Monday 16 June 2008

Afrika (3) Vaksin Kuning

Untungnya aku sudah punya paspor. Pernah aku pakai waktu ke Amsterdam tahun lalu. Tak perlu lagi menghabiskan waktu dan tenaga mengurus berbagai dokumen (antara lain KTP, akte kelahiran, surat nikah, kartu keluarga) untuk pembuatan paspor baru di kantor Imigrasi Bogor. Memang saat ini membuat paspor tidak susah. Dan kalau tidak mau repot-repot, anda cukup meminta agen perjalanan mengurusnya. Tetapi tetap saja, anda harus menyiapkan beberapa dokumen pribadi dan hadir di kantor imigrasi saat pengambilan foto dan sidik jari.

Visa yang menjadi masalah. Warga negara Indonesia belum mendapat fasilitas VOA (Visa on Arrival). Permintaan visa harus diajukan jauh-jauh hari sebelum memasuki Ethiopia. Konsulat Ethiopia yang terdekat berada di Tokyo dan juga melayani permintaan visa negara-negara di sekitar Jepang seperti Indonesia dan Filipina. Perlu waktu 2 minggu kerja untuk pengurusan visa. Demikian informasi yang diperoleh di situs konsulat Ethiopia. Aku sempat menelpon ke Tokyo. Dalam Bahasa Inggris yang sangat jelas, seorang staf konsulat dengan ramah menjelaskan semua persyaratan yang harus segera dikirim ke Jepang mengingat terbatasnya waktu. Permasalahannya, sampai saat itu surat undangan resmi dari penyelenggara pelatihan belum ada di tangan. Tanpa surat tersebut, Tokyo tidak memiliki dasar untuk mengeluarkan visa. Beberapa email yang aku tujukan kepada panitia meminta surat undangan tidak mendapatkan jawaban.

Aku sempat berfikir tidak akan jadi berangkat karena permasalahan visa. Tetapi ternyata ada prosedur lain yang bisa ditempuh. Ethiopia ternyata bisa memberi VOA bagi visitors from non-VOA listed countries bila disetujui oleh imigrasi setempat. Panitia penyelenggara pelatihan memahami ini. Mereka sudah mengajukan nama beberapa peserta untuk diberikan VOA setiba di Addis Ababa. Dengan salinan surat persetujuan tersebut di tangan, siapapun boleh masuk ke Ethiopia.

Widya, temanku dari CIFOR (Center for International Forestry Research) yang juga akan berangkat ke Addis Ababa, mengingatkanku untuk mendapatkan sertifikat vaksinasi demam kuning (yellow fever). Dia juga menyarankan aku untuk menghubungi Klinik Kesehatan Lanud Halim. Seorang petugas Klinik bernama Pak Ahmad (021-99503807) bersedia datang pada hari Sabtu untuk memberikan vaksinasi. Klinik tersebut sebenarnya buka hanya Senin-Jumat, tetapi dengan perjanjian, mereka bisa memberikan pelayanan di luar hari kerja. Biaya Rp. 300.000.

Sertifikat tanda bukti vaksinasi yellow fever yang berwarna kuning itu berlaku 10 tahun dan diakui secara internasional. Bila seorang pengunjung tidak memiliki sertifikat, dia akan dikarantina selama 10 hari sebelum dibolehkan memasuki wilayah suatu negara. Beberapa waktu lalu aku mendengar dari radio, seorang pria keturunan India yang sedang dalam perjalanan pulang untuk menghadiri pernikahan putrinya terpaksa menjalani karantina di bandara New Delhi. Malam sebelumnya, dia terpaksa menginap di Nairobi karena pesawatnya ditunda. Walau mengaku tidak keluar dari hotel, tetap saja bagian imigrasi New Delhi menolak membolehkannya keluar bandara sebelum melewati masa karantina 10 hari. Pernikahan anaknya tidak bisa ditunda.

4 comments:

ahmad said...

Sekedar informasi, Vaksin Yellow Fever saat ini sedang habis dimana-mana.Termasuk di kantor kami, Kantor Kesehatan Pelabuhan Bandara Halim Pk.

Aunul Fauzi said...

Pak Ahmad, terimakasih atas informasinya. Sangat berguna bagi teman-teman yang mungkin akan mengadakan perjalanan ke negara-negara yang mempersyaratkan sertifikat.

Ngomong-ngomong, kapan persediaan ada lagi?

bayu said...

help help somebody help me....vaksin yellow fever yg masih tersisa di mana yah?? bandung habis, port tanjung priok habis, soekarno hatta habis, halim habis, cirebon habis???

siapa yg bertanggung jawab ??

help me
bayu
02199171007

Anonymous said...

pak ahmad, kl sekarang ada stok ga untuk vaksin yellow fever-nya ??

Mohon informasinya pak, krn abis lebaran mo berangkat ke afrika

Terimakasih

Rivai