Friday 12 December 2008

Gagal Ngobrol Bareng Riri Reza 3

Aku memacu mobil dengan santai, suatu kesempatan yang jarang aku dapatkan. Biasanya aku berkendara seperti merasa ada yang mengejar atau menunggu, membuat laju kendaraan tak aman bagi diriku maupun pengguna jalan lain. Kudendangkan lagu tak berjudul menikmati rasa nyaman itu. Senyum kurasakan mengembang di bibir. Pengaruhnya kurasakan melemaskan otot wajah, juga mengendorkan otot jantung. Perasannku begitu riang namun tenang. Kalau harus memacu kendaraan dalam kondisi telat, sementara kita tak tahu menahu keadaan jalan atau kepadatan arus kendaraan, rasanya tidak nyaman bukan? Sore itu, rasa tidak nyaman itu jauh dariku. Kulanjutkan berdendang … na na na na na na … kali ini lagu Sheila On7 kesukaan istriku.

Sekitar jam 5.30, aku melintasi perempatan Gaplek, perempatan yang mempertemukan arus kendaraan dari Ciputat, BSD, Patung, dan Lebak Bulus. Aku belok kanan ke arah Cirendeu – Lebak Bulus, kurang lebih 1 jam sejak aku berangkat dari kantor. Masih cukup banyak waktu. Aku bayangkan tidak lama lagi Aerioku akan segera melintasi kolong tol Lebak Bulus, belok kanan ke arah Pondok Indah, lalu Permata Hijau, dan berakhir di Pantau. Aku putuskan tidak akan lewat jalan pasar Kebayoran Lama. Sudah 3 bulan lebih aku tidak lewat jalan itu, aku tidak yakin seperti apa situasinya. Aku tak mau ambil resiko.

Sebuah truk mengerdipkan lampu depannya meminta kesempatan mendahului. Sudah dari tadi dia menguntit di belakangku. Nampaknya sopirnya sudah mulai tidak sabar melihat Aerio merah melaju santai. Aku mengurangi laju mobilku, menepi sedikit untuk memberi jalan. Monggo, kataku dalam hati, aku ikhlas disalip. Tidak ada rasa dongkol atau rasa negatif lainnya seperti dalam situasi yang biasa.

Priit .. prit .. prit .., suara sempritan seorang tukang parkir membuyarkan dendangku. Ada apa gerangan? Tak nampak sesuatu yang luar biasa. Seorang tukang parkir berusaha membantu sebuah mobil memasuki badan jalan. Namun sesaat kemudian, di depanku nampak antrean kendaraan cukup panjang. Ah … paling paling ada kemacetan dikit di perempatan setelah lapangan udara Pondok Cabe. Itu biasa …

Aku menunggu. Kendaraan belum pada bergerak. Aku sabar saja. Sepuluh menit berlalu. Tidak ada perubahan. Sudah duapuluh menit hanya beranjak kurang dari 10 meter. Aku mulai menengok kiri kanan mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Tak ada satupun tanda-tanda yang bisa dibaca untuk mengetahui keadaan. Aku lirik jam, jam 5.50. Sebentar lagi jam 6. Dan aku masih di jalan Pondok Cabe, waktuku tinggal 1 jam. Hmm … aku mulai bertanya, apakah akan bisa sampai di Pantau tepat waktu?

Jam 6 kurang sedikit, azan Magrib lamat-lamat terdengar dari sebuah masjid yang tak tahu entah di mana. Antrean kendaraan bergerak sangat lambat. Aku mulai merasa kritis. Tak kubiarkan sebuah sedan Mitsubishi mendahului. Aku pepet kanan, tetapi dari kiri sebuah angkot mengambil kesempatan. Ah .. tak ada gunanya salip-salipan dalam kondisi jalan macet dan arus kendaraan dari arah berlawanan, Lebak Bulus, tak henti mengalir. Aku biarkan sedan mengambil jalan di depanku. Aku berusaha sabar menguntit. Diam-diam muncul penyesalan, mengapa aku tidak ambil jalan tol saja? Mengapa aku takut mengeluarkan duit tak sampai 20 ribu untuk membayar tol? Kalau aku lewat tol, barangkali jam 6 aku sudah berada di sekitar Pondok Indah Mall melaju santai menuju Kebayoran Lama. Ah .. andai saja …

Lanjut Baca: Gagal Ngobrol Bareng Riri Reza 4

No comments: