Walaupun Ramadan 1437 H (Juni-Juli 2016) sudah berlalu, dan rasanya tak meninggalkan pengaruh perbaikan fisik dan mental bagi diriku (ini sangat disayangkan), setidaknya aku ingat ada dua pelajaran yang tak sengaja aku terima.
Yang pertama muncul di awal Ramadan. Lagi putar radio. Cari-cari gelombang. Aku menangkap sepotong ceramah seorang ustadz di radio. Beliau sedang menjelaskan cara membedakan kebutuhan dengan keinginan, dua hal yang tak mampu aku bedakan. Kalaupun paham sedikit, pemahaman itu buat sendiri saja, tak pede dijelaskan kepada orang buat berbagi pengetahuan. Mendengar ceramah ustadz radio tersebut, aku merasa jadi tahu.
Begini penjelasannya (menurut ustadz radio lho).
Bayangkan kita sedang berpuasa. Sejam dua jam menjelang berbuka, kita sedang di jalan, OTW home, jadi pingin mampir beli makanan. Ada aneka ta'jil berupa makanan kecil dan minuman dijajakan di pinggir jalan. Ada buah segar, nanas dan pepaya. Ada Sprite dan Coca Cola dingin di Alfamart atau Indomaret. Ada nasi rendang, ikan goreng dan lele goreng plus sayur khan masakan padang. Ada pula nasi bebek goreng dan nasi ikan bakar, Karena punya duit, maka kita beli semuanya. Sesampai dirumah, semua makanan dan minuman ditata di meja makan. Begitu azan maghrib kedengaran, alhamdulillah, mulailah meneguk minumam dingin yang terasa nikmat sekali.
Sampai di situ, terasa betul kebenaran firman Allah SWT yang menjanjikan kenikmatan saat berbuka puasa bagi yang sedang puasa. Hati dipenuhi rasa damai. Tenggorokan sudah basah. Perut juga sudah terasa tenang. Rasa haus lenyap. Dan tiba-tiba perut tak terasa lapar lagi. Pandangan menyapu seluruh permukaan meja. Minuman dan makanan siap disantap. Mau diapakan semua yang belum tersentuh ini?
Keinginan adalah ingin menghabiskan semua makanan dan minuman di meja. Kebutuhan adalah kemampuan perut menampung. Mungkin satu gelas jus buah dan sepiring nasi plus sepotong lauk sudah cukup.
Monggo dipilih. Mau memenuhi keinginan atau mau memenuhi kebutuhan?
Pelajaran kedua yang aku terima muncul pada hari terakhir puasa Ramadan. Aku di Rumah Surabaya. Mudik. Hari ke 30 puasa itu aku bertekad memasang instalasi air dari pipa PAM ke seluruh tempat di dalam rumah. Aku perlu sambung pipa sepanjang 40 meter untuk membuat 5 mata keran. Di dapur. Kamar mandi (perlu dua). Tempat wudu dan tempat cuci pakaian.
Sejak bangun sekitar jam 2 pagi lalu sahur dan sholat subuh, aku tak bisa tidur lagi. Setelah menggambar instalasi dna merancang kebutuhan, sekitar jam 6.30 aku ke daerah Kapasan. Naik motor. Tujuan berburu keran, pipa, dan aneka peralatan di lapak-lapak loakan sepanjang Jalan Kapasari. Loakan tak ramai. Besok orang sudah lebaran. Sebagian besar penjual sudah pada pulang mestinya. Aku berhasil beli tang, gergaji, catut dan keran dengan harga jauh lebih murah dibanding di toko bangunan. Untuk beli pralon dll, aku perlu toko bangunan. Bersyukur masih ada satu yang buka di ujung Jalan Kapasan. Aku beli lima pralon dan peralatan lainnya.
Singkat cerita. Di tengah pekerjaan instalasi, aku harus keluar ke toko bangunan sekali lagi. Ada peralatan yang kurang. Panas terik. Naik motor. Kerja tak berhenti sampai menjelang buka puasa. Aku kehausan yang sangaaaat.
Buat buka puasa, secara khusus aku minta dibuatkan es buah. Sirup. Susu. Isi buah. Kasi es. Nikmat membayang. Dan itulah yang aku rasakan ketika azan magrib berkumandang. Aku minum sampai 5 gelas besar. Betul betul kesetanan. Rasanya ingin nambah dan nambah. Rasanya belum puas. Pingin lagi dan lagi. Setengah jam kemudian, setelah selesai sholat magrib, aku sakit perut. Rasanya melilit gak karuan. Ke kamar mandi sampai 5 kali. Aku lemas dan MALU. Gara-gara haus puasa, aku seperti kesetanan tak menahan diri. Malu jadi setan. Hahaha. Lupa kemampuan perut.
Selama puasa 29 hari sebelumnya, tak pernah aku alami sakit perut atau keluhan lain karena makan dan minum di Semarang hanya 'seadanya' - tak ada yang masak, dan kadang tak ada bahan (duit lagi cekak). Tetapi subhanallah, perut aman.
Di sini, pada hari terakhir puasa, aku puas puaskan minum. Hasilnya: Allah SWT memberikan pelajaran. Bahwa semestinya aku bisa menjinakkan hawa nafsu dengan latihan selama Ramadan 1437 H, ternyata gagal. Tak kira kira minum es buah plus susu sampai 5 gelas besar. Jadinya sakit perut. Untung dikasi obat sama Titia. Selepas Isya bisa baikan dan aku tertidur. Hahaha.
Aku jadi bertanya, kalau Allah SWT berkenan memberiku rizki berlimpah, bisakah aku menjaga amanah tersebut? Dikasi es buah berlimpah saja, minumnya tak pakai mikir. Coba kalau dikasi 5 milyar, mampukan aku menggunakan duit itu dengan baik? Belum tentu.
Nah itu dia dua pelajaran Ramadan 1437 H.
Setelah ini, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana aku bisa selalu mengingat pelajaran itu dan mempraktekkan hikmahnya untuk hari-hari yang akan datang? Bulan-bulan yang akan datang? Dalam puasa Ramadan selanjutnya (bila Allah SWT berkenan kasi umur panjang?)
Cemunguuudd .. Anda pasti bisaaaa .. :D
Aku takut
13 years ago
No comments:
Post a Comment