Monday 16 June 2008

Katuk & Kucai dari Nanggung

“Keduanya harus serentak,” jawab H. Udi (petani 70 tahun) ketika ditanya mana yang harus dilakukan terlebih dahulu, berproduksi lalu memasarkan ataukah mencari pasar lalu memulai produksi.

Selama ini, pemerintah dan berbagai pihak lainnya sudah banyak membantu petani meningkatkan hasil pertanian. Tetapi pada saat panen, petani kebingungan tidak tahu kemana menjual hasil panen. Hal ini dikemukakan Dr. Anas Susila dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam ceramahnya di hadapan para petani peserta pelatihan pasca produksi sayur katuk yang meliputi teknik panen, pemilihan, dan pengikatan.

Lebih dari 100 petani dari desa Hambaro, Sukalunyu, dan Parakanmuncang Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor mengikuti pelatihan di Agromedika yang terletak di Desa Hambaro di kaki Gunung Halimun. Agromedika merupakan lokasi penelitian dan pengembangan tanaman obat yang dikelola oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di atas tanah seluas 2 hektar milik PEMDA Kabupaten Bogor. Pelatihan itu dilanjutkan dengan kunjungan ke beberapa lahan uji coba penanaman katuk dan kucai.

Pelatihan yang dilakukan pada tanggal 2 Juni 2008 ini merupakan salah satu kegiatan Proyek Penelitian dan Pengembangan Sayuran di Lahan Wanatani yang merupakan bagian program bertajuk Sustainable Agriculture and Natural Resource Management atau dikenal dengan SANREM atas dukungan dana USAID (United States Agency for International Development).

Berangkat dari pengalaman selama ini, tim peneliti pemasaran dari World Agroforestry Centre yang bermitra dengan IPB mencoba menerapkan pendekatan terbalik, yaitu menyiapkan pasar sebelum memulai proses produksi. Dengan alat yang dikenal dengan RMA (Rapid Market Appraisal), mereka membantu petani memastikan tersedianya pasar sebagai dasar perencanaan produksi.

“Di awal program, anggota tim melakukan studi terhadap beberapa jenis sayuran lokal yang potensial untuk dikembangkan termasuk berkeliling mencari informasi pedagang yang bersedia membeli hasil produksi sayuran tersebut, yang akhirnya diambil keputusan untuk mengembangkan katuk (Sauropus androgynus) dan kucai (Allium tuberosum).”, demikian dijelaskan oleh Iwan Kurniawan – ahli pemasaran dari World Agroforestry Centre. “Kami menemukan seorang pedagang sayuran dari Pasar Cengkareng, Pak Kastolani, yang menyatakan kesediannya membeli katuk dan kucai yang dihasilkan petani.”

Bersama dengan beberapa petani lainnya dari desa-desa yang dalam lingkup proyek penelitian ini, H. Udi merelakan 2 petak lahannya masing-masing berukuran 800 m2 dan 500 m2 sebagai lahan uji coba penamanam katuk dan kucai Proyek SANREM menyediakan bibit, pupuk, dan obat-obatan yang diperlukan. Kelak bila berhasil, H. Udi diwajibkan menggulirkan modal yang ia terima kepada petani lainnya.

Salah satu hal menarik dari proyek penelitian ini adalah pelibatan petani sejak awal dalam proses-proses RMA. Petani dipercayai memiliki informasi tentang para pedagang yang biasa membeli sayuran hasil kebun mereka. Selain untuk menyusun rencana produksi dan pemasaran, pertemuan-pertemuan dengan para petani dimaksudkan untuk membiasakan petani dengan langkah dalam RMA. Bila proyek sudah berakhir, para petani diharapkan dapat menerapkan RMA secara independen.

Selama ini, Kecamatan Nanggung dikenal sebagai pemasok berbagai jenis sayuran dan buah-buahan ke Jakarta yang letaknya tidak terlalu. Setiap hari, berton-ton komoditas seperti kacang panjang, mentimun, pisang, dan ubi kayu dikirim ke Jakarta dengan mobil pick-up berukuran kecil maupun sedang.

“Nantinya bila proyek ini berhasil, di Kecataman Nanggung akan dibentuk suatu badan pengelola tata niaga dan produksi sayur mayur (Nanggung Agro Enterprise) yang beranggotakan para petani dan orang-orang seperti Pak Kastolani, ” tutur Iwan ketika ditanya dampak proyek ini bagi masa depan masyarakat tani di Nanggung. “Badan ini akan berperan menentukan komoditas yang akan ditanam sesuai dengan kebutuhan pasar, menentukan patokan harga, dan merupakan ajang pertemuan petani dan pembeli. Permasalahan kurangnya informasi pasar dan jauhnya lokasi produksi semoga bisa ditanggulangi.”

Bersama rekan peneliti lainnya, Iwan berharap petani Nanggung memiliki alternatif untuk meningkatkan pendapatannya. Permasalahan banyaknya pemuda dan pemudi Nanggung yang pergi ke Jakarta untuk mencari pekerjaan diharapkan juga bisa dipecahkan bila bertanam sayuran mampu memberikan hasil yang menjanjikan.

No comments: