Sunday, 26 July 2009

Ohmygod! Dosaku apa?

Aku pernah ketinggalan pesawat. Tetapi bukan murni salahku. Hujan deras pagi-pagi membuat semua jalanan Jakarta macet parah. Pilihanku lewat tol TB Simatupang tak mujarab. Di pintu tol Cililitan, antrean kendaraan tak bergerak sama sekali. Tiga jam.

Waktu itu, aku mau ke Jogja, ke kampus UGM untuk selesaikan administrasi S2 yang terbengkalai. Pagi berangkat, sore pulang. Itu rencanaku. Untuk menghemat ongkos, aku setir sendiri. Apa daya, aku masih terjebak di Cililitan ketika pesawat yang seharusnya membawaku ke Jogja take off. Tiket promo Mandala Air hangus.

Kali kedua aku berurusan dengan masalah ketinggalan pesawat adalah ketika akan ke Amsterdam, April tahun lalu. Sopir Blue Bird yang nampak ‘udah tua’ ternyata tidak cukup pengalaman dengan jalanan Jakarta. Dia mengiayakan saja ketika aku tanya apakah dia tahu jalan ke Cengkareng lewat pintu belakang, lewat Parung, Ciseeng, BSD, Tangerang, dan Teluk Naga. Nyatanya dia perlu 4 kali menghentikan taxi untuk bertanya arah.

Kami memang sampai airport tepat waktu. Tetapi yang namanya drama kaki gemetar takut ketinggalan pesawat ternyata luar biasa. Untuk tidak membuat pak sopir makin panik, aku berusaha tenang. Tetapi kaki tak kunjung bisa dikontrol. Gemetar dan benar-benar lemes. Sepanjang jalan aku berdoa, minta ampun pada Yang Maha Kuasa atas segala salah selama ini. Loh …. apa urusan salah dan dosa dengan terlambat mengejar pesawat?

Begini ceritanya. Kali ini aku sedang berada di Noi Bai Airport, Ha Noi untuk penerbangan ke Ho Chi Minh (HCM), di Vietnam bagian selatan. Seingatku, penerbanganku adalah jam 14.20. Pakai Vietnam Airlines. Kepada beberapa teman di ICRAF Hanoi, juga resepsionis Lucky Hotel tempatku menginap, termasuk sopir hotel yang membawaku ke airport, aku bilang pesawatku jam 14.20. Aku berangkat jam 12.30 dari hotel .. amaaaannn! Paling lama 45 menit sudah sampai. Apalagi ini penerbangan domestik, pastinya tidak seribet keberangkatan internasional.

Aku tiba di depan counter check in jam 13.13, wow .. angka sial kata orang. Ada 3 penumpang lain sedang antri di depanku. Aku kembali lihat tiket, sekedar mengecek. Lagipula biar tidak bengong menunggu giliran. Masya Alloh! Dosaku apa? Di tiket terbaca jelas, penerbanganku jam 13.30. Layar check in sudah menunjukkan tanda buka check ini untuk pesawat berikutnya. Nomor penerbanganku sudah tidak tertera di layar.

Aku berusaha tenang. "Toh pesawat belum tinggal landas," gumanku dalam hati. Aku pernah mendengar ada pesawat terlambat take off karena harus menunggu penumpang. Aku berharap kali ini akulah yang ditunggu.

Aku segera keluar dari antrian, mendekati petugas bandara, seorang perempuan cantik berbaju khas Vietnam blus terusan warna biru dipadu celana panjang putih dengan radio komunikasi di tangan. Aku ceritakan masalahku. Ia segera menghubungi seseorang dengan radionya. Ada harapan muncul ketika melihatnya tersenyum dan mengajakku ke arah pintu ruang tunggu boarding. Belum genap 5 langkah, seorang lelaki berdasi, juga dengan radio komunikasi di tangan, menghentikan kami. Dia berbicara kepada petugas perempuan yang mengantarku. Nampaknya ada masalah. Terbukti, selesai berbicara, petugas perempuan itu menoleh ke arahku dengan sunggingan senyum kecut di wajahnya yang halus. Aku membaca sebuah pertanda. Matii aku … Ini benar benar ketinggalan pesawat! Jam sudah menunjukkan pukul 13.30. Kalaupun pesawat belum bergerak, pintu pasti sudah ditutup.

Aku teringat dosaku terlalu banyak melirik gadis-gadis cantik Vietnam selama di Hanoi, di Provinsi Bac Kan, dan danau Ba Be. Tapi mereka cantik-cantik sih .. sayang kalau gak dipelototin, hihihihi. Tuhan mungkin memberiku peringatan dengan kejadian ini.

Aku tanya apa yang bisa aku lakukan. Disarankan untuk mengecek penerbangan lain di counter Vietnam Airlines! Aku merasakan butiran keringat mulai bermunculan di sekujur tubuh. Beberapa terasa benar-benar menetes di punggungku. Tiba di depan counter aku bertanya jam berapa pesawat selanjutnya.

“We have 7 more flights to Ho Chi Minh City sir. But because it is weekend, I am afraid, all are already full. Do you want me to put your name on the waiting list?” dengan ramah petugas counter, juga perempuan berwajah manis, memberiku penjelasan. Aku menangkap kilap sinar ‘I am so sorry sir” di wajahnya yang terhias senyum prihatin.

“No choice,” jawabku terpana. Bukan karena senyum prihatin namun tetap manis yang menghias wajah si petugas, tapi karena situasiku sekarang. Kalau tidak bisa terbang ke HCM hari ini, aku membayangkan kesusahan yang bakal terjadi. HCM cuma buat transit ke Manila besok jam 10 pagi.

“Ugh ….. betapa bodohnya aku telah begitu ceroboh,” aku mencaci diri.

Petugas counter itu memintaku datang jam 14.30 untuk mengecek apakah ada seat untuk penerbangan berikut. Aku menjauh. Membuka jaket dan berfikir keras. Udara ruang check in penerbangan domestik Bandara Noi Bai terasa pengap. Lagipula memang tak ber-AC.

Kalau sampai tidak bisa berangkat ke HCM hari ini, pasti kacau. Rencana jalan-jalan keliling HCM bubrah sudah. Aku tidak tertarik lagi untuk jeprat sana jepret sini dengan dua kamera yang aku bawa. Yang sekarang ada di fikiran kalau sampai gagal mencapai HCM hari ini rencana ke Los Banos dan Kalahan (project site ICRAF Filipina) mesti diatur ulang. Gak enak sama teman-teman ICRAF Filipina yang sudah mengaturnya.

Muncul ide untuk memakai pesawat lain. Walau kepikiran bakal ribet urusan refund, juga persediaan duit yang tidak banyak, aku akan coba alternatif ini.

Seorang laki-laki berhem putih lengan pendek dan bercelana panjang biru donker datang mendekat. Dia menegurku dalam bahasa Vietnam. Aku jawab, “Sorry, I don’t understand you.” Tapi kanyaknya dia sudah terbiasa membaca gelagat. Dia tahu tampang calon penumpang sepertiku pasti sedang bermasalah dengan penerbangan.

“Ho Chi Minh?” aku dengar dia berkata. Aku jawab ya.

“Let’s go!” katanya. Hmm .. ini orang mungkin calo tiket, fikirku. Boleh juga dicoba.

Aku mengikutinya ke counter Indochina Airlines.

“Yes, seats are still available,” kata seorang petugas counter laki-laki. Pesawat Indochina Airlines yang ke HCM dijadwalkan berangkat sebentar lagi.

Sesaat kemudian aku lihat seorang petugas perempuan geleng-geleng kepala begitu selesai berbicara lewat radio. Katanya, “You can only take the next flight at 8 p.m. The plane is already closed.”

Toh aku tidak buru-buru fikirku. Asal bisa berangkat ke HCM. Tak peduli malam. Lelaki yang dari tadi kelihatan begitu baik dan sangat ingin menolongku memberi isyarat untuk mengikutinya ke counter JetStar, sebuah penerbangan murah meriah seperti Air Asia.

“We have lots of flights to Ho Chi Minh sir,” kata petugas counter JetStar memberiku harapan.

“Sip … akhirnya bisa cepat berangkat juga nich,” gumanku dalam hati.

“But how much is the ticket?” aku bertanya.

“One million and fifty thousands Vietnam Dong Sir!”

Mati aku! Gak enak juga sama kantor kalau harus beli tiket lain, mahal lagi … padahal di Indochina Airlines, harga cuma 300 ribu dong.

Saat berlalu dari meja counter JetStar, sebuah SMS masuk ke HP-ku. Dari Iva, Joe Travel, Bogor, langganan kantorku. Tadi, ketika sedang panik aku kirim SMS ke Iva cerita situasiku sekalian bertanya apakah tiket Vietnam Airlines bisa refund. Kalau ya, aku mungkin gak akan berat hati banget kalau harus beli tiket lain.

“Iya pak bs d refund,” begitu SMS dari Iva.

Aku jawab Iva dengan SMS singkat “thanks” tapi hatiku kecut juga. Satu juta dong dari JetStar adalah 3 kali lipat harga tiket Indochina Airlines.

Dua menit kemudian, sebuah SMS lain masuk dari Iva.

“Kl mau sy ganti k jam 2030, mau pak?” Iva menawarkan untuk merubah tiketku ke penerbangan terakhir ke HCM.

“Wow .. . ada seat?” sorakku dalam hati. Padahal petugas counter Vietnam Airlines sudah bilang tidak ada seat di semua penerbangan hari ini … Tak ragu aku bilang OK. Syukur Alhamdulillah. Walau berangkat malam … tidak masalah bagiku. Perjalanan ke Filipina tidak perlu diatur ulang.

Aku segera lapor ke counter Vietnam Airlines. Petugas counter perempuan yang tadi aku hubungi segera memeriksa monitor komputer dan mencetak lembaran tiket baru. Setelah mengucapkan terimakasih, aku segera mencari tempat menunggu. Masih ada waktu 6 jam sebelum penerbanganku. Bukan waktu yang pendek. Aku temukan sebuah sudut.

Belum sempat menurunkan tas, sebuah SMS lain masuk dari Iva, “Pak, ada nih jam 17.00. Aku ambil yaaa.”

Ada nada urgent dalam SMS Iva. Tak menyiakan kesempatan aku jawab, “OK sayang, terimakasih banyak.” Ada penghematan waktu tunggu 3,5 jam.

Aku mencoba memikirkan hadiah apa yang akan aku berikan ke Iva. Sebuah syal sutera khas Vietnam yang baru aku beli hanya 1 jam sebelum berangkat ke airport, yang warnanya oranye, akan menjadi milik Iva minggu depan.

Aku kembali ke counter Vietnam Airlines. Petugas counter mengecek perubahan yang dibuat Iva.

“Yes, your agent has made the change.”

Selembar print out konfirmasi perubahan jadwal penerbanganku dia sorongkan. Aku terima dengan ucapan terima kasih. Dia tersenyum, manis sekali. Aku tak tahu, tetapi kata orang, gingsul membuat senyum seseorang bertambah manis. Gadis counter itu gingsul di kanan. Tetapi yang aku kagumi dari dia adalah kebisaannya memberikan senyum simpati yang tulus (aku bisa baca ketulusan itu di matanya), walau hanya sejenak, untuk kemudian terhapus wajah tegang (atau mungkin konsentrasi penuh) ketika pandangannya kembali beralih ke layar komputer di mejanya.

Jam 15.00 aku check in dan masuk ke ruang tunggu setelah menghabiskan 2 kaleng jus apel dan nanas takut gak lolos pemeriksaan security. Batas maksimal bahan cair yang boleh di bawa ke pesawat adalah 100ml. Karena sayang membuang air dalam kemasan 1.5 liter, aku paksakan minum banyak. Itung-itung buat kesehatan walau perut jadi kembung. :D

Singkat cerita, jam 17.00 penumpang diminta naik pesawat, terlambat 30 menit dari jadwal karena pesawat datang terlambat. Aku sampai bandara Tan Soo Nat di HCM sekitar jam 8 malam. Sudah gelap. Gak banyak yang bisa dilihat. Aku menginap di sebuah guest house yang juga kantor IOM (International Organization for Migration) di dekat Katedral Notre Dame. Malamnya, sebelum tidur aku sempatkan berkeliling di taman sekitar Notre Dame yang dijadian tempat kongkow anak-anak muda HCM. Ramai .. dan jadi pengen muda lagi. He he he.

No comments: