Monday 1 December 2008

Tiga Nasehat Penuntun

Sekurangnya ada tiga hal yang beberapa waktu terakhir ini sering aku jadikan penuntun, terutama di tempat kerja.

Yang pertama: "Work smart, not hard! We appreciate hard work, but we pay for results!"

Kata-kata bijak tersebut diungkapkan Linus Kabhuta, seorang teman dari ICRAF Nairobi, sesaat setelah mobil yang kami tumpangi keluar pintu tol Ancol dalam perjalanan menuju Mangga Dua. Linus, bekerja di bagian finance, sedang berada di Indonesia dalam kunjungannya ke kampus CIFOR - ICRAF Bogor bulan September lalu.

Seperti yang dikatakan Linus, nasehat tersebut bukanlah asli darinya, tetapi dari seorang CEO yang diangkat untuk mengembalikan kejayaan KODAK beberapa waktu lalu. Linus bercerita, CEO itu berhasil.

Seringkali, seorang karyawan bekerja melebihi jam kerja yang seharusnya. Ia ingin menunjukkan betapa keras ia bekerja. Mengikuti nasehat bijak CEO di atas, seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi bila ia dapat bekerja secara efektif dan efisien (smart). Lagipula, bila bekerja lebih lama sang karyawan akan kekurangan waktu untuk berbagai aktifitas lain di luar tempat kerja, baik sebagai anggota masyarakat maupun sebagai bagian dari keluarganya.

Work for results berarti bekerja dengan target untuk mewujudkan hasil. Intinya bekerja harus menghasilkan sesuatu. Hasil kerja bisa berarti penjualan yang meningkat, jumlah artikel yang berhasil ditulis dalam satu minggu, seminar terselenggara dengan baik, terselesaikannya laporan perjalanan, atau diterbitkannya sebuah buku. Pendek kata, ada sesuatu yang dapat dijadikan bukti sebagai hasil kerja (outputs). Untuk apa bekerja bila tidak menghasilkan sesuatu? Itulah yang disebut "we pay for results - kami membayar anda untuk apa yang anda hasilkan.' Percayalah, walaupun (kelihatan) bekerja keras tetapi hasil tidak ada, anda sendiri yang akan merasakan akibatnya.

Berpegang pada nasehat tersebut, aku mencoba merancang apa yang dapat aku selesaikan dalam suatu rentang waktu (misal seminggu), lalu mengingat-ingat semua target tersebut, dan tentu saja pada akhir minggu dapat menunjukkan hasil kerjaku pada supervisor. Dengan cara ini, aku merasa berguna dan tentu saja hatiku menjadi senang.

Nasehat kedua aku dengar dari seorang pembicara dalam diskusi radio beberapa waktu lalu. Walaupun aku lupa nama si pembicara, juga radio yang menyiarkannya, nasehat itu tetap melekat dalam ingatanku: tentang pain motivator.

Tanyakan pada diri apa akibat terburuk bila menunda atau tidak segera menyelesaikan suatu pekerjaan. Selain akan membuat kewalahan karena pekerjaan lain akan terus berdatangan, tentu saja dampak terburuk adalah hilangnya kepercayaan supervisor yang dapat berujung pemutusan hubungan kerja.

Siapa yang tidak takut pada PHK? Apalagi di tengah situasi perekonomian dunia yang kata orang sedang tidak sehat? Ingatlah kemungkinan anda di-PHK. Jadikan PHK sebagai pain motivator.

Pain motivator disarankan si pembicara radio karena ternyata dapat merangsang munculnya semangat kerja, sama halnya dengan sistem kekebalan tubuh yang akan berusaha melindungi tubuh bila terserang penyakit.

Dalam keseharian di tempat kerja, aku berusaha ingat nasehat ini, terutama bila sedang kehilangan semangat/gairah kerja. Ajaib! Tiba-tiba saja energi baru terasa muncul. Siapa sih yang tak takut PHK? :D

Beberapa jam yang lalu, aku ke tukang pijat. Sudah 3 minggu ini pergelangan kaki kananku bengkak di atas mata kaki karena keseleo saat main futsal. Aku mulai merindukan lari dan teriak lepas membuang stres dengan bermain futsal 2 kali seminggu tiap Selasa Kamis di indoor stadium di kantorku. Berharap kesembuhan, aku nekat menerobos hujan rintik-rintik bersama Kawasaki ZX, motor andalanku.

Di rumah tukang pijat inilah nasehat ketiga aku dapatkan, sebuah nasehat yang aku fikir sangat cocok diterapkan dalam menjalani hidup. Sambil dipijat, aku menonton acara MTGW, Mario Teguh Golden Ways, yang ditayangkan Metro TV. Beberapa waktu lalu, aku pernah ikut seminar MT di Jakarta, tetapi apa yang dikatakannya dalam acara TV tadi betul-betul menggugah.

Menjawab seorang penanya tentang cara menghormati seseorang yang tidak pantas dihormati, MT menjawab dengan perumpamaan seorang pendekar yang minum air dari gelas kosong. Sang pendekar mengangkat gelas kosong dan terdengarlah suara gemericik air tertuang membasahi kerongkongannya yang haus.

MT berkata, "Hanya pendekar besar yang bisa melakukan keajaiban seperti itu. Hanya pendekar besar yang bisa menghormati orang yang sesungguhnya tidak patut dihormati."

No comments: