Sunday 27 May 2012

Think Fresh Go Shopping

Aku tidak bisa menemukan siapa pencipta frase bagus yang aku jadikan judul tulisan ini. Sudah coba beberapa string keyword di Google, tapi malah nemu ini: http://wiki.answers.com/Q/List_out_tag_line_of_companies  kumpulan tagline keren puluhan perusahaan dan produk terkenal di sekitar kita. Bagus jadi referensi atau sekalian buat 'dijiplak,' hehehe.

Seingatku, Think Fresh Go Shopping digunakan oleh City Bank ketika menjual produk kartu kredit sebelum era Easy Pay dan Cicilan 0% mendominasi. Aku coba cari sekilas di website City Bank, gak juga nemu.

Ah sudahlah, siapapun pencipta kata-kata itu, aku pikir ia berhak mendapat pujian. Pujian karena apa yang dikatakannya benar. Bila anda suntuk, bosan, galau, pergilah ke pasar. Berbelanjalah atau sekedar jalan-jalan window shopping, maka pikiran dan jiwa anda akan segar kembali.

Sekurangnya kebenaran itu yang aku pribadi sering rasakan dan sering alami.

Bila suntuk di rumah, bosen tak ada kegiatan yang membuat riang, aku suka main ke pasar. Yaaa .. pasar tradisional dekat rumah. Jalan kaki dan mampir menikmati jajanan pasar seperti gorengan tempe atau pisang goreng, juga kelepon, cenil, dan ketan urap bergula. Hmm .. enaaak. Prosesi perjalanan aneka jajanan ndeso dari mulut ke perut itu lalu ditutup dengan segelas teh manis. Wow ... Dunia menjelma indah dan rasa syukur akan muncul. Coba saja kalau gak percaya. Hehehe.

Selain untuk sekedar isi perut sarapan pagi, jalan-jalan ke pasar bakal bikin fresh karena terbawa semangat  kesibukan pasar yang penuh energi positif.

Dengarkan dialog penjual sayur dengan pembeli yang menawar harga tomat. Pembeli mengeluhkan kenaikan harga. Penjual mengaminkan walau tak hendak menurunkan harga. Dengarkan godaan guyon lelaki penjual tempe pada ibu muda penjual buah di sebelahnya. Tawa berderai mereka terdengar sesekali. Dengarkan rumpian simbah penjual kayu bakar dengan si ibu penjual tape singkong. Dengarkan serunya obrolan mereka tentang cucu simbah yang akan masuk SMP tahun ajaran baru. Obrol tentang uang pangkal. Seragam dan sepatu. Lalu beralih ke topik susahnya cari kerjaan buat bapak si cucu sementara ibunya yang buruh cuci tak juga mendapatkan tambahan rejeki. Dengarkan pula sautan penjual sayur seberang gang menimpali obrolan mereka di tengah kesibukan melayani langganan.

Pssssst. Ini rahasianya: mendengar aneka 'masalah' yang dilontarkan para makhluk penghuni pasar tersebut membuat galauku (baca: masalahku) menguap tanpa kusadari.

Kalau sudah jam buka (biasanya selepas jam 10 pagi), jalan jalan ke pusat perbelanjaan modern adalah bukti lain kebenaran Think Fresh Go Shopping. Belanja barang baru, sekedar kaos kaki atau celana dalam berbahan katun diskonan (50% bukankah sangat menarik?), adalah obat stress. Proses pilih-pilih warna dan model adalah proses menenggelamkan diri dalam dialog diam-diam yang juga memakan energi dan konsentrasi tinggi. Proses yang membuat lupa galau di hati.

Bonus: mendapatkan senyum manis si mbak cashier yang mungkin merasa lucu dan aneh, berguman dalam hati, "Ngapain sih si Om ini beli celana dalam sampai 20 biji?"

Dalam hati, aku menjawab lewat senyum di bibir, "Buat cadangan Mbaaak!" - maksudku buat dipakai 2 taoon. Lagian kapan lagi bisa beli bahan bagus begini dengan harga di bawah harga pasar, di saat istri lagi mbolehin beli-beli. Manfaatkaaan!

Hmm .. Ada banyak aspek lain dari jalan-jalan ke pasar, ke pusat perbelanjaan, ke pasar loak, atau tempat beli-beli lainnya, yang kalo diceritakan di sini akan panjang banget.

Yang jelas aku percaya kebenaran ungkapan "berbelanja bisa usir galau". Itu pula yang barangkali membuat istriku Naning suka beli-beli walau kadang lebih dari yang ia atau kami butuhkan.

Kadang ia beli baju batik dua, walau sebenarnya perlu satu saja. Kadang beli gorengan Rp. 10.000, walau sebenarnya dengan Rp. 2.000 keinginan makan gorengan sudah terpenuhi. Kalau pas lagi ikut acara touring mobil ke tempat jauh bersama teman-teman klub blazer, kadang ia beli jajan dan minum lebih dari yang dibutuhkan. Makanan dan minuman yang dibawa dari rumah menjadi tak termakan, bahkan terbawa kembali ke rumah 2 hari sekembali touring. Sia-sia? Pemborosan? Yaa .... itu pasti.

Tetapi harga pemborosan itu (pasnya berapa, kapan-kapan aku hitungkan dech, hehe) mungkin sepadan dengan freshness  atau kesegaran jiwa yang ia peroleh dengan berbelanja (boros) sesekali. Harga pemborosan itu barangkali tak beda dengan harga yang harus ia bayar bila ingin pijat, atau manicure pedicure, atau creambath, atau facial, yang kadang jumlahnya beratus-ratus ribu rupiah.

Bila ber-spa-ria atau berendam jacuzzi untuk mengusir galau memperoleh kesegaran jiwa terasa mahal, maka cobalah jalan-jalan ke pasar atau mall. Think fresh go shopping! Hayooo ... Berangkaaat! Cepetaaaan ..!!! Pasarnya keburu digusurrrrrr ...

Saturday 26 May 2012

Doa Untuk Pemberani Tulen

Takut disebabkan dua hal. Pertama karena salah. Kedua karena tak menguasai permasalahan.

Sebagian dari kita kerap mengalami rasa takut karena alasan pertama. Takut ketahuan karena di tempat kerja pernah curi kertas atau spidol. Takut diomeli pasangan karena punya tabungan tersembunyi gak bilang-bilang, takut bertemu seseorang karena pernah janji tapi tak menepati. Ada banyak contoh rasa takut karena memang kita salah. Takut ketahuan ninggalin sholat atau puasa, juga termasuk takut jenis ini.

Kalau  takut karena tak menguasai permasalahan bisa dilihat dari ketidakberanian berkomentar di dalam kelas, segan dimintai pendapat dalam meeting, atau tak berani mengajukan pertanyaan dalam forum. Biasanya lalu pilih duduk di tempat tak terlihat, di pojok belakang ruang seminar.

Takut memberi komentar di Facebook atau di Twitter tentang suatu topik juga termasuk takut jenis ini. Kalau tak paham masalah, kan gak enak juga kalau asal komentar. Tentu saja ada yang tak takut (atau tak peduli) sama sekali. Main komentar sekenanya. Biasanya yang beginian lantas dilabeli asal njeplak. Hihihihi.

Lawan dari takut adalah berani. Kita mengenal pepatah berani karena benar. Tetapi atribut yang lain adalah berani karena memang menguasai permasalahan.

Dituduh mencuri duit, padahal tidak melakukan, lalu berapi-api membela diri, ini adalah contoh sederhana berani karena benar. Bila dihentikan polantas dan dituduh melanggar aturan lalu lintas, ada yang dengan penuh keberanian mendebat karena merasa tidak melakukan pelanggaran apa-apa. Ini adalah orang berani karena benar. Kadang kita dengar cerita adanya segelintir polantas yang seperti sengaja cari-cari kesalahan pengguna jalan.

Contoh berani karena menguasai permasalahan diperlihatkan oleh orang-orang tertentu saja. Dosen atau profesor yang menguasai bidang ilmunya adalah contoh yang paling jelas. Pedagang yang berani mengambil keputusan bisnis juga termasuk pemberani. Nelayan yang berani melaut di tengah terjangan ombak, adalah pemberani karena tahu kapan ombak (walaupun besar) menjadi sahabat mereka.

*

Secara khusus, menurutku ... pemberani tulen termasuk para aktifis pembela hak azasi manusia, pembela petani, pembela buruh, pembela kaum minoritas tertindas, juga pembela pelestarian lingkungan. Mereka ini BERANI mengorbankan waktu, tenaga, bahkan BERKORBAN JIWA demi memperjuangkan apa yang mereka PAHAMI sebagai sesuatu yang wajib untuk diperjuangkan.

Selain sebagai PEMBERANI TULEN, mereka juga punya NYALI besar, sesuatu yang tak sembarang orang punya. Nyali yang tidak diperoleh dari bangku pendidikan. Nyali yang tak bisa dibeli. Nyali hasil tempaan pengalaman hidup panjang dan berliku. Nyali yang diperkuat rasa yakin akan makna JIHAD dari apa yang dilakukannya.

Dalam blog sederhana ini, aku ingin memanjatkan doa, bagi para teman aktifis pemberani tulen, semoga kalian, orang-orang berani, orang-orang yang paham, orang-orang bernyali, mendapatkan bantuan Yang Kuasa dalam menjalankan tugas kemanusiaan kalian, mewakili kami-kami yang penakut, yang tak paham, dan lebih sering menjadi PENGECUT (tak bernyali) untuk ikut langsung bertempur di medan juang.

Friday 25 May 2012

Tak Ada Judul (beneran)

Jangan kira orang gila hanya bisa bilang ya kalau coba dibaikin. Beberapa kali pemberian (yang aku anggap baik) berupa makanan atau duit buat beli makanan mereka tolak mentah-mentah.

Kejadian paling baru adalah lebih sebulan lalu di sekitar Karangrejo - Banyumanik, Semarang. Seorang  laki-laki 'gila' berwajah datar tak berekspresi menolak duit yang aku kasi. Laki-laki itu berambut kemerahan, kruil-kruil dan kelihatan kotor. Dia  hanya mengenakan celana kolor warna coklat menghitam penuh debu - seperti lama tak pernah dicuci. Kulit punggung telanjangnya tampak belepotan pasir. Barangkali, dia tidur tak pakai alas. Di pinggir jalan, di sembarang tempat, dimana tubuhnya tak kuat lagi menahan kantuk.

Hampir saban pagi, ketika antar anak-anak sekolah, lelaki itu terlihat berjalan pelan, tengok kiri dan kanan  seperti sedang mencari sesuatu. Kadang aku (dan anak-anak) lihat dia baru kembali dari tong sampah dengan  bungkusan kresek hitam terbuka sambil mulut mengunyah. Jelas sekali, dia baru saja menemukan sisa makanan (buangan) untuk mengisi perut tipisnya. Dia pasti lapar.

Pagi itu, setelah drop anak-anak di sekolahnya, aku bertemu lelaki itu lagi. Aku lewati begitu saja, tapi kemudian berubah pikiran. Aku ingin memberinya duit, buat beli makanan. Aku ingat di saku masih ada duit. Ketimbang menyesal tak jadi memberi, aku segera balikkan motor. Ternyata, dia sudah menghilang, mungkin masuk salah satu gang. Perumahan di Banyumanik (daerah Merbau) penuh gang kecil pendek-pendek. Orang mudah menghilang tanpa jejak.

Teringat penyesalan karena pernah suatu ketika keinginan memberi tak kesampaian, aku cari dia. Beruntung, sosoknya segera terlihat, berjalan melewati sebuah tenda makanan dengan ibu penjual pecel dan aneka sarapan pagi. Pas banget. Dia dekat dengan warung. Aku hampiri si lelaki, kasi duit, dan membalikkan motor berniat pergi secepat mungkin.

Belum sampai motor berbalik arah, dudut mataku melihat si lelaki sudah berjalan ke arah warung. Aku bahagia. Ini berarti dia pingin beli makan. Begitu pikirku. Tetapi, dia nampak buru-buru dan hanya menyerahkan duit, dan pergi begitu saja. Duit diletakkan di pojok meja jualan. Si ibu penjual sampai bingung dan berusaha memanggil. Tak mempan. Si lelaki terus berjalan, tak menengok. Aku merasa tak enak. Cuma bisa bilang ke si ibu penjual, "Kasi dia makan," lalu kabur juga. Entah bagaimana nasib duit itu. Entah bagaimana pula nasib perut si lelaki 'penolak' pemberian itu. Tuhan Maha Adil. Pasti ada jalan baginya untuk menemukan kehidupan.

Kejadian lain adalah di depan ruko, seberang jalan Hotel Wahid, Salatiga - tempat aku menginap karena ada suatu acara, kalau tak salah awal 2012. Pagi-pagi aku meresapi nikmatnya terang mentari pagi dan udara dingin Kota Salatiga ditemani dua gelas teh hangat dan gorengan pisang. Aku puas-puasin minum dan makan gorengan, karena memang enaaak. Sarapan murah meriaah. Hehehe.

Ketika mau kembali ke hotel, aku lihat seorang perempuan 'gila' duduk di pembatas tengah jalan. Pembatas terbuat dari beton, kalau tak salah ingat, semacam pot kotak besar, ditanami bunga-bunga. Si perempuan duduk di salah satu celah. Aku hampiri dan aku kasi duit. Dia geleng dan tak mau menerima.

Karena kupikir dia perlu makanan, aku minta penjual gorengan untuk bungkus beberapa pisang goreng dan tempe. Aku angsurkan ke si perempuan. Dia tetap menolak dan bahkan beranjak pergi. Aku bingung. "Ya sudahlah," pikirku sambil kembali ke hotel.

Begitu ceritanya. Ternyata orang 'gila' tidak selalu mau menerima pemberian. Entah bagaimana mekanisme mereka melanjutkan hidup, aku tak pernah tahu. Yang jelas, untuk bertahan hidup, mereka perlu makan dan minum. Kepikiran juga sii. Tapi sekali lagi, Tuhan Maha Tahu apa yang mestinya Dia lakukan untuk makhluk ciptaanNya.

Curhat Tentang Jiwa Tak Senyum

Wajah adalah gambaran jiwa. Bila terlihat teduh, halus dan tenang, bisa dipastikan pemilik sang wajah adalah orang bahagia. Sebaliknya, bila terlihat lelah, muram, redup, bahkan bibir jarang senyum, maka mari kita doakan, semoga sang pemilik wajah suatu saat nanti akan bisa merasakan bahagia. Kasihan kalau terus menerus bermuram durja.

Catatan: Seseorang kelihatan bahagia bukan berarti tak pernah tak bahagia lho. Begitu pula yang berwajah tak bahagia, tak mesti 24 jam menderita. Ini adalah bicara tentang kecenderungan, frekuensi, dan mana yang dominan. Selama masih sebagai manusia di alam dunia, maka hidup selalu akan ditingkahi terang dan gelap. Itu adalah keniscayaan. Mana yang dominan, itulah yang aku sebut di atas, (dominan) bahagia dan (dominan) tak bahagia.

Mengapa aku tulis ini, karena aku merasakan sendiri wajahku sudah lama (dominan) mengeras. Merasa (dominan) kurang senyum. Mata nyalang karena kecemasan dan ketakutan. Merasa tak menentu oleh berbagai hal dalam hidup. Usaha yang belum lancar. Masalah finansial (baca: hutang kok yaaa nggak ada habisnyaaa). Perbuatan yang barangkali lebih banyak bersifat yang tak diridhoi Yang Kuasa. Takut mati tak siap. Berbagai janji yang belum bisa dipenuhi. Cemas akan apa yang akan terjadi. Dan masih banyak hal lain.

Memang benar, senyum riang dan tawa berderai tak jarang juga aku rasakan. Jiwa bebas lepas adalah warna dominan bila sedang bersama teman-teman touring ke suatu tempat. Atau nonton film bersama Naning (my wife), melupakan dunia nyata di luar bioskop, walau sejam dua jam. Melihat kegembiraan anak-anak main bersama teman-temannya. Atau mendapatkan rejeki tak terduga. Dapat tidur yang nyenyak dan dalam (deep sleep). Merasa bugar dan sehat setelah main futsal. Menikmati jalan ke pantai atau mendapatkan kesenangan dengan membaca buku. Banyak juga. Tetapi sekali lagi, aku masih merasa, wajahku masih (dominan) keras dan muram.

Ada sesuatu di dalam sana, yang perlu aku urus. Sekali lagi, wajah adalah gambaran jiwa. Bila wajahku masih saja muram, mendung, keras, dan tak banyak senyum, adakah ini berarti jiwaku sedang bernuansa gelap atau sumber terangnya meredup? Naudzubillahimindzalik - semoga ini tak terjadi padaku.

So what??!!! aku harus berkemas.

Masya Alloh, sebenarnya obatnya gak susah kok. Pernah aku rasakan dulu (tetapi akhir-akhir ini sudah tak lagi - hiks malu mengakui). Rajin ambil air whudlu, tunaikan dhuha, rawatib coba disempatkan, yang wajib ditunaikan di awal waktu, upayakan jamaah di masjid, buka kitab suci, dan kalau bisa mulai Senin Kamis.

Subhanalloh .. obatnya begitu dekat .. begitu mudah. Tak perlu biaya. Membuat jiwa sehat ternyata tak perlu biaya. Cuma perlu tekad dan tak cuma tobat sambal (menyitir kata-kata almarhum Ustadz Zainuddin M.Z.)

Bisakah? oh .. Ya Allooh. Kupanjatkan doa .. beri aku ingatan akan hal-hal ini. Supaya gak lupa terussss ... Amiin ...