Friday 19 August 2016

Pasar. Passion. Langganan

Kadang aku tak berselera menawar. Berapapaun harga yang disebutkan pedagang, sejumlah itu pula yang aku berikan. Tak ada minat. tak ada tenaga. Bayar lalu pergi. Tak peduli berapapun harganya.

Hari ini pun begitu. Aku beli pisang kepok, di Pasar Damar. Kukeluarkan duit, 12 ribu. Si ibu pedagang, aku sering beli padanya, memberikan satu sisir. Aku tak tertarik bersendagurau seperti biasanya. Pisang berpindah tangan. Aku berlalu. Tak ada passion.

Waktu beli sawi sendok, aku merasa tenaga cuma cukup buat ambil seikat. Aku kasikan duit 10 ribu kepada si mas pedagang, juga langganan, lalu nunggu kembalian.

Dia menyapa, 'Kok cuma satu ikat?" Aku jawab, "Ngapain beli dua ikat?" sambil berlalu setelah menerima kembalian. Tak tertarik obral obrol.

Kadang ke pasar seperti itu. Mungkin karena terdorong ingin cepat kembali ke rumah. Toh belanjaan tak banyak. Hari ini aku cuma beli pisang kepok, persiapan ada teman mau datang nanti sore, lalu sawi sendok dan nanas buat bikin jus detox usus, plus kantong plastik sampah harga 5 ribu dan sebendel plastik buat bungkus sambal atau mayonaise bekal anak-anak sekolah.

Oh iya, tadi aku juga beli bawang putih, Seperapat. Aku kasi 10 ribu. Aku agak kaget ketika si ibu pedagang, bukan langganan, mengembalikan 2 ribu. Aku tak menduga bawang putih 'rasanya' mahal. Tapi aku tidak peduli. Sedang tidak peduli. Berapapun harga, aku bayar. Pingin cepat berlalu. Di rumah sepertinya ada banyak bacaan sdang menunggu.

Proses beli semua itu cuma makan waktu tak lebih 10 menit. Tak pakai milih-milih. Tempat beli juga sudah kebayang. Sebagian adalah langganan. Prosesnya cepat. Apalagi lagi tak ada minat berlama-lama.

Hari ini belanja tanpa passion.

Di hari lain, aku kadang nyinyir dengan harga. Tetap lebih suka beli di langganan, tetapi aku akan tawar sampai detail, terutama bila beli pisang kepok. Entah kenapa. Tetapi aku merasa bila tak menawar, si ibu langganan itu suka kasi harga tinggi. Hehehe.

Wah aku jadi ingat. Perlu diceritakan di sini, Bahwa ternyata aku beli kebutuhan dapur di pedagang yang itu-itu saja. Di pasar Damar dekat rumah, aku punya sekitar 5 atau 6 pedagang 'langganan.'

Beli sayur kangkung, tomat, wortel, brokoli, dan pisang susu di mas pedagang. Aku tak pernah tahu namanya. Tetapi aku rasa dia selalu kasi harga murah. The best pedagang.

Beli pisang kepok di ibu tua yang aku ceritakan di atas. Dia suka pakai kain penutup rambut, bukan jilbab. Tadi waktu aku bilang tak ada pisang yang bagus, dia menimpali begini, "Pisang gak bagus, tapi yang beli bagus." Seneng juga rasanya dipuji. Walau aku tahu, aku sudah tak mandi 2 hari, sikat gigi terakhir baru semalam saja, hahaha, pakai pakaian awut-awutan dan kumis cambang tak disentuh cukuran selama 4 hari terakhir.

Untuk buah, aku tak begitu suka ketiga pedagang tempat aku TERPAKSA beli. Yang satu tak banyak bicara. Terkesan angkuh. Yang satu banyak bicara. Tetapi suka kasi harga mahal. Nanas 3 ribu dia jual ke aku 5 ribu. Karena aku tak tahu, aku bayar juga. Setelah tahu, aku putuskan tak akan pernah beli lagi ke dia. Satu lagi, pedagang buah, ibu jilbab di pojok pintu masuk pasar. Dia tak banyak bicara, tetapi juga tak diam-diam amat. Suka senyum, tetapi aku merasa dia pelit. Secara khusus, aku belum punya preference untuk tempat beli buah.

Untuk ikan, aku suka beli ke ibu yang dari dandanannya, aku fikir dia bukan muslim. Rasanya dia tak ada sifat tipu-tipu. Aku lebih nyaman beli padanya ketimbang ibu-ibu pedagang ikan lainnya. Ada satu pedagang ikan asap. Entah kenapa, aku selalu janji pada diriku untuk tidak akan beli padanya. Tetapi sesekali kalo aku perlu, aku selalu mampir padanya. Beli cepat-cepat. Tak pingin mengenalnya. Aku tak begitu nyaman dengannya. Tapi mebngapa selalu beli padanya? Padahal di sampingnya ada pedagang ikan asap lain. Hmm. Ntar aku pikir kenapa.

Ayam? Ada seorang ibu yang paling bagus kualitas jualannya di antara para pedagang ayam lainnya. Kadang aku juga beli daging sapi sama dia. Suaminya di sebelah yang jualan.

Apa lagi yaa? Plastik .. iya .. aku suka beli hanya ke toko yang satu itu. Tak ke tempat lain. Kerupuk, aku ada langganan, tetapi nampaknya si ibu muda itu agak genit. Suka mainan android. Kalau tak terpaksa, aku tak beli padanya.

Oh iya, beras. Aku ada langgaan baru. Berasnya cocok. Harum dan segar. Sebenarnya sebelumnya aku beli di pedagang lain berjarak 3 toko. Tetapi entah kenapa aku lama-lama gak nyaman sama pedagang sebelumnya. Setiap aku lewat di depannya, atau agak jauh dan dia melihat, dia selalu menyapa, "Bos mau beli apa." Aku merasa risih. Lama-lama aku tak beli beras dan telur sama dia. Aku beli di langganan baru saja. Tentu dengan sembunyi-sembunyi, supaya dia tak melihat aku beli tidak di tempatnya.

Hehehe .. nulis apa ini .. Wkwkwkw .. Namanya saja nulis apa-apa yang terlintas.

No comments: