Monday 3 June 2013

Sepotong Kenangan Untuk Bapak dan Paman Can

Perjalanan pertama yang aku lakukan sendiri tanpa ditemani siapapun adalah ketika almarhum Bapak menyuruh beli sirlak (serbuk kimia bahan cat berwana coklat berkilau) ke Pancor, kota perdagangan kecil  berjarak 4 kilometer dari desa kami, Tanjung - Lombok Timur.

Walaupun gagal membawa pulang pesanan Bapak (penjaga toko tak paham sirlak, mereka tahunya Cerelac - susu bayi), perjalanan itu selalu kukenang hingga kini.

Aku berangkat mengenakan baju terbaik: seragam pramuka, dibeli sebulan sebelumnya. Harum baju baru masih tersisa. Sehabis mandi sore, aku ke perempatan masjid tempat mangkal colt - mobil angkutan penumpang masa itu. Usiaku sekitar 11 tahun. Kelas 5 SD. Perjalanan pertama ke kota. Aku masih ingat betapa aku bangga diberi kepercayaan sama Bapak untuk mewakilinya ke kota beli sesuatu.

Enam tahun kemudian, saat duduk di kelas II SPG (Sekolah Pendidikan Guru), aku berhasil terpilih sebagai anggota pasukan pengibar bendera mewakili kabupaten untuk bergabung dengan regu pengibar bendera provinsi Nusa Tenggara Barat. Kalau tak salah, itu pas perayaan Kemerdekaan RI tahun 1987.

Perjalanan kedua menjauh dari rumah. Sebelumnya, sejak SMP maupun masuk SPG, kota terjauh yang aku ingat aku pernah kunjungi hanyalah Pancor. Kali ini ke Mataram. Kota provinsi. Woow.

Di sana aku ikut pelatihan persiapan berisi ketahanan mental dan fisik, terutama baris berbaris a la pengibar bendera pusaka Istana Negara yang selalu tampil di layar TV tiap 17 Agustus. Mataram. Jalan Pemuda. Balatkop (Balai Latihan Koperasi) asrama kami, latihan cara makan, berbaris sore, sepatu kulit, pakaian putih-putih. Kacu merah putih, rambut model tentara. Sampai sekarang Ibu masih menyimpan bros garuda kecil yang aku peroleh sebagai anggota pengibar bendera.

Next? Timor Timur. Itu perjalanan pertamaku dengan pesawat udara. Setelah menunaikan tugas sebagai pengibar bendera, kami diberi jatah berkunjung ke provinsi lain di tahun berikutnya. Buat bikin kita-kita yang muda jadi punya pengalaman. Kira-kira begitu misi perjalanan yang diatur oleh Bidang Pemuda dan Olah Raga Kanwil Depdikbud NTB kala itu. Tahun 1988.

Aku ingat di Bandara Selaparang aku hanya ditemani Paman Can seorang (sudah almarhum - al Faatihah buat beliau) sementara aku lihat salah satu teman diantar rombongan besar keluarganya pakai mobil. Terimakasih Paman Can - doa kami untukmu.

Pesawat terbang. Mataram. Denpasar. Maumere. Dili. Timor Timur. Provinsi termuda. Kunjungan beberapa minggu. Tinggal di keluarga angkat. Sarapan roti. Lalu tinggal (dan senam pagi) di asrama. Mencekam kalau malam hari. Ada suara tembakan. Dansa dalam pesta warga di Dili. Pesta di halaman berdebu sampai larut malam. Menyaksikan kecantikan perempuan Porto (sebutan untuk keturunan Portugis) keluar menikmati alunan musik. Pulang lewat Kupang - Denpasar - Mataram.

Next? Sekolah di Jogja. Menetap di beberapa kota di Jawa, juga berkunjung ke Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Juga beberapa negara lain. Terakhir di sini, di Semarang.

Tanjung, Pancor, Mataram, Jogja, .... dan Semarang. What a trip. Aku boleh lah sebut 'a life journey'. Ada permulaan, dan suatu saat nanti akan ada akhir. Sekarang masih lanjut laah ... Insya Alloh ...

Catatan:
Ini cerita tak lengkap, kali tak berisi apa-apa. Tapi dapat buat mengenang Bapak yang sudah beri kepercayaan padaku, menganggap aku sudah besar dan mampu kerjakan apa-apa sendiri. Ini bikin aku paham makna percaya diri. Juga buat mengenang Paman Can, seorang penyayang penuh kasih pada anak-anaknya. Darinya aku belajar makna keluarga.

No comments: