tak susah. Oh iya, tentu perlu garasi buat mobil-mobil ini. Ya, akan akan bangun garasi seadanya. Cukup buat melindungi dari terpaan sinar matahari yang memang terik di tempat ini.

Keamanan? Insya Alloh keamanan terbaik adalah kedekatan dengan tetangga. Aku pasti akan bergaul dengan mereka para tetanggaku dari kampung di bawah dan dari kampung-kampung lain di seputaran wilayah ini. Tapi sekurangnya aku perlu bangun semacam gerbang penanda tanah perdikan. Kayak di film-film barat itu lho .. ada gerbang dengan papan nama. Ah .. nama tempat ini belum aku pikirkan. Nanti saja belakangan kalau ada ilham muncul.

Seputaran tanah akan aku pagari dengan tananan hidup, pohon yang terus tumbuh sekalian jadi penghalang terpaan angin bila datang bertiup terlalu kencang. Sebelah tebing tak perlu repot karena selain tebingnya curam, semak belukar berduri yang banyak tumbuh di sana bisa jadi pengaman alamiah.

Jalan setapak penduduk di bawah yang akan ke hutan mungkin aku bangun di luar pagar, atau kalau gak, masuk halaman saja, melintas di dekat rumahku. Jadi kalau ada yang sedang lewat, kami bisa bertegur sapa. Buat mempererat silaturahmi. Ah indahnya. (TO BE CONTINUED)

Mimpiku Sebelum Tak Lagi Bisa Bermimpi (2)

Aku selalu memimpikan bisa membangun rumah kayu bertingkat dua, lokasi pinggir hutan atau dekat dengan alam. Alam bisa berarti kebun, sawah, atau tanah luas yang tak ada bangunan lain, yang jauh dari hiruk pikuk manusia dan kendaraan lalu lalang.

Rumah Depok sekarang ada di dalam sebuah komplek perumahan. Masih mending lokasi di pojok dan dikelilingi tanah yang masih terbuka. Halaman musholla dan tanah kosong. Halaman rumah, pinggir jalan dan samping rumah aku tanami  lebih dari 100 mahoni. Yang tumbuh lebih dari separo. Ini semua berangkat dari mimpi tadi di atas, mimpi dekat dengan alam.

Tanah perdikanku, pada sebuah bukit kecil di kaki Rinjani, mungkin adalah anugerah dari Yang Kuasa tanpa aku susah-susah membentuknya. Sudah terbentuk sendiri. Ada sungai di bawah tebing di satu sisi tanah itu. Di sisi lain, terlihat hamparan lembah penuh pepohonan hutan dan kebun. Bahkan ada sungai lebih kecil di sana.

Di belakang adalah tanah tak terurus seluas 1 hektar milik orang. Ini membatasi tanahku (yang juga saat ini kondisinya tak terurus, penuh ilalang dan satu dua pohon saja) dengan hutan Gunung Rinjani. Semoga pemilik tanah ini suatu saat mau menjual kepadaku, dan saat itu, aku sedang punya duit. Bisa bikin tambah luas tanah perdikan. Hehehe.

Nah di  tanah perdikan inilah aku ingin bangun rumah kayu. Rumah dari bahan bahan alami. Punya satu kamar tidur utama, satu kamar tidur kali ada tamu dan saudara yang berkunjung, ada kamar mandi, juga beranda yang luas, dan 1 bangunan lain tempat menyimpan peralatan bercocok tanam. Oh iya, pastinya perlu satu bangunan lain buat kandang ternak. Semua dari bahan-bahan yang ada di sekitar. Kayu, bambu dan genteng tanah.

Jangan katakan ini rumah 'tradisionil' karena aku tak anti listrik. Bila ada listrik, Insya Alloh akan ada radio (kesukaanku), komputer dan internet. Bila perlu TV satelit. Buat nonton Liverpool tentunya. Dari rumah ini aku akan kendalikan dunia dan terhubung dengan teman. Sambil menanam jagung aku bisa nge-tweet atau upload foto ke Facebook dll. Kendalikan dunia? Tak begitu-gitu amat sih. Cuma maksudku adalah bila aku punya kerjaan yang mendatangkan duit atau kerjaan amal di luar sana, aku akan kontrol pengelolaannya dari rumah ini. (TO BE CONTINUED)

Mimpiku Sebelum Tak Lagi Bisa Bermimpi (1)

Kalau boleh bermimpi, berkeinginan, bercita-cita, maka mimpiku kira-kira seperti ini kawan.

Tak malu aku ungkapkan ke hadapanmu. Satu, sebagai peneguhan supaya aku selalu ingat mimpi-mimpi ini, dan oleh karenanya jadi giat berjuang mewujudkannya, dan dua, berkat doa kalian, mimpi-mimpi ini suatu saat akan jadi kenyataan. Amin.

Mimpiku apa? Aku ingin pulang ke Lombok, menghabiskan sisa hidup di kaki gunung Rinjani, di sebidang tanah bukit yang aku beli dulu saat harga murah sekali, yang di salah satu sisinya, di bagian yang bertebing dengan ketinggian rata-rata 30 meter, mengalir sungai dari gunung, sungai yang kalau musim hujan akan mengalirkan banjir yang tak jarang bawa potongan kayu tumbang, yang di musim kemarau menjadi lorong desau angin membawa gemericik suara air dari aliran yang tak begitu besar. Air ini, kawan, sangat jernih, kilauannya bak minta dianugerahi satu dua tegukan insan yang kebetulan melintas.

Aku ingin hidup di bukit itu. Supaya mataku bisa luas memandang laut di kejauhan sana. Supaya puas menanam pohon, karena bagian belakang tanahku ini langsung berbatasan dengan hutan Rinjani. Aku suka tanam pohon, karena pohon menawarkan harapan masa depan. Aku juga akan bercocok tanam, menanam jagung dan singkong, juga sayur dan tanaman rambat. Tak lupa pisang kesukaanku.

Ah, aku jadi pingin beternak satu dua kambing. Biar bisa menikmati embekannya. Menatap matanya yang memelas serta mencium aroma pesing kencingnya. Kambing dan rumput kering sisa  makanannya adalah sumber pengingat Papuk Alim - kakekku pedagang kambing saat aku SD dulu. Al Faatihah buat beliau ...

Ayam tentunya, aku akan piara yang banyak - supaya dapat telur dan daging, tak perlu beli. Ah burung dara aku tak terlalu suka, agak repot sepertinya. Tetapi luasan tanah tempat aku ingin tinggal ini sangat memungkinkan untuk piara apapun.

Akan aku cari cara untuk bikin listrik bila perusahaan negara tak sanggup aliri. Ada angin bertiup terus menerus di bagian atas bukit kecil ini. Barangkali listrik tenaga angin bisa dibangkitkan. Bila ada listrik, maka air dari sungai di bawah tebing bisa dinaikkan untuk mengairi tanah perdikan - yaaa .. namanya tanah perdikan .. dengan luasan sekitar 20 ribu meter, mestinya ini bisa jadi surga.

Aku ingin bangun rumah di bukit ini, tinggal di sana bersama Naning - my love. Biarlah anak anak kami tinggal di kota, sesekali barangkali mereka ingin bekunjung bersama teman-temannya sambil liburan. Tak tinggal bersama kami juga tak apa apa. Mereka pasti punya cita-cita dan mimpi hidup yang berbeda dengan mimpiku. (TO BE CONTINUED)

Monday 24 June 2013

Tak Akan Bonceng Tiga Lagi

Pagi 17 Mei 2013 mungkin akan menjadi kali terakhir kami bonceng tiga pakai motor kesayangan,  Kawasaki ZX 130, yang sudah menemani selama hampir enam tahun sejak dari Depok (Jakarta Coret) sampai sekarang di Semarang.

Rutinitas berangkat sekolah. Pagi sekitar jam 6.30. Aya ambil posisi duduk di depan, di ujung jok. Bapak duduk tengah sigap menahan kemudi biar tak oleng. Syarrifa nyaman di boncengan.

Posisi duduk seperti ini beberapa kali dikeluhkan Aya, "Kapan yaa kakak duduk di depan, dan aku di belakang."

Keluhan ini tak digubris sang kakak. Lama kelamaan, Aya mungkin lupa dan tak tertarik untuk mengeluh lagi.

Sejak Syarrifa selesai Ujian Nasional SD, dia tak lagi masuk pagi pulang sore. Program sekolah mengharuskan anak-anak kelas VI yang sedang menunggu pengumuman UN untuk menginap di sekolah, mendapatkan pelajaran tambahan Qur'an serta pelajaran hidup mengurus diri sendiri jauh dari dukungan orang tua dan rumah.

Sejak saat itu, hanya Bapak dan Aya di motor. Siang tidak. Karena urusan jemput sekolah ditangani Mas Mul, anak Bi Sar yang kerja di tempat kami. Aya mungkin senang duduk di boncengan belakang Bapak. Tetapi kadang kami rasakan sepi. Tak ada teman bertengkar di jalan. Tak ada teman exchanging comments kalau ada hal-ahal aneh kami lihat sepanjang jalan. We miss Syarrifa. Kali gitu .. :)

***
Banyak kejadian terkait urus mengurus anak yang hanya dijumpai sekali seumur hidup oleh bapak atau ibunya.

Itu barangkali yang menimbulkan sesal dalam hati bila (terutama) ada momen tertentu dalam hidup anak yang terlewatkan orang tua. Misal pertama kali sang anak masuk sekolah. Menjemput pulang sekolah. Mengambil rapot kenaikan kelas. Menemani beli bahan atau alat pelajaran sekolah. Menemani cari buku. Mengantar ke rumah temannya dll dll - melakukan hal-hal tertentu yang bila saatnya tiba, sang anak sudah tak mau lagi ditemani bapak atau ibunya.

Aku pernah dengar kata seorang teman dari Makassar yang beberapa kali bercerita bahwa untuk urusan anak, dia selalu berusaha mengiyakan apapun yang diminta anaknya. Minta beli ini, dibelikan. Beli itu, dibelikan. Tak segan dilakukan bahkan dengan harus mengorek tabungan.

Terlepas dari baik tidaknya cara ini, aku melihat si teman tadi sedang berusaha menghargai momen 'sekarang' saat ia dianugerahi kesempatan untuk mendengar (dan tentunya menikmati) anaknya meminta sesuatu, menyaksikan anaknya nampak senang bila permintaan terpenuhi, momen-momen yang mungkin tak akan lagi ia dapatkan bila kelak anaknya sudah mandiri dan tak merasa perlu lagi minta pada bapak ibunya.

Aku sendiri berusaha tak segan untuk 'melayani' anak-anak. Tadi pagi (pengalaman yang bikin aku ingat untuk tulis cerita ini), aku harus kembali sekolah sampai 3 kali untuk mengambilkan perlengkapan kegiatan yang lupa tak terbawa. Walau diburu waktu untuk urusan lain, aku berusaha ingat kapan lagi aku akan bisa menikmati kesempatan melayani mereka seperti ini.

Walau sudah kelas V dan VI, kadang mereka manja. Minta diambilkan makan di dapur. Juga minum dari dispenser. Seringkali bahkan minta disuapi. Kalau sedang tak capek, ibunya sangat menikmati permintaan seperti itu, apalagi sehabis masak-masak. Aya dan Syarrifa bisa habis 3 piring penuh kalau disuapin Ibu. Mereka kenyang, Ibu senang.

***
Sebentar lagi Syarrifa akan masuk SMP Hidayatulloh. Jadwal dan kegiatannya mungkin akan berbeda dengan jadwal dan kegiatan Aya yang baru naik ke kelas VI di SDIT Ulul Abshor.

Tetapi, mungkin masih akan ada kesempatan bagi kami untuk bonceng tiga mulai Juli 2013 (tahun ajaran baru) karena arah sekolah Syarrifa dan Aya masih sama. Kami akan drop Ifa di jalan depan sekolahnya lalu lanjut ke sekolah Aya.

Tetapi barangkali tidak juga.

Saat mulai masuk sekolah, mungkin saja Syarrifa berfikir dia sudah besar dan Aya pada kenyataannya juga  sudah semakin bongsor sehingga motor kesayangan kami sudah tak aman bonceng tiga.

Mungkin Syarrifa akan memilih naik angkot. Sudah merasa cukup pede untuk urus diri sendiri atau berani berangkat sendiri. Atau mungkin kami ada rejeki beli mobil, sehingga tak harus naik motor terusss kalo ke sekolah ... hehehehe. Yang terakhir ini adalah doa. Amiiiin.

Sunday 16 June 2013

Pelukan Damai Dunia Berhenti

Di sela hiruk kehidupan yang mengejar tak bosan
Yang memaksa terus bergerak bahkan berlari
Ternyata ada dunia lain ... Dunia diam, dunia berhenti
Dunia tenang yang beri kesempatan merenung
Dunia yang ada di balik lipatan buku yang dibaca
Yang ada dalam satu dua jam nonton film
Dunia yang menenangkan, yang melindungi, yang menguatkan

*Mari baca buku (bagus) atau nonton film (bagus)
Bagus lagi kalau rajin terpekur dalam doa ...

Catatan sehabis nonton Laura Basuki dalam 2 film berikut:
http://www.youtube.com/watch?v=UcoekAWlGqs dan
http://www.youtube.com/watch?v=OouctY2Xsio

Wednesday 12 June 2013

Buaian Suara Suara Dari Kejauhan

Sampai sekarang aku sangat suka dengar radio. Barangkali oleh sebab almarhum Bapak. Beliau selalu bangun jauh sebelum subuh. Reyot tempat tidurnya akan segera diikuti klik radio disetel yang kemudian mengeluarkan suara lamat-lamat penyiar dan musik, menerobos dinding gedek rumah, hinggap di gendang telinga kami anak-anaknya - bukannya mengusik tidur, tapi malah membuai. Masa kecil kami diwarnai suara-suara dari kejauhan.

Di zaman gelap era 70an yang masih cukup vakum dari seliweran gelombang radio, siaran yang bisa ditangkap dari rumah (di Tanjung, sekitar 4 kilometer dari Selat Alas) masih sangat terbatas. Belum ada radio lokal selain RRI Mataram yang mulai mengudara sekitar jam 5 pagi. Radio Makasar dan Radio Australia lebih dulu. Mereka dapat didengar di gelombang AM dan SW. Jadilah kami pendengar setia pengajian dan adzan subuh dari Sulawesi. Juga konsumen berita dunia dari radio negeri kanguru.

Buaian yang nikmat. Suara-suara penyiar yang menceritakan aktifitas manusia entah di negeri mana. Pikiran melayang membayangkan semua hal yang mampu dihadirkan dalam alam fikir. Musik-musik aneh yang membawa nuansa asing ke dalam jiwa. Bahasa-bahasa yang bunyinya kadang tak masuk di akal sampai aku pernah yakin bahwa semua bunyi-bunyian yang keluar dari mulut manusia, apapun bentuk dan susunan bunyinya, pasti punya makna entah dalam bahasa di mana.

Kebiasaan mendengar radio mulai termanjakan oleh munculnya aneka stasiun radio, swasta dan pemerintah. Berkembangnya teknologi alat-alat siar memperkuat pancaran gelombang hingga menjangkau daerah lebih luas. Peralihan banyak stasiun radio dari gelombang AM ke FM juga menjadi tonggak penting yang masih aku ingat dalam hal radio.

(Ingatan masa kecil: RPD Selong. Radio Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Timur. Di gelombang AM. Pernah aktif lalu tak aktif dan kemudian aktif kembali. Entah apakah sekarang masih ada.)

Mendengar radio. Membayangkan negeri seberang. Berangan-angan. Bermimpi. Itu semua aku lakukan. Bagaimanapun, barangkali itu yang membentukku seperti sekarang ini.

Tak bisa ke negeri-negeri yang disebut dalam berita , aku cukup puas dengan mendapatkan kalender dinding dari Radio Australia dan Radio Amerika (VOA). Juga Radio Netherlands. Radio DW (Deutsche Welle) gak begitu populer di telingaku. Aku kirim surat ke alamat radio tersebut dan minta kalender. Senangnya minta ampun ketika Pak RT membawakan amplop dari LUAR NEGERI. Pak RT sampai aku kasi persen. Namanya Amak Jerin - kakak sepupu sendiri. Hehehe.

Pssssst (1). Kalau tak dimakan ngengat, kalender-kalender itu pasti masih utuh sampai sekarang. Soalnya tak mau aku pasang di dinding. Takut merusak lubang gantungannya. Kalender tak hanya berfungsi melihat tanggal. Ia adalah memori. Sebab memperolehnya tak mudah. Untuk tahu alamat pengiriman surat, aku harus mencatat cepat-cepat setiap penyiar menyebutnya. Berulang-ulang supaya pas titik komanya. Tak ada Google seperti sekarang buat copy paste alamat. Belum lagi biaya prangko. Dan tekanan batin (yang terasa asyiik - harap-harap cemas) menunggu jawaban.

Pssssst (2). Alhamdulilah, aku akhirnya bisa menjejakkan kami di beberapa negeri yang disebutkan dalam radio. Juga hampir berkunjung ke Hilversum (Radio Netherlands) dan Melbourne (Radio Australia). Ntar kalo ada duit beneran, kota-kota itu semua Insya Alloh aku akan kunjungi. Bila perlu masuk ke dalam gedung dari mana suara-suara akrab dari masa kecil itu dipancarkan. Hehehe.

Sebelum era sandiwara Saur Sepuh (Brama Kumbara) dan Tutur Tinular (Arya Kamandanu) muncul, yang tak asing di telinga waktu itu adalah sandiwara radio yang sangat legendaris 'Butir-butir Pasir Di Laut' yang disutradara oleh John Simamora (bacanya: joooooon simamoraaa).

Dari negeri jauh, ada nama yang tak bisa hilang dari ingatan sampai saat ini. Nuim Khaiyath. Ah .. suara beliau bikin bergetar. Legenda. Ada semangat. Idealisme. Juga kecerdasan. Kudoakan beliau sehat selalu. Aku yakin, suara beliau adalah salah satu pengantar dan pembentuk hidup banyak orang dari era Radio Australia zaman dulu.

Akibat romansa berlebih tentang radio, aku sangat tergila-gila dengan radio. Terutama yang bisa gelombang pendek. Dulu di Mataran, aku pernah tinggal di rumah salah seorang kerabat yang suka kutak kutik radio. Dia punya radio Grundig buatan Jerman kecil mungil dan begitu cantik di mataku. Fisik rusak sedikit, tetapi suaranya, Masya Alloh, begitu jernih. Darinya yang keluar hanyalah keindahan.

Aku tak mampu beli. Pernah di Surabaya tanya, Grundig juga, tapi bukan model yang sama. Diberi harga Rp. 650.000. Lima belas tahun laluuu ... Aku balik kanan.

Tetapi cukup senang pada akhirnya di Glodog bisa beli Sony ICF-SW11, radio gelombang pendek 11 band yang sampai sekarang aku bawa kemana-mana. Cukup kecil masuk tas. Cuma setelapak tangan orang dewasa. Aku bawa ke kota manapun yang aku kunjungi. Buat nangkap gelombang radio langsung dari sumbernya! Wonosari, Jogja, dengar campur sari Manthous. Di Surabaya buat dengar radio bahasa Jawa dialek lokal. Sumatera dengar urang awak menyiarkan lagu melayu. Juga di Kalimantan dengar pengajian.

Sempat aku tak percaya, ketika di Hanoi radioku bisa nangkap siaran Bahasa Indonesia. Kupikir radio Indonesia sebelah mana yang begitu kuat memancarkan siaran Bahasa Indonesia sampai ke negeri Paman Ho. Ternyata  penjelasannya ada di sini: http://tinyurl.com/lxood68

Begitulah sekelumit cerita tentang radio yang aku tulis karena terpacu keinginan untuk mengapresiasi perkembangan radio yang sedemikian rupa hingga zaman streaming ini.

Sekarang aku suka sekali dengar radio dari portal TuneIn (bisa diinstal di BB atau Android, juga PC). Buat dengar BBC, VOA, ABC, dll. Juga suara-suara asing dari kejauhan Kepulauan Cocos, dari Vanuatu, juga Peking dan Sacramento. Dari tempat-tempat yang jaaauuuh.

Sambil menyimak berita bahasa India, Swahili, dan Arab, juga menikmati alunan blues ataupun countries dari kota-kota kecil tak dikenal di negeri Paman Sam, mari kembali membangun impian suatu saat nanti bisa mengunjungi tempat-tempat tersebut yang saat ini hanya mampu didengar lewat suara.

Monday 3 June 2013

Sepotong Kenangan Untuk Bapak dan Paman Can

Perjalanan pertama yang aku lakukan sendiri tanpa ditemani siapapun adalah ketika almarhum Bapak menyuruh beli sirlak (serbuk kimia bahan cat berwana coklat berkilau) ke Pancor, kota perdagangan kecil  berjarak 4 kilometer dari desa kami, Tanjung - Lombok Timur.

Walaupun gagal membawa pulang pesanan Bapak (penjaga toko tak paham sirlak, mereka tahunya Cerelac - susu bayi), perjalanan itu selalu kukenang hingga kini.

Aku berangkat mengenakan baju terbaik: seragam pramuka, dibeli sebulan sebelumnya. Harum baju baru masih tersisa. Sehabis mandi sore, aku ke perempatan masjid tempat mangkal colt - mobil angkutan penumpang masa itu. Usiaku sekitar 11 tahun. Kelas 5 SD. Perjalanan pertama ke kota. Aku masih ingat betapa aku bangga diberi kepercayaan sama Bapak untuk mewakilinya ke kota beli sesuatu.

Enam tahun kemudian, saat duduk di kelas II SPG (Sekolah Pendidikan Guru), aku berhasil terpilih sebagai anggota pasukan pengibar bendera mewakili kabupaten untuk bergabung dengan regu pengibar bendera provinsi Nusa Tenggara Barat. Kalau tak salah, itu pas perayaan Kemerdekaan RI tahun 1987.

Perjalanan kedua menjauh dari rumah. Sebelumnya, sejak SMP maupun masuk SPG, kota terjauh yang aku ingat aku pernah kunjungi hanyalah Pancor. Kali ini ke Mataram. Kota provinsi. Woow.

Di sana aku ikut pelatihan persiapan berisi ketahanan mental dan fisik, terutama baris berbaris a la pengibar bendera pusaka Istana Negara yang selalu tampil di layar TV tiap 17 Agustus. Mataram. Jalan Pemuda. Balatkop (Balai Latihan Koperasi) asrama kami, latihan cara makan, berbaris sore, sepatu kulit, pakaian putih-putih. Kacu merah putih, rambut model tentara. Sampai sekarang Ibu masih menyimpan bros garuda kecil yang aku peroleh sebagai anggota pengibar bendera.

Next? Timor Timur. Itu perjalanan pertamaku dengan pesawat udara. Setelah menunaikan tugas sebagai pengibar bendera, kami diberi jatah berkunjung ke provinsi lain di tahun berikutnya. Buat bikin kita-kita yang muda jadi punya pengalaman. Kira-kira begitu misi perjalanan yang diatur oleh Bidang Pemuda dan Olah Raga Kanwil Depdikbud NTB kala itu. Tahun 1988.

Aku ingat di Bandara Selaparang aku hanya ditemani Paman Can seorang (sudah almarhum - al Faatihah buat beliau) sementara aku lihat salah satu teman diantar rombongan besar keluarganya pakai mobil. Terimakasih Paman Can - doa kami untukmu.

Pesawat terbang. Mataram. Denpasar. Maumere. Dili. Timor Timur. Provinsi termuda. Kunjungan beberapa minggu. Tinggal di keluarga angkat. Sarapan roti. Lalu tinggal (dan senam pagi) di asrama. Mencekam kalau malam hari. Ada suara tembakan. Dansa dalam pesta warga di Dili. Pesta di halaman berdebu sampai larut malam. Menyaksikan kecantikan perempuan Porto (sebutan untuk keturunan Portugis) keluar menikmati alunan musik. Pulang lewat Kupang - Denpasar - Mataram.

Next? Sekolah di Jogja. Menetap di beberapa kota di Jawa, juga berkunjung ke Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Juga beberapa negara lain. Terakhir di sini, di Semarang.

Tanjung, Pancor, Mataram, Jogja, .... dan Semarang. What a trip. Aku boleh lah sebut 'a life journey'. Ada permulaan, dan suatu saat nanti akan ada akhir. Sekarang masih lanjut laah ... Insya Alloh ...

Catatan:
Ini cerita tak lengkap, kali tak berisi apa-apa. Tapi dapat buat mengenang Bapak yang sudah beri kepercayaan padaku, menganggap aku sudah besar dan mampu kerjakan apa-apa sendiri. Ini bikin aku paham makna percaya diri. Juga buat mengenang Paman Can, seorang penyayang penuh kasih pada anak-anaknya. Darinya aku belajar makna keluarga.

Monday 20 May 2013

TRAINING: Becoming a Successful Fundraiser (Semarang - Juni 2013)

HADIR DI SEMARANG: Becoming a Successful Fundraiser - training 2 hari agar handal menggalang dana program/organisasi bersama Sekolah Fundraising - PIRAC (Jakarta). Daftar segera. Tempat terbatas. Hubungi: Ipung Yahya (085647297849), Aunul Fauzi (081319709060), atau M. Yusuf (08561000791)



Sunday 5 May 2013

Pasar Bukit Indah Regency: Alternatif Jogging dan Kuliner Semarang Atas


Kerduse ono rak,” sapa lelaki berkulit terang khas ras Tionghoa itu sembari mencomot tempe goreng dari meja.

Yang disapa, penjual soto dengan berewok tak dicukur, menjawab tanpa menoleh, “Ra ono. Sing wingi wes entek.” Dia sedang berkonsentrasi menyiapkan soto pesanan tamunya.

Sejenak si lelaki Tionghoa panik. Dia berbalik menuju gerobak tempat istrinya menata bawaan, siomai Bandung. Berguman tak jelas, ia melongok ke dalam gerobak berharap menemukan kerdus (kotak karton pembungkus siomai pesan bawa pulang). Mulutnya tak berhenti mengunyah tempe.

Aku lali ik,” ujarnya menyesali diri. Sang istri yang bergaun batik terusan warna coklat muda bercorak tak menanggapi. Hari sudah menunjukkan pukul 07.20. Di parkiran, mobil-mobil pengunjung mulai berdatangan. Seperti penjual-penjual yang lain, mereka harus bergegas menata dagangan menyambut pembeli. Tak ada kerdus tak apa-apa.

**

Selain penjual soto dan penjual siomai, tak kurang dari 11 penjual makanan lain mengisi stand di dalam anjungan berdiameter 20 meter dengan tiang bambu dan atap rumbai yang dibangun dalam kawasan Bukit Indah Regency, komplek perumahan perbukitan Semarang Atas. Oleh satpam perumahan, tempat ini disebut pasar. Buka hanya hari Minggu. Sampai tengah hari. Tiap penjual bayar Rp. 25.000 sebagai retribusi sekali jualan.

Aneka makanan tersedia mulai jam 6 pagi. Ada bubur dimsum, macam-macam bakso, ayam goreng, pecel, nasi langgi, pempek, tahu aci, bahkan sate kambing dan swike goreng. Juga tersedia berbagai minuman hangat dan dingin. 

Sekitar 30 meja bundar masing-masing dengan 4 sampai 5 kursi plastik disediakan di bagian dalam anjungan. Selain itu ada 14 meja beratap terpal, dipasang di sekeliling anjungan – enak untuk menikmati semilir angin dan pemandangan ke arah perbukitan di bawah. 

Dari sini nampak sebuah padang golf dan sebagian Kota Semarang. Musik alami gemericik air yang menyusur dinding bukit ditambah cicit burung bernada riang membuat suasana terasa tenteram.

Bagian depan anjungan berupa koridor ke ruang utama dipadati penjual buah dan sayur segar serta penjual serabi dan pukis.

Kompleks pasar ini memiliki tempat parkir yang muat sekitar 40 mobil. Beberapa alat permainan anak-anak juga ada termasuk ayunan (tapi sudah kelihatan karatan).

Di bagian terpisah, namun tak jauh, ada bangunan toilet permanen 2 pintu. Hanya 1 yang berfungsi. Tempat cuci tangan dengan 2 keran berair sejuk tersedia berikut sebuah cermin lebar.

Nampaknya, sebagian besar pengunjung adalah penghuni perumahan yang datang dengan mobil atau jalan kaki berombongan. Seorang bapak tua berbaju kaos berkerah dengan celana pendek dan sepatu kets nampak santai masuk ke anjungan membawa sebuah radio kecil bermerek Sony yang terus menerus memperdengarkan ocehan penyiar lokal yang seakan hendak menyaingi lantunan nostalgia Maya Rumantir dari 2 kotak salon di langit-lagit atap rumbia.Teman-temannya berkaos warna merah seragam. Barangkali mereka baru saja selesai olah raga dan lanjut sarapan pagi.

**
Kawasan pasar ini sebenarnya sangat cocok untuk tempat jogging keluarga. Jalanan sepi ber-paving beton dengan udara segar khas perbukitan, jauh dari polusi kota dan lalu lalang kendaraan umum. Pemandangan kiri kanan adalah pepohonan dan semak hijau yang pasti bikin damai di hati.

Bisa dimasuki dari arah Jalan Setiabudi – Semarang Atas. Kalau dari arah Semarang, belok kanan setelah POM bensin Gombel. Dari arah Banyumanik, masuk kiri sebelum turunan Gombel di sebuah gerbang besar dengan jalan aspal selebar 8 meter.

Di ujung jalan sebelah kanan ada pos satpam perumahan Bukit Indah Regency. Bila hendak segera cari keringat, mobil bisa diparkir di sini, lalu jogging ke arah pasar sekitar 20 menit. Jalanan menurun. Sampai di pasar, silahkan menikmati aneka makanan yang tersedia.

Wednesday 2 January 2013