Thursday 8 January 2009

Suatu Pagi di Rumah Tempe

Menolehpun tidak. Lelaki berambut keriting itu sibuk menggoyangkan saringan bambu di atas permukaan air dalam gentong kayu, memisahkan kulit kedelai yang mengambang. Butiran kedelai yang sudah tak berkulit mengendap di dasar gentong. Kulit kedelai dikumpulkan dalam sebuah bak plastik. Tidak dibuang, tapi dijadikan pakan sapi milik bosnya – sang pengusaha tempe.

Sambil melemparkan saringan bambu ke atas lantai batu bata, lelaki berkulit gelap yang hanya mengenakan celana pendek kusam itu sigap memutar badan meraih sebuah ember aluminium, menyerokkannya ke dalam sebuah gentong plastik dan mengangkat seember penuh kedelai rendamam semalam. Segera kedelai dituangkan ke dalam mulut mesin giling pemisah kulit kedelai. Mesin penggiling menderu halus. Kembali lelaki itu meraih saringan bambu, memisahkan kulit kedelai. Sesekali ia menambahkan kayu bakar memastikan api di tungku tidak mati. Ia juga sedang merebus kedelai dalam sebuah drum besi yang bertengger di atas tungku.

“Kedelai direbus sampai matang dan didiamkan semalam. Pagi-pagi kulitnya dipisah dan diberi ragi tempe, siap dibungkus daun pisang.” Seorang perempuan berbaju daster menjelaskan proses pembuatan tempe sambil meneruskan kesibukannya mencuci pakaian di depan kamar mandi tak jauh dari mesin giling yang bertenaga listrik.

Bau asap pembakaran dan aroma busuk air rendaman kedelai mengambang di udara, bercampur bau pesing dari arah kamar mandi dan harum deterjen pencuci pakaian. Ruangan gelap berjelaga berukuran sekitar setengah lapangan tenis itu merupakan sebuah ruangan serbaguna. Di pojok yang agak tinggi dari lantai, bertumpuk karung kedelai 50 kg. Label di luarnya terbaca ‘American Soy Bean No. 1. Di seantero ruangan berjejer gentong-gentong kayu dan plastik penampung kedelai rendaman. Bak-bak fiber dipasang permanen di samping sebuah tangki air penghasil uap untuk memasak bubur kedelai. Selain tempe, rumah tersebut juga menghasilkan tahu. Di sisi yang dijadikan dapur, teronggok sebuah kompor gas tak terawat. Piring dan alat masak bertebaran di sekitarnya. Di pojok ruangan, sebuah para-para didirikan untuk menyimpan kedelai yang sudah dibungkus daun pisang. Bakteri fermentasi sibuk bekerja dalam gelap mengurai kedelai menjadi tempe.

Di luar, di dekat tumpukan potongan kayu bakar, seorang lelaki muda bercelana jeans dan bersepatu boot istirahat sejenak. Bangun lebih awal, dia bertugas menjaga api pembakaran tangki air. Seorang lelaki lain nampak keluar dari kamar yang dijadikan tempat tidur bersama. Sarung biru kotak-kotak masih melilit di tubuhnya. Headset HP-nya masih terpasang di telinga. Dia melongokkan kepala ke luar. Seorang anak perempuan berusia sekitar 4 tahun sedang jongkok buang air besar di saluran pembuangan yang mengalirkan limbah produksi tahu tempe ke sungai kecil di depan rumah produksi tempe yang terletak di ujung Perumahan Mampang Indah 2, Depok. Matahari mulai menyembul di balik pepohonan. Sebentar lagi, para pekerja yang lain akan bangun dan memulai kesibukan mereka hari itu.

1 comment:

Anonymous said...

Bang, aku suka semua tulisan bulan januari! banyak kutipan dan detail... bagus banget!! :))