Sunday 19 July 2009

Naik Ojek di Ha Noi

Semalam aku ketiduran, padahal baru jam 7 malam. Mungkin kecapean karena sejak berangkat dari Depok, aku belum sempat tidur yang benar-benar pulas. Sebelumnya, temanku Hien sudah menyempatkan diri telpon mengingatkan aku untuk nonton puppet show di dekat danau Hoan Kiem yang berjarak sekitar 500 meter dari hotel tempatku menginap.

Rasanya menyesal melewatkan kesempatan malam itu hanya dengan tidur. Apalagi menurut sebuah cerita yang aku baca di internet, pertunjukan puppet show ini sangat khas dan menyenangkan. Gak apalah, semoga nanti malam ada jadwal. Aku akan nonton.

Pagi tadi, jam 6 kurang, aku bangunkan penjaga hotel yang tidur beralas kasur depan meja resepsionis. Rolling door pelindung pintu kaca hotel masih belum digulung. Hanya ada sedikti celah di bagian bawah. Dengan malas petugas hotel membukakan pintu. Aku pamit mau ke danau Hoan Kiem.

Danau Hoan Kiem adalah satu dari beberapa danau kecil (di Jakarta dikenal dengan sebutan situ) yang bertebaran di kota Ha Noi. Taman sekeliling danau digunakan penduduk sekitar untuk tempat senam pagi / tai chi. Biasanya mereka datang berombongan membawa tape recorder dan pengeras suara. Mereka bersenam mengikuti irama lagu atau petunjuk dari kaset. Pengunjung lain akan bergabung ikut senam. Yang lain, kebanyakan lansia, duduk-duduk di bangku beton yang disediakan, ngobrol sesama teman, menunggu mata kail disambar ikan, atau jalan cepat memutari danau yang berjarak keliling sekitar 1.5 km.

Aku ikut-ikutan gerak badan mengikuti musik sambil berjalan berkeliling danau. Tak lupa aku foto beberapa gedung tua di seberang danau. Bangunan khas peninggalan masa kolonial Perancis.

Seorang tukang ojek melihatku mengambil foto. Dengan senyum malu-malu dia menawarkan diri mengantarku berkeliling kota. Aku tertarik. Kalau jalan kaki, aku mungkin tidak bisa mengunjugi beberapa tempat terkenal di Ha Noi. Aku tanya berapa, dia jawab, ‘paiv sosand’. Wah murah sekali fikirku. Lima puluh ribu dong untuk keliling kota. Kurang dari 50 ribu rupiah. Tapi aku masih coba tawar. Aku bilang 2. Dia jawab “No.”. Aku tawarkan 4, dia tunjukkan 4 jari tangan kiri dan 5 jari tangan kanan. Aku mengartikannya 45 ribu. Aku setuju, dia senyum.

Singkat cerita, aku diajak berkeliling keluar masuk perkampungan kota Ha Noi yang jalanannya tertata rapi. Sayang sekali si tukang ojek ini tidak bisa bahasa Inggris sama sekali. Jadilah kami ngobrol bahasa sendiri sendiri. Aku ngomong bahasa Indonesia dia asyik dengan bahasa Vietnamnya. Isyarat-isyarat Tarzan berlaku. Kami ketawa bersama kalau merasa saling pahami. Kami berkeliling kota mengunjungi Mausoleum Ho Chi Minh, cuma di halaman depan, gak masuk karena belum buka (belum jam 7 pagi), lalu lalu ke sebuat tempat peribadatan kuno (pagoda) besar di jalan Van Mieu - Quoc Tu Giam, mampir beli pisang dan telur di pasar, ke Gedung Opera, dan terakhir masuk ke Museum Revolusi Vietnam. Kebetulan udah buka. Tepat jam 8 pagi. Selesai berkeliling di museum membaca sejarah perjuangan bangsa Vietnam, aku ajak tukang ojek kembali ke Hotel.

Nah .. perjalanan setengah hari ini ternyata harus berakhir dengan kurang menyenangkan. Aku sudah menduga ini akan terjadi ketika beli pisang. Pisang 1 sisir dihargai 30.000 dong. Bagaimana mungkin ojekku berharga 50.000 dong saja?

Mengantisipasi hal-hal yang tidak didinginkan terjadi, aku minta diturunkan 10 meter dari depan hotel. Segera saja aku menyadari kecurigaanku benar. Si tukang ojek, sebenarnya dia baik sekali, bilang ‘seven hundred’ ditambah dengan isyarat muter-muter keliling kota dan menunjukkan aku jam tangannya. Kepalaku senut-senut. Aku memahami apa yang diisyaratkannya. Biaya 700 ribu dong karena kita berputar kota selama 3 jam. Aku pura pura tidak paham. Aku kasikan lembaran 50.000 dong. Dia terima tapi dengan wajah geleng-geleng dan alis mengernyit. Aku pura pura bego dan keluarkan lembar 100 ribu. Dia ambil dan minta lagi. 5 lagi katanya. Walah .. mati aku .. duit di saku cuma ada 270.000 dong. Aku kasikan semua. Tapi dia tetap minta lagi. Aku sampai tunjukkan semua sakuku kosong. Aku gak bawa dompet. Gak bawa pasport. Gak bawa apa apa kecuali kamera saku. Aku tawarkan rokok. Dia menolak sambil berkali kali mengeleng-geleng seperti menyesali kejadian ini. Lama kami berargumentasi sampai beberapa orang di kejauhan seperti memperhatikan. Aku keringat dingin. Malu. Untungnya si bapak menyerah. Dia geleng-geleng keras samil berjalan ke arah motornya mengambil pisang dan telurku. Dia tolak tawaranku untuk ambil pisang dan telur. Begitu dia menstarter motor aku lega. Aku bilang sorry. Dia tidak menoleh dan segera berlalu.

Ah .. kepalaku jadi sakit. Malu dan menyesal ceroboh urusan mata uang Vietnam. Jalan-jalannya jadi kurang happy ending dech. Atau barangkali happy ending-kah? Membayar hanya Rp. 150an ribu untuk putar-putar Hanoi 3 jam?

No comments: