Tuesday 5 August 2008

Sampah Legian

Senin pagi jam 7.30 waktu Bali. Tanggal 4 Agustus. Di jalanan kendaraan sudah ramai lalu lalang. Jalan Legian, salah satu pusat keramaian kawasan Kuta sudah bangun sejak dua jam lalu. Beberapa toko mulai dibuka bagi para karyawan yang bertugas mengelap kaca atau menyapu lantai, persiapan menyambut pelanggan. Meja-meja restoran dilap para waiter berpakaian khas. Mereka nampak segar. Diselingi senda gurau, mereka melaksanakan aktifitas pagi mempersiapkan diri menyambut tamu yang akan bersantap sepanjang hari ini.

Dibanding wajah para waiter, aspal Jalan Legian nampak kusam seakan menyuarakan kelelahan setelah semalam dijejaki ribuan pengunjung bar, restoran, toko suvenir, dan diskotik. Sudah lama pagi bukanlah waktu favorite bagi ruas jalan satu arah ini. Tumpukan sampah ada di mana-mana. Lalat berseliweran merubung cairan yang mengalir dari tumpukan sampah yang bertebaran. Bau sisa makanan busuk menggayuti udara pagi yang seharusnya membawa kesegaran. Sedih rasanya mengamati pemandangan tak sedap itu. Bagaimana turis akan betah tinggal di lokasi pariwisata yang tak bersih.

"Petugas kebersihannya malas-malas," kata Wayan, lelaki asli Bali yang sudah 7 tahun mengais rejeki di Jalan Legian dengan menawarkan mobil panthernya untuk mengantar tamu. "Pemerintahnya suka duit, dan akibatnya ini gak terurus."

Entah apa yang dimaksud Pak Wayan, tetapi agaknya dia mengomentari petugas dan mobil kebersihan Kota Denpasar yang belum juga datang mengangkut sampah padahal hari sudah terang dan banyak turis manca negara sudah mulai berseliweran di jalan. Pak Wayan berharap pemerintah bisa memberi perhatian pada masalah sampah di salah satu jalan penting bagi pariwisata Bali ini.

"Truk sampahnya cuma satu. Kalau sudah penuh dengan sampah dari ujung jalan sana, dia akan pergi untuk membawanya keluar, lalu kembali lagi. Itu yang bikin lama," ujar salah seorang waiter Restoran Hotel 14 Roses sambil sibuk mengelap meja.

Untuk jalan sepenting Jalan Legian, nampaknya armada truk sampah perlu ditambah. Supaya tidak menggangggu lalu lalang kesibukan di jalan, pengangkutan sampah mestinya dapat dilakukan lebih pagi, ketika malam masih gelap dan sebagian besar pengunjung sudah tidak lagi berada di jalalan.

Tetapi, lambatnya pengangkutan sampah menjadi rejeki bagi para pemulung. Pendi, lelaki pemulung asal Bondowoso Jawa Timur, mengaku perlu waktu setengah jam untuk mengisi karungnya dengan berbagai sampah plastik yang bisa dia kumpulkan. Pagi jam 6, Pendi dan kawan-kawannya sudah berada di Jalan Legian - cukup waktu baginya untuk memenuhi karung sebelum truk sampah datang. Sudah dua tahun Pendi bekerja di sini dan tampaknya dia tidak peduli apakah Jalan Legian bersih atau tidak. "Gak tahu ya, saya gak tahu kapan truk datang," katanya sambil buru-buru mengatur posisi karung di bagian belakang sepedanya dan mengayuh menjauh. Seorang teman Pendi juga nampak siap siap pergi. Dua karung besar sudah ada di atas motor Honda miliknya. Segera dia menarik gas, membawa pergi karung-karung kusam berisi berbagai barang hasil kerjanya hari itu.

Sebuah bis besar lewat menerbangkan debu dan sampah. Hari sudah jam 8.30. Truk sampah belum datang. Jalanan makin ramai. Nampak sepasang muda-mudi berkulit putih berjingkat menghindari air becek dari tumpukan sampah. Rona jijik nampak di wajah mereka. Wajah kuyu satpam sebuah hotel di seberang jalan melengos tak peduli.

No comments: