Friday 26 September 2008

Ketupat Plastik, MP3, dan Minoritas

“Seumur-umur aku tidak pernah bikin ketupat. Tetapi di Wageningen, aku dan beberapa teman inisiatif membuat ketupat dengan bungkus plastik. Kami begadang bikin ketupat sambil mendengarkan takbiran dari MP3.”

Rizki Permana atau Kiki (32 tahun), lelaki lajang asal Bogor yang saat ini sedang menempuh pendidikan S3 di Utrecht University, bercerita tentang hari lebaran yang ia lewati di kota kecil Wageningen di bagian tengah Belanda ketika ia sedang kuliah S2 di sana.

“Sholat Ied dilaksanakan di sebuah TK yang disulap supaya bisa menampung jamaah. Karena disewa jam-jaman, beres gak beres, TK sudah harus dirapikan kembali karena kelas akan segera mulai.”

Terang saja, tanggalan di Belanda tidak mengenal hari libur khusus 1 Syawal sebagaimana di Indonesia.

“Untuk Sholat Ied, aku bolos kuliah. Sehabis sholat, beberapa teman bahkan harus buru-buru kembali ke universitas karena siangnya ada ujian.” Bagi Kiki dan teman-temannya, hal tersebut bukanlah masalah. “Yang penting kan Sholat Ied-nya.”

Selesai Sholat Ied yang juga diikuti masyarakat muslim berbagai kebangsaan seperti Turki dan Maroko, Kiki menuju rumah salah seorang mahasiswa Indonesia dekat Wageningen University untuk menikmati ketupat yang ia rebus pada malam takbiran.

Dua kali melewatkan tanggal 1 Syawal di Negeri Belanda, Kiki merasakan pengalaman batin yang unik. “Selama ini aku lebaran di Bogor. Ketika Sholat Ied jauh dari negeri sendiri, aku rasakan kekhidmatan yang tidak aku temukan di Bogor.”

Bahkan pada lebaran pertamanya di Belanda, Kiki sempat meneteskan air mata ketika bersembahyang bersama umat Muslim di sana. “Bukan semata karena merasa jauh dari keluarga pada hari khusus, tetapi aku juga merasakan betapa tidak mudahnya menjadi kelompok minoritas.”

“Di Bogor, kita bisa menemukan tempat sembahyang di mana saja. Tidak perlu bersusah payah menemukan masjid, apalagi menyewa tempat untuk beribadah. Karena menjadi mayoritas, kita tidak pernah merasakan bagaimana susahnya klompok minoritas dalam menjalankan ritual agamanya. Pengalaman di Belanda mengajarkan aku untuk lebih menghargai keberadaan teman-teman minoritas.”

No comments: