Monday 9 June 2008

Mereka Bawa Kopi Sendiri

Sesekali matanya menyapu tangga teratas undakan semen batu tak jauh dari tempat ia menggelar dagangan. Herman (11 tahun) berharap ada pengunjung Kebun Wisata Pasirmukti Citeureup, Bogor berminat memesan kopi atau membeli rokok. Sejak pagi, belum satupun dagangannya terjual. Tiga bungkus kopi instan Tora Bika terjejer rapi bersebelahan dengan bungkusan kopi merek Piala dan Opelet. Kedua yang terakhir adalah kopi bungkus buatan Bogor. Ada juga rokok Gudang Garam Filter dan Sampoerna keretek. Empat bungkus rokok keretek merek Arum Manis – entah buatan mana – juga terlihat berjejer rapi di atas koran Lampu Merah yang dijadikan alas.

Bersama adik perempuannya yang biasa dipanggil Iluk (8 tahun), sudah dua hari ini Herman mencoba berjualan. “Termos air panas ini milik Ibu. Ibu bolehin kami pakai piring kecil buat tampah,” jelasnya sambil senyum. Tiga buah gelas bening yang alasnya dicat warna kuning dideretkan dekat termos. Selembar handuk kecil dijadikan lap untuk mengeringkan gelas dan piring sehabis dicuci.

Herman menggelar dagangannya di bawah naungan pohon beringin kecil di pinggir Kali Cileungsi yang berbatasan langsung dengan tempat wisata yang terkenal dengan program menanam padi dan membajak sawah bagi anak-anak sekolah Jakarta dan sekitarnya. Hari itu dia juga ditemani Nurjanah – adiknya yang berusia 9 tahun dan beberapa teman lainnya yaitu Godeg (9 tahun), Ihat (8 tahun), dan juga Nurjanah B (12 tahun). Semua perempuan. Mereka semua berkumpul mengelilingi dagangan di bawah pohon beringin yang belum begitu rindang. Rambut mereka masih basah. Habis mandi di sungai.

“Bapak yang suruh jualan,” ujar Herman sambil tersenyum memamerkan bekas-bekas serbuk kopi di antara gusi dan giginya yang terlihat kokoh. Jelas sekali ia jarang sikat gigi. “Saya beli 10 kopi Tora Bika seharga 8500 di Pak Kandil di pasar lalu jual 3000 segelas. Saya ke pasar sendirian beli kopi dan gulanya,” lanjutnya.

“Dia mah suka berdagang,” tukas Nurjanah yang sedari tadi memperhatikan kakaknya berbicara. Ia memutar-mutar cincin di jari manisnya Cincin itu terbuat dari plastik dan dicat warna emas. Karena takut warna cincin cepat pudar, Nurjanah melapisi cincinnya dengan kertas timah bekas pembungkus permen. Karena sering dibawa berendam di sungai cat warna emas tetap saja terkelupas.

Duit yang terkumpul dari berjualan akan ditabung Herman, melanjutkan kebiasaannya selama ini. Dia punya celengan plastik warna kuning model gentong yang ia beli seharga 3000 rupiah. Pernah tabungannya mencapai hampir 200 ribu rupiah. “Bapak minta tabungan itu buat beli beras. Gak apa apa kalau Bapak atau Ibu yang minta,” jelasnya. Dia bertekad terus menabung untuk mengumpulkan duit walau tidak tahu mau diapakan duitnya kelak bila sudah terkumpul banyak.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10.30. Matahari bersinar terang namun panasnya tidak begitu terasa. Uap air dari sungai Cileungsi yang hanya berjarak beberapa langkah dari pohon beringin mampu membuat kulit tetap lembab. Di kejauhan, suara kakak-kakak pemandu Kebun Wisata terdengar dari megaphone ditingkahi teriakan riang anak-anak sekolah dasar yang sedang bermain lumpur sawah.

Serombongan anak-anak berlarian menuruni lereng sungai di sebelah kiri tempat Herman berjualan. Nurjanah, Iluk, Ihat, Gudeg, Nurjanah B, semua menoleh ke arah mereka, mengawasi dengan pikiran masing-masing. Hanya Herman yang menoleh ke arah lain. Telinganya mendengar suara langkah-langkah berat tapak kaki dari arah undakan batu sebelah kanan. Serombongan orang dewasa nampak berhati-hati menuruni tangga. Sesaat harapan Herman muncul. Semoga dalah satu dari mereka tertarik ngopi, bisiknya dalam hati. Tapi harapan itu langsung memudar ketika matanya menangkap bayangan termos yang ditenteng salah seorang ibu dalam rombongan. Ah, mereka bawa kopi sendiri. ***

4 comments:

lialoebis said...

bagus ceritanya kayak di kompas :p

cyn said...

ah.......kejamnya dunia
nice strory ;-)

L. Pralangga said...

Thanks for the inspsiring entry.. it is deep, indeed :D

Aunul Fauzi said...

makasih komen positifnya - bikin tambah semangat latihan menulisnya